PENDEKAR BUTA JILID 070
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Kini Loan Ki yang menjadi bingung dan heran, juga geli melihat tingkah orang Jepang yang aneh ini. Baru saja begitu ketakutan seakan-akan hendak berlutut menyembahnya karena mengira ia dewa, kemudian berubah kemalu-maluan dan ramah, tetapi sekarang tiba-tiba seperti kurang ajar!
“Apa maksudmu? Pencuri apa?” tanyanya dengan kening berkerut.
Pemuda Jepang itu meloncat-loncat, kaki tangannya bergerak-gerak dan mukanya seperti orang marah,
“Siapa lagi kalau bukan kau. Ya, kau pencurinya! Tak usah menyangkal, kau gadis nakal. Kau minta pun akan kuberi, kenapa mencuri? Hayo kau mengaku!”
Loan Ki makin terheran dan makin lama ia makin marah.
“Setan alas kau! Jangan kurang ajar, ya? Kau kira aku takut kepadamu?”
Nagai Ici tersenyum mengejek.
“Wah, ini mana bisa dibilang gagah kalau tidak berani mempertanggung jawabkan perbuatan sendiri? Sudah pandai mencuri, pandai berpura-pura dan menyangkal lagi. Hayo, dikanan kiri bibirmu yang merah itu masih berlepotan minyak, malah ujung hidungmu yang mancung itupun berminyak. Tak sempat kau mencucinya, ya? Wah, agaknya habis kau ganyang semua panggang paha macan punyaku tadi. Celaka!”
Loan Ki melongo dan baru teringatlah ia akan perbuatannya yang nakal tadi, yaitu mencuri panggang paha macan orang yang sedang mandi. Mukanya tiba-tiba menjadi merah seperti udang direbus dan otomatis tangan kirinya diangkat untuk menghapus bibirnya yang kiranya benar-benar penuh minyak! Wah, repotlah Loan Ki sekarang mengunakan kedua tangannya.
Karena malu dan bingung, Loan Ki menjadi marah sekali. Dengan telunjuknya yang runcing ia menuding kearah hidung Nagai Ici, pandang matanya melotot.
“Setan kau! Berani kau memperolokku?”
Nagai Ici tertawa, tubuhnya bergerak-gerak.
“Kau….. kau pencuri daging tukang nyolong!”
Kemarahan Loan Ki bukan kepalang lagi,
“Kau……. tikus, cacing, kadal, anjing, monyet, babi, kuda!”
Ia memaki-maki sejadinya dan menyebut nama semua binatang. Paling akhir ia mencabut pedangnya dan menantang.
“Hayo kita buktikan diantara kita siapa yang lebih gagah!”
Memang inilah yang dikehendaki Samurai Merah. Begitu bertemu dengan dara ini, semangatnya langsung terbetot, perhatiannya tertarik, hatinya terpikat tanpa dia sadari lagi. Tadinya dia hampir percaya bahwa dara jelita dan gagah perkasa ini adalah sebangsa peri atau bidadari.
Akan tetapi setelah “bidadari” itu bersuara, tahulah dia bahwa mahluk ini ternyata adalah seorang dara jelita yang wajar, seorang manusia yang hidup dan segar gembira lahir batinnya. Dia kagum bukan main dan melihat cara gadis ini tadi bergerak turun dari pohon, dia menduga bahwa tentu ilmu kepandaiannya juga hebat. Apalagi kalau diingat bahwa menurut kata gadis itu sendiri, para perampok jahat itu ketakutan melihatnya karena pernah ia beri hajaran. Tentu saja hal ini dia sendiri tidak dapat begitu saja mempercayai.
Inilah sebabnya, melihat bibir dan ujung hidung yang amat lucu indah itu berlepotan minyak, dia sengaja menuduh dan mengejek, dengan maksud membangkitkan amarah gadis itu dan mendapat alasan untuk menguji kepandaiannya. Dia kurang percaya kalau seorang gadis sehalus dan secantik ini, masih amat muda lagi, dapat “memberi hajaran” kepada seorang kepala penjahat seperti Lauw Teng dan anak buahnya.
Akan tetapi sedikitnya dia dapat menduga bahwa gadis yang “besar mulut” ini tentu memiliki ilmu pedang yang lumayan, terbukti dari cara mencabut pedang yang cukup cepat dan cekatan itu. Maka dia tidak berani memandang rendah dan diapun segera melolos pedang samurainya dari sarungnya.
“Nona cilik…….”
“Jangan sebut-sebut nona cilik. Apa kau sudah tua bangka? Kau sendiripun masih cilik, paling-paling hanya beberapa tahun lebih tua daripada aku. Lagaknya kaya orang tua saja!”
Nagai Ici tertawa. Dia sebetulnya seorang yang berwatak pendiam dan serius (sungguh-sungguh), akan tetapi berhadapan dengan dara lincah seperti ini mau tak mau bangkit kegembiraannya, sepasang matanya yang biasanya tenang dan tajarn itu kini bersinar-sinar, wajahnya yang gagah tampan berseri-seri.
“Hayo, kau mau bilang apa lekas bilang sebelum pedangku bicara, jangan cuma cengar-cengir seperti kunyuk mencium cuka!”
Lokan Ki membentak lagi. Dasar gadis lucu jenaka, sedang marahpun lucu, sama sekali tidak membuat orang takut.
“Nona……. besar, maksudku……. eh, apa perlunya kita mengadu senjata? Senjata pedang adalah benda tajam yang berbahaya, bagaimana kalau sampai melanggar tubuh? Lebih baik kita mengadu kepandaian dengan tangan kosong saja.”
“Ihhh, siapa sudi? Tadi sudah kulihat bahwa hanya dengan pedangmu yang bengkok itu kau pandai berkelahi. Kalau bertangan kosong, kau hanya mengandalkan cengkeraman dan tangkapan. Mana aku sudi bersentuh tangan dengan kau? Hayo lekas serang dengan pedangmu!”
Nagai Ici tetap ragu-ragu. Ia telah belasan tahun mempelajari ilmu pedang, dan selama ini samurainya amat ganas dan dikenal sebagai Samurai Merah. Ilmu pedangnya adalah ilmu pedang khusus untuk merobohkan lawan, begitu samurainya berkelebat, tentu membabat putus sesuatu. Mana dia tega melukai nona yang dia kagumi ini?
“Wah, kenapa bengong saja? Apa kau kira aku takut melihat pedangmu yang bengkok dan jelek itu? Pedang apa itu, pantasnya untuk potong babi!”
Diejek begini, panas juga hati Nagai Ici. Dia akan memperlihatkan kepandiannya dan tentu saja dia akan berhati-hati agar jangan sampai salah tangan melukai dara ini.
“Hemmm, kau hendak mengenal Samurai Merah? Bersiaplah!” bentaknya.
“Samurai Merah atau samurai belang bonteng, perduli apa aku? Hayo serang kalau berani, ngomong saja dari tadi kerjanya!” ejek Loan Ki.
Ia sendiri memang berwatak aneh, mudah marah, mudah gembira, lebih banyak gembiranya daripada marahnya. Sekarangpun kemarahannya karena dimaki tukang nyolong tadi sudah mereda dan ia menghadapi pedang jago muda Jepang itu terutama sekali karena ingin menguji sampai dimana kehebatan ilmu pedang aneh itu.
“Awas!” teriak Nagai Ici dan samurainya berkelebat membuat gerakan segitiga di depan tubuhnya.
Indah gaya pertahanan pertama dan dia lalu diam tak bergerak, hanya biji matanya yang hidup meneliti setiap gerakan lawan, terutama gerakan kedua lengan.
Loan Ki sudah tahu bahwa ilmu pedang orang ini memang aneh, sifatnya diam menanti serangan. Kalau iapun diam menanti, agaknya mereka berdua akan berdiri berhadapan memasang kuda-kuda dan berdiam terus seperti patung sampai seorang diantara mereka kalah karena menjadi kesemutan akibat berdiri diam terlalu lama. Maka ia tidak sudi menjadi patung dan cepat bagaikan kilat menyambar, pedangnya berkelebat menjadi segunduk sinar menerjang maju.
“Haaaaiiiiit!”
Nagai Ici berseru keras saking kagetnya melihat betapa ujung pedang gadis itu seakan-akan berubah menjadi belasan batang, tergetar dan menerjang kepadanya secara aneh, sukar diduga kearah mana ujung pedang itu akan menusuk! Dia segera, memutar samurainya sekuat tenaga, membabat kearah bayangan ujung-ujung pedang itu dengan maksud mempergunakan tenaganya untuk menghantam pedang gadis itu agar terlepas dari pegangan.
“Wuuuuuttttt!”
Samurainya yang berat, tajam dan bergerak cepat itu ternyata hanya menghantam angin belaka karena secara tiba-tiba belasan ujung pedang lawan itu sudah lenyap dan kembali berubah menjadi segundukan sinar pedang menyerangnya, kini dari kanan kiri atas bawah tak tentu ujung pangkalnya.
“Bagus………..!”
Mau tak mau Nagai Ici berseru memuji. Inilah hebat, pikirnya. Ilmu pedang yang luar biasa, jauh lebih hebat daripada ilmu golok ketua Hui-houw-pang tadi. Maklumlah dia bahwa gadis itu benar-benar bukan hanya mempunyai ilmu “gertak sambal” belaka, melainkan benar-benar seorang gadis muda yang “berisi”, yaitu yang memiliki kepandaian tinggi.
Makin gembiralah hatinya dari berkurang keraguannya karena kini dia tidak takut lagi untuk salah tangan sebab maklum bahwa gadis itu cukup mampu menjaga diri. Cepat dia memutar samurainya dan sinar pedang samurai itu berkilat-kilat menyambar kearah gulungan sinar pedang Loan Ki.
Dari angin sambaran pedang samurai, Loan Ki maklum bahwa orang muda itu memiliki tenaga gwakang (tenaga luar) yang amat kuat, maka ia tidak berani mengadu pedang, kuatir kalau-kalau pedangnya akan rusak bertemu dengan samurai yang digerakkan oleh tenaga gajah itu.
Ia mempergunakan kegesitannya dan bersilat dengan Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang luar biasa. Gerakannya indah dan lemah lembut, seperti seorang bidadari kahyangan tengah menari, pinggangnya yang ramping bergerak-gerak lemas, lehernya ikut pula bergerak-gerak, langkahnya berlenggang-lenggok dan untuk melengkapi ilmu pedang ini yang memang mengharuskannya sebagai taktik, ia tersenyum-senyum dan mengerling dengan amat manis dan ayunya.
Memang dahulu pencipta ilmu pedang ini, yaitu Si Pendekar Baju Merah Ang I Niocu, sengaja menciptakan ilmu pedang yang luar biasa untuk mengalahkan lawan-lawan berat. Bentuk tarian indah gemulai disertai senyum dikulum dan kerling memikat sesuai dengan wajah yang cantik jelita, semata-mata adalah taktik untuk mengacaukan konsentrasi (pemusatan pikiran) dan melemahkan daya tempur lawan.
Tentu saja Nagai Ici melihat ini semua dan hatinya berdebar tidak karuan. Bukan main indahnya ilmu pedang yang seperti tarian itu dan wajah gadis lincah itu makin lama makin cantik menarik.
Akan tetapi pemuda Jepang ini bukanlah seorang manusia biasa yang mudah lumpuh oleh kecantikan wanita. Semenjak kecil dia sudah digembleng oleh seorang daimyo (pendekar bernama besar) yang sakti, tidak saja diwarisi ilmu bermain samurai yang ampuh, juga sudah digembleng memperkuat batin dengan cara bersamadhi dan menyatukan pikiran.
Oleh karena ini, biarpun dia amat tertarik dan kagum melihat lawannya, dia segera dapat menekan perasaannya dan memperhebat gerakan samurainya, malah kini dia menguras semua jurus pilihan dan yang paling rahasia dari ilmu pedangnya untuk menghadapi ilmu pedang lawan yang lemah-gemulai namun mengandung daya serangan yang amat dahsyat.
Diam-diam Loan Ki kagum juga. ilmu silat aneh dengan pedang aneh pula ini kiranya setelah bergebrak, tidaklah selambat yang ia duga. Pertahanannya kokoh kuat dan biarpun serangannya tidak terlalu sering, namun tiap kali menyerang laksana kilat menyambar dari udara cerah. Inilah inti ilmu pedang lawannya dan inilah yang membuat berkali-kali samurainya itu berhasil tiap kali berkelebat. Kiranya memang mengandung gerakan menyerang tersembunyi seperti kilat yang menyambar dari angkasa yang sehingga sama sekali tidak tersangka-sangka datangnya. Iapun merasa malu kalau sampai kalah, maka ia mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua simpanan jurus ilmu pedangnya.
Hebat bukan main pertandingan itu. Jauh lebih hebat daripada tadi. Akan tetapi sekarang tidak nampak mengerikan sehingga lima orang gadis tawanan itu yang sejak tadi melongo dan terheran-heran, sekarang pada berdiri menonton dengan kagum.
Bagi mereka yang tidak mengerti ilmu silat, kelihatannya dua orang muda itu seperti sedang menari-nari secara indah dan aneh. Pedang dan samurai itu lenyap dari pandangan mata mereka, yang tampak hanyalah segulung sinar pedang seperti awan putih bergerak-gerak, dibarengi melesatnya sinar seperti kilat menyambari awan itu!
Seratus jurus lebih mereka bertanding, hampir satu jam lamanya. Mereka berdua sudah gobyos (bermandi peluh) dan sudah mulai lelah karena dalam pertandingan itu mereka mempergunakan semua tenaga dan kepandaian. Loan Ki mulai penasaran dan tidak sabar. Ia menanti kesempatan baik dan tiba-tiba dengan pengerahan tenaga Iweekangnya ia menghantam samurai lawan sekuatnya.
“Tranggggg!!”
Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang itu bertemu dengan amat kerasnya. Nagai Ici mengeluarkan suara keras seperti harimau menggereng dan tubuhnya terhuyung mundur tiga langkah. Loan Ki sendiri tergetar telapak tangannya dan cepat ia memindahkan pedang pada tangan kirinya. Karena ia sempat melompat kesamping, maka ia tidak sampai terhuyung seperti lawannya.
071
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI