PENDEKAR BUTA JILID 055
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Akan tetapi ketika mendengar betapa iblis tua itu malah menantang Sin-kiam-eng Tan Beng Kui, hatinya lega juga. Sudah terlanjur dia main-main, biarlah dia lanjutkan dan membonceng kesaktian kakek iblis itu demi keuntungannya. Dia sejak tadi berdiam diri, ini penting sekali. Andaikata Song-bun-kwi kalah, dia akan mudah mencari alasan agar tidak dipersalahkan oleh Sin-kiam-eng berdasarkan tidak ikutnya mengamuk melawan anak buah Pek-tiok-lim. Sebaliknya kalau Song-bun-kwi menang, dia akan menggunakan kemenangan kakek itu untuk minta kembali mahkota kuno dari tangan orang gagah itu.
Sementara itu, Sin-kiam-eng sudah menjadi marah sekali mendengar jawaban Song-bun-kwi tadi. Dengan sikap keren dan mata berapi dia membentak.
“Tua bangka she Kwee, kau benar-benar iblis yang tidak tahu aturan. Kalau hendak mencari Thai-lek-sin yang tidak berada disini, atau hendak menantang aku mengadu kepandaian, kenapa mesti pakai membunuh-bunuhi orang-orangku yang tidak tahu apa-apa? Apakah ini perbuatan orang gagah?”
“Ha-ha, Tan Beng Kui bocah sombong. Kalau mereka tidak mengeroyok aku si tua bangka, apakah mereka itu bisa mampus sendiri? Hayo lekas keluarkan ilmu pedangmu, ha-ha-ha, sudah lama benar aku merindukan Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut, ilmu pedang yang berhasil dipakai oleh murid untuk membunuh gurunya sendiri itu, ha-ha-ha!”
Ucapan Song-bun-kwi ini benar-benar menusuk ulu hati Beng Kui. Seperti diceritakan dalam cerita Rajawali Emas, Sin-kiam-eng Tan Beng Kui ini dahulu adalah murid kepala dari Raja Pedang Cia Hui Gan dan raja pedang ini tewas karena pengeroyokan beberapa orang tokoh tinggi, di antaranya juga Song-bun-kwi Kwee Lun sendiri dan hebatnya, murid kepala itu juga ikut mengeroyok gurunya! Seketika wajah Beng Kui menjadi pucat dan dengan mata berapi dia membentak,
“Song-bun-kwi iblis laknat! Kaulah seorang pengeroyok guruku itu dan biarlah sekarang aku menebus dosa terhadap guru dengan membalaskan sakit hatinya kepadamu.”
Sinar berkilauan menyambar dan tahu-tahu pedang di tangan Sin-kiam-eng Tan Beng Kui telah menyerbu kearah Song-bun-kwi.
Kaget juga iblis tua ini menyaksikan kehebatan ilmu pedang lawan. Dalam beberapa tahun ini agaknya Tan Beng Kui tidak menganggur saja, akan tetapi memperdalam ilmu pedangnya sehingga makin cepat dan kuat, mengandung hawa serangan yang dahsyat. Song-bun-kwi cepat mengibaskan ujung lengan bajunya menangkis sinar pedang yang demikian cepat mengancam dadanya.
“Brettt!”
Ujung lengan baju itu terbabat putus, akan tetapi Sin-kiam-eng sendiri terhuyung mundur dua langkah. Dari keadaan ini saja dapatlah dibayangkan betapa hebatnya dua orang yang kini sedang berhadapan ini. Keduanya adalah jago-jago tua yang tak boleh dipandang ringan.
Kaget hati Song-bun-kwi, akan tetapi segera dia kegirangan sekali karena biarpun dia tidak bertemu dengan Thai-lek-sin, kiranya jago pedang ini cukup tangguh untuk dia ajak berlatih. Memang bagi seorang bangkotan seperti Song-bun-kwi, bertempur hanya merupakan latihan belaka dan luka atau tewas dalam latihan ini bukanlah apa-apa baginya, lumrah!
Terbabat putus ujung lengan bajunya, Song-bun-kwi malah tertawa bergelak. Tahu-tahu sebatang pedang telah berada di tangannya dan segera terjadilah pertandingan yang hebat. Ilmu pedang yang dimainkan oleh Tan Beng Kui adalah ilmu pedang keturunan yang bersumber pada Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam pula, yaitu ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut (ilmu Pedang Bidadari).
Akan tetapi karena ilmu pedang ini dahulunya khusus diciptakan untuk pemain wanita, maka oleh Beng Kui telah diubah dan ditambah sedemikian rupa sehingga ketika dia yang mainkan, ilmu pedang ini dari sebuah ilmu pedang seperti tari-tarian yang amat indah, berubah menjadi sebuah ilmu pedang yang sifatnya ganas dan sukar diikuti perubahan dan perkembangannya.
Pedangnya berubah menjadi segulung sinar pedang yang pecah kesana kemari seperti bunga api, akan tetapi bagaikan bunga api, setiap pecahan atau letupan bunga api merupakan penyerangan ujung pedang yang akan dapat merobohkan lawan karena yang diserang selalu bagian-bagian tubuh yang lemah. Apalagi kini menghadapi seorang tokoh besar seperti Song-bun-kwi, tentu saja Sin-kiam-eng Tan Beng Kui tidak berani main-main dan sengaja dia mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan seluruh ilmu simpanannya.
Di lain fihak, Song-bun-kwi bukan seorang jagoan baru. Siapa yang tidak mengenai Si Setan Berkabung ini? Namanya dahulu menggegerkan kolong langit, dikenal semua jagoan sejagat. Selain ilmu kepandaiannya bermacam-macam dan hebat-hebat, juga akhir-akhir ini dia menemukan kitab yang mengandung inti pelajaran Yang-sin-kiam sehingga kalau dia boleh diumpamakan seekor singa, dengan didapatkannya ilmu Yang-sin-kiam ini dia seakan-akan mendapat sepasang sayap menjadi singa bersayap!
Demikian hebat kepandaian kakek ini sehingga jarang sekali orang di dunia persilatan melihat dia bertempur mempergunakan pedangnya. Biasanya, hanya dengan mempergunakan senjata berupa sepasang ujung lengan bajunya saja, sukarlah lawan mengalahkan kakek sakti ini.
Akan tetapi, menghadapi Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut yang dimainkan Tan Beng Kui sekarang ini, tak mungkin kakek sakti hanya melawan dengan kedua ujung lengan bajunya. Sin-kiam-eng terlampau kuat untuk itu, dan Sian-li-kiam-sut adalah ilmu pedang pilihan di seluruh muka bumi ini, masih merupakan pemecahan dari ilmu sakti Im-yang-sin-kiam, karenanya tidak boleh dibuat main-main. Inilah sebabnya mengapa kali ini terpaksa Song-bun-kwi mengeluarkan pedangnya dan segera pula mainkan Yang-sin-kiam-sut untuk menghadapi ilmu pedang lawan.
Sesungguhnya, Ilmu Pedang Sian-li-kiam-sut masih sesumber dengan Ilmu Pedang Yang-sin-kiam-sut. Keduanya bersumber dari inti sari Ilmu Im-yang-sin-hoat yang ratusan tahun yang lalu dimiliki oleh Pendekar Sakti Bu Pun Su. Hanya saja Sian-li-kiam-sut adalah ciptaan menurut sumber itu dari Pendekar Wanita Ang I Niocu (baca cerita Pendekar Bodoh), sedangkan Yang-sin-kiam-sut langsung datang dari Pendekar Sakti Bu Pun Su.
Sayangnya, Yang-sin-kiam-sut merupakan ilmu pedang tidak lengkap, karena lengkapnya adalah Im-yang-sin-kiam yang merupakan ilmu pedang gabungan dari Im-sin-kiam dan Yang-sin-kiam, yang berdasarkan dua macam tenaga dalam tubuh, yaitu tenaga halus dan tenaga kasar, hawa dingin dan hawa panas.
Ilmu pedang Im-yang-sin-kiam ini seperti diketahui, hanya dimiliki sekarang oleh ketua Thai-san-pai, yaitu Tan Beng San, dan malah sudah diturunkan oleh pendekar ini kepada Kwa Kun Hong setelah pemuda ini menjadi buta kedua matanya (baca Rajawali Emas).
Karena sesumber inilah agaknya, maka pertandingan yang terjadi antara Sin-kiam-eng Tan Beng Kui dan Song-bung-kwi Kwee Lun hebat luar biasa. Memang harus diakui bahwa menurut pertimbangan umum, tingkat kakek ini lebih tinggi daripada tingkat Tan Beng Kui. Namun selama beberapa tahun menyembunyikan diri setelah kalah oleh adik kandungnya sendiri, Tan Beng San, (baca Rajawali Emas), Tan Beng Kui tidak tinggal diam dan memperdalam ilmu kepandaiannya sehingga sekarang dalam menghadapi Song-bun-kwi, dia tidak kalah jauh dalam hal tenaga Iweekang. Hanya dia masih kalah dalam pengalaman dan keuletan karena kakek iblis ini diumpamakan daging adalah daging gerotan yang tidak akan menjadi empuk biar digodog selama tiga tahun juga!
Jurus demi jurus dikeluarkan oleh kedua orang jago kawakan itu, namun setiap jurus serangan selalu dapat dipunahkan oleh jurus pertahanan lawan, Mula-mula Beng Kui berusaha mendobrak pertahanan lawan dengan mengandalkan tenaganya, mempergunakan kekerasan untuk mencapai kemenangan. Pikirnya bahwa dia yang lebih muda tentu lebih bertenaga.
Namun melesetlah perkiraannya karena kakek itu benar-benar makin tua makin kuat tenaganya, atau setidaknya tak pernah tenaganya berkurang sehingga ketika pedang mereka bertemu, keduanya tergetar, bunga api berpijar menyambar kesana-sini, dan telapak tangan mereka terasa sakit-sakit.
Cepat mereka memeriksa pedang masing-masing dan barulah mereka menjadi lega dan saling menyerang kembali setelah mendapat kenyataan bahwa pedang mereka tidak rusak karena benturan hebat itu.
Setelah beberapa kali tenaga besarnya membentur karang, Beng Kui tidak lagi mau mempergunakan kekerasan. Dia mulai main halus mengandalkan kelincahan dan keindahan Sian-li-kiam-sut sambil mencari kesempatan dan lowongan. Namun, hebat pertahanan Song-bun-kwi dengan Yang-sin-kiam-sut, malah kakek ini dapat balas menyerang tak kalah hebatnya.
Setelah lewat lima ratus jurus, terasalah bagi Beng Kui bahwa betapapun juga, dia takkan dapat menangkan kakek sakti ini. Dia berseru keras dan tiba-tiba pedangnya berubah menjadi segulung sinar yang memusat dan terbang lurus menyerang kearah dada lawan.
Hebat sekali penyerangan ini yang merupakan jurus inti dari Sian-li-kiam-sut. Seakan-akan semua kehebatan dari ilmu pedang itu, semua kelincahan dan kekuatan, dipusatkan dalam gerakan ini dan pedang didorong oleh tenaga dan semangat sepenuhnya, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya!
“Bagus!”
Song-bun-kui mau tak mau memuji lawannya karena memang jurus penyerangan ini hebat bukan main, hawa pedang mendahului dan terasa amat dingin menusuk tulang sedangkan matanya sampai silau oleh sinar pedang lawan. Untuk menyelamatkan dirinya, dia memutar pedangnya melindungi dada. Namun betapa kagetnya ketika gulungan sinar itu masih mampu menerobos perisai yang tercipta oleh pemutaran pedang itu, tahu-tahu hampir saja mencium dadanya.
Cepat bagaikan kilat Song-bun-kwi membuang diri ke belakang sambil berseru keras dan mengibaskan lengan baju kiri,
“Brettttt!”
Lagi-lagi ujung lengan bajunya terbabat buntung, akan tetapi dia selamat dan mukanya berubah merah saking marahnya. Tiba-tiba dia mengeluarkan lengking tinggi seperti orang menangis dan tahu-tahu tangan kirinya sudah mengeluarkan senjata jimatnya yang puluhan tahun tak pernah dikeluarkan, yaitu sebatang suling. Inilah “suling tangis” yang dahulu setiap kali terdengar suaranya membuat penjahat-penjahat seperti setan jatuh bangun dan iblis tunggang langgang.
Kini Song-bun-kwi mengamuk seperti iblis sendiri. Pedang dan sulingnya menyambar-nyambar merupakan dua gulungan sinar yang kadang-kadang berkumpul menjadi satu menyelubungi Beng Kui dari segala penjuru. Makin lama makin hebat dan dahsyat penyerangannya dan makin lemah pertahanan Tan Beng Kui yang merasa terkejut bukan main.
Tak disangkanya bahwa suling di tangan kiri kakek itu tidak kalah hebatnya dengan pedang yang berada di tangan kanan. Dia merasa seakan-akan dikeroyok oleh dua orang lawan. Seorang Song-bun-kwi masih mampu dia hadapi, tapi dua orang Song-bun-kwi…….? Terlalu banyak dan terlalu kuat baginya. Dia mengeluh dan maklum bahwa terhadap seorang lawan seperti kakek ini tidak ada ampun, tidak ada mundur, yang ada hanya menang atau mati.
Tiba-tiba berkelebat bayangan yang amat ringan gerak-geriknya, disusul bentakan yang nyaring merdu,
“Berhenti dulu! Tahan senjata!”
Tahu-tahu disitu sudah muncul seorang gadis muda dengan pedang di tangan, seorang gadis yang cantik manis, lincah, tabah. Bukan lain adalah Loan Ki dara lincah ini.
Akan tetapi terhadap bentakan seorang dara muda seperti Loan Ki ini, mana Song-bun-kwi mau perduli? Tentu saja Tan Beng Kui tidak dapat menahan senjata sefihak, karena hal ini berarti dia akan celaka. Kalau kakek itu tidak menghendaki berhenti, bagaimana dia bisa menghentikan pertempuran mati-matian itu? Memang dia ingin sekali menghentikan pertandingan, karena dia merasa lelah setelah bertanding selama lima ratus jurus lebih!
“Ihh, Kakek Song-bun-kwi ternyata namanya saja yang besar. Orangnya sih begitu-begitu saja, malah curang dan pengecut! Kalau tidak begitu masa menggunakan kesempatan menghina orang lain? Agaknya kalau berhenti sebentar saja, khawatir kalah. Hi-hi-hik, inikah tokoh nomor satu dari barat?”
Tan Beng Kui terkejut, juga para anak buahnya yang mendengar ucapan ini. Alangkah nekatnya Loan Ki, berani menghina seperti itu terhadap seorang iblis seperti Song-bun-kwi. Tentu saja kakek itu sendiripun mendengar semua ucapan Loan Ki, tiba-tiba dia mengeluarkan suara gerengan seperti harimau, tubuhnya melayang cepat sekali ke arah Loan Ki.
Gadis itu kaget, menggerakkan pedangnya, tapi tahu-tahu pedangnya terpental jauh dan kakek itu sudah berdiri di depannya sambil menodong batang lehernya dengan pedang!
“Bocah bermulut busuk!” Song-bun-kwi memaki. “Apa kau bilang tadi?”
Beng Kui pucat mukanya, merasa takkan mampu melindungi puterinya yang ditodong sedemikian rupa oleh kakek yang lihai ini. Dia hanya bisa berteriak,
“Song-bun-kwi, jangan layani bocah. Lepaskan anakku dan hayo kita lanjutkan pertempuran seribu jurus lagi!”
Ucapan ini benar saja membuat Song-bun-kwi meragu dan menurunkan pedang yang tadi ujungnya menodong leher Loan Ki.
“Anakmu terlalu lancang mulut…….” dia mengomel.
056
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI