RAJA PEDANG JILID 123
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Hong-moi….. Hong-moi….. jangan menangis….. ah, Hong-moi, apa yang terjadi…..? Aduh, kau cantik sekali Hong-moi.”
Kagetlah Kwa Hong ketika tiba-tiba Beng San memeluknya. Ketika ia memandang, ia melihat pemuda itu memandangnya dengan mata setengah terkatup, mulutnya berbisik-bisik dan dalam keadaan setengah sadar.
Kwa Hong amat mencinta Beng San, Semenjak pertemuannya dahulu, ia sudah mempunyai perasaan luar biasa terhadap Beng San. Makin lama perasaan ini menjadi makin kuat dan akhirnya, pertemuan mereka kembali ketika sudah dewasa, membuat perasaan luar biasa itu berkembang menjadi perasaan cinta kasih yang mesra.
Apalagi setelah mendapat kenyatan bahwa Beng San adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu sakti, cinta kasihnya menjadi makin hebat dan ia rela meninggalkan siapa saja, rela melakukan apa saja demi cinta kasihnya terhadap pemuda ini.
Sekarang, baru sekarang, ia melihat sikap Beng San yang membalas cintanya. la tidak tahu bahwa keadaan Beng San dalam setengah sadar, tidak tahu bahwa Beng San berada dalam pengaruh obat mujijat, tidak sadar pula bahwa dia sendiripun terpengaruh obat beracun itu.
Betapapun kuat batin orang, kalau dia masih muda, mudah sekali dia tunduk kepada nafsu. Apalagi dalam keadaan seperti mereka itu yang terkena racun, dalam keadaan setengah sadar, mudah sekali bagi iblis untuk menguasai hati dan pikiran mereka. Maka, berbahagialah orang-orang muda yang berbatin teguh, yang kuat untuk menahan nafsu, yang selalu ingat akan susila, menjauhkan diri daripada perbuatan maksiat. Sebaliknya, celakalah mereka yang berbatin lemah!
Masa muda remaja adalah masa yang paling gawat dan paling berbahaya dalam kehidupan manusia. Justeru di masa inilah, masa akil baliq, di waktu keadaan jasmani manusia sedang berkembang dan di waktu semangat sedang bernyala-nyala, di waktu manusia mengalami perubahan dari kehidupan kanak-kanak berubah menjadi manusia dewasa, dalam penghidupan paling banyak datang goda yang beraneka macam.
Dalam menanjaknya usia dewasa ini manusia masih belum banyak mengalami derita pengalaman pahit getir sebagai akibat daripada perbuatannya yang hanya menuruti perasaan hati dan nafsu, oleh karena kurang pengalaman ini membuat dia lalai dan lengah.
Jiwa yang belum matang oleh gemblengan hidup penderitaan, membuat dia hanya melihat hal-hal dari segi keindahannya dan kenangannya belaka. Tidak cukup luas pandangannya, tidak cukup jauh wawasannya dan semua ini mengakibatkan pertahanan batin yang amat lemah menghadapi godaan iblis yang selalu mengirrtai di balik hati perasaannya.
Orang muda seperti Beng San sesungguhnya tak mudah tergelincir oleh perangkap yang dipasang iblis dimana-mana, yang membahayakan setiap langkah dalam kehidupannya. Semenjak kecil biarpun jauh orang tua, namun boleh dibilang Beng San menemukan keadaan yang amat menguntungkan batinnya. Hidup sebagai kacung di kelenteng dekat dengan orang-orang saleh yang selalu mengutamakan perbuatan baik selalu mempelajari ilmu filsafat kebatinan yang mendekatkan manusia kepada Tuhan dan mengharamkan perbuatan maksiat.
Godaan terbesar dan paling berbahaya bagi orang muda, yaitu godaan berupa nafsu pelanggaran susila, sebetulnya tidak akan mudah menundukkannya. la sudah digembleng oleh orang-orang sakti, sudah memiliki dasar batin seorang ksatria utama, kiranya dia akan lebih suka kehilangan nyawanya daripada melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dan perikemanusiaan.
Akan tetapi, malang baginya, pada waktu itu dia sudah kehilangan kesadarannya akibat obat yang tercampur dalam arak dan makanan. Obat mujijat yang membuat dia lupa diri dan hanya menjadi hamba daripada nafsu tidak sewajarnya yang timbul oleh obat beracun itu.
Semua ini ditambah lagi oleh keadaan Kwa Hong yang memang mencintanya, seorang gadis muda yang semenjak kecil sudah memiliki sifat hendak menurutkan kata hati sendiri, yang lebih-lebih lagi pada waktu itu juga dipengaruhi oleh racun yang membuat ia menjadi hamba nafsu mujijat.
Namun, agaknya memang segala macam peristiwa di dunia ini sudah ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia boleh berusaha sekuat tenaga, boleh berikhtiar sedapatnya, bahkan sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha dan berikhtiar, namun akhirnya hanya Tuhan yang menentukan.
Peristiwa yang nampak kecil selalu menjadi sebab daripada perkara besar. Setitik bunga api dapat menyebabkan kebakaran sebuah kota. Peristiwa yang terjadi malam itupun kelak mengakibatkan terjadinya cerita hebat, cerita berjudul RAJAWALI EMAS yang akan menjadi cerita tersendiri sebagai lanjutan cerita RAJA PEDANG ini.
Gemuruh disertai hiruk-pikuk teriakan-teriakan diluar kamar membangunkan Beng San dari tidurnya. Pemuda ini membuka mata dan tubuhnya yang sudah memiliki kepandaian silat itu otomatis melompat turun dari pembaringan, siap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Kekagetan suara gemuruh itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan kekagetannya ketika dia melihat keadaan di dalam kamar yang indah ini. Kwa Hong tidur di atas pembaringan itu pula dalam keadaan yang membuat wajah pemuda ini seketika pucat. Ingatannya segera dapat membayangkan kembali apa yang telah terjadi malam tadi.
Kwa Hong juga terkejut mendengar suara gemuruh di luar. Gadis ini membuka mata, bangun duduk dan melihat Beng San sudah berdiri di pinggir pembaringan, gadis ini memandang dengan mata sayu, bibir mengulum senyum dan kedua pipinya menjadi merah.
Beng San merasa seakan-akan jantungnya ditusuk pedang, dia terhuyung mundur tiga langkah, makin terang sekarang ingatannya dan sambil memekik aneh dia melompat keluar kamar, sekali dorong dia merobohkan daun pintu dan terus meloncat keluar.
Dua orang perwira datang menubruk dengan pedang di tangan. Tapi Beng San Segera timbul marahnya, kemarahan luar biasa yang baru kali ini dia alami selama hidupnya. Tangannya menyambar dan dua orang perwira itu roboh dengan kepala remuk. Baru kali ini Beng San membunuh orang, membunuh dengan sengaja karena kemarahannya.
la berlari terus keluar dari bangunan itu dan kiranya di dalam cuaca pagi yang masih remang-remang itu terjadi peperangan hebat. Benteng itu, ternyata diserbu orang dan disana-sini terjadi perang tanding yang amat hebat. Semua ini membuat dia berdiri mematung. Dari gerakan orang-orang itu dan menilik pakaian mereka, dia dapat menduga bahwa penyerang itu tentulah barisan orang-orang Pek-lian-pai dan dia melihat pula tosu-tosu Hoa-san-pai dan orang-orang Kun-lun-pai!
Kiranya Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai telah bergabung dengan Pek-lian-pai lalu menyerbu benteng ini. Juga dia melihat Lian Bu Tojin sendiri bersama Pek Gan Siansu ikut mengamuk, malah dua orang ini menandingi Hek-hwa Kui-bo dan Siauw-ong-kwi. Juga tampak olehnya Thio Bwee ikut berperang di samping Thio Ki dan Kui Lok.
Yang amat mengherankan hatinya, disitu kelihatan pula nona Lee Giok yang dulu menyamar sebagai nyonya Liong atau yang oleh Pangeran Souw Kian Bi disebut Ji-enghiong, ikut bertempur di samping lima orang gadis lain yang ilmu pedangnya hebat-hebat!
Melihat semua orang gagah ini menyerang barisan pemerintah, hati Beng San makin perih. Semua orang itu, patriot-patriot sejati, orang-orang gagah perkasa sejati, berjuang untuk negara, mati-matian bertempur untuk mengusir penjajah. Dan dia? Ah, dia kena dibujuk musuh, untuk menolong nyawa sendiri dan nyawa Kwa Hong serta dua orang Hoa-san-pai, dia malah sudi berpesta-pora dengan musuh. Lebih hebat lagi, dia dan Kwa Hong….. ah, mengapa terjadl hal itu?
Seperti orang gila, Beng San menjambak-jambak rambutnya, menampar kedua pipinya dengan tangan sampai darah mengalir dari mulut dan hidungnya, menjambak-jambak lagi rambutnya sambil menangis.
“Apa yang kulakukan…..? Ah... Tuhan apa yang kulakukan? Mampus saja kau mampus!” Ia menampari lagi mukanya yang sudah tidak karuan macamnya itu.
Tiba-tiba dia dipeluk orang
“San ko….. San-ko….. kau kenapa… ?”
“Hong-moi…. tidak….. tidak! Biar aku mampus aku harus mampus…...”
la merenggutkan tubuhnya sampai Kwa Hong terpelanting. Tapi gadis ini menubruk lagi sambil menangis, memeluk tubuh Beng San, rambutnya terlepas, terurai membelai leher Beng San. Hal ini lebih-lebih mengingatkan Beng San akan peristiwa malam tadi. Kembali dia merenggutkan diri dan terlepaslah pelukan Kwa Hong.
‘San-ko….. kau ingatlah… San-ko, lihatlah aku. Aku Hong moi, aku istrimu … San ko suamiku…..”
Ucapan ini seperti garam pada hati yang terluka, membuat Beng San roboh terguling dan kembali dia menghantam muka sendiri. Darah mengucur dari pinggir matanya. la bertekad untuk memukul kepalanya dengan pukulan maut.
Akan tetapi tiba-tiba terngiang di telinganya wejangan-wejangan para hwesio di kelenteng dahulu tentang orang yang membunuh diri. Di waktu dia masih kecil, dia melihat seorang petani membunuh diri setelah membunuh isterinya sendiri karena keadaan yang terlampau miskin. Hwesio kepala dari kelenteng dimana dia bekerja berkata tentang itu,
“Membunuh diri untuk menyesali perbuatan dosa adalah perbuatan yang amat pengecut, malah menambah berat dosanya. Dosa harus ditebus dengan perbuatan-perbuatan baik. Membunuh diri karena menyesal berarti tidak berani mempertanggung jawabkan kesalahanannya, tidak berani menghadapi hukuman atas perbuatannya itu.”
Seketika dia menjadi tenang. la mengusap darah yang memenuhi mukanya, yang membuat mulutnya terasa sesak bernapas dan matanya terasa pedas sukar dibuka. la lalu bangkit berdiri dan ketika Kwa Hong hendak memeluknya, dia mengulur kedua tangan menolaknya halus.
“Jangan, Kwa Hong. Jangan ulangi perbuatan kita yang biadab!’
“Apa katamu? San-ko, kau bilang perbuatan biadab? San-ko, aku adalah isterimu, isterimu yang mencintamu sepenuh jiwa ragaku.”
“Diam, Kwa Hong! Kita sudah melakukan pelanggaran susila. Aku harus mampus untuk itu, tapi biarlah kau saja yang membunuhku. Aku….. aku tak dapat membunuh diri. Hong-moi, aku telah menodaimu, nah, kau cabut pedangmu dan kau bunuh aku.”
“Tidak, San-ko. Kau adalah suamiku ……”
“Bukan, Hong-moi. Aku tidak bisa menjadi suamimu…..”
“Tapi….. tapi aku isterimu yang mencinta. Aku….. aku cinta padamu…..”
Beng San menarik napas panjang, menggeleng kepala.
“Dulu sudah kukatakan kepadamu. Aku tidak mencintamu sebagai seorang kekasih. Aku cinta kepadamu sebagai seorang kakak terhadap adiknya. Hong-moi, memang aku sudah berdosa kepadamu. Aku tidak sengaja….. hemmm, tak perlu aku membela diri, pendeknya aku sudah berdosa kepadamu. Hanya tepat ditebus nyawa. Kau bunuhlah aku sebelum orang lain tahu, Hong-moi…. bunuhlah aku, bunuhlah!” Beng San menjerit-jerit minta dibunuh.
Tapi Kwa Hong terhuyung-huyung mundur, mukanya pucat sekali. Rambutnya yang terurai dan hitam itu menambah kepucatan mukanya. Air matanya bercucuran.
“San-ko….. kau….. kau tetap tidak mau mengambil aku sebagai isteri setelah….. setelah apa yang terjadi malam tadi…..?”
Beng San merasa jantungnya seperti diremas-remas.
“Tidak, Hong-moi. Kalau aku memaksa diri, dosaku makin besar. Hal itu berarti aku membohongimu, membohongi diri sendiri. Kau akan lebih tersiksa lagi kelak. Aku…., aku tidak bisa menjadi suamimu.”
“San-ko… katakanlah, apakah…, apakah ada orang lain…..?”
Beng San tersenyum pahit lalu mengangguk.
“Sungguhpun sekarang aku tidak ada harganya lagi untuk mencintanya. namun ….. didalam hatiku aku bersumpah .. aku hanya dapat mencinta dia seorang…..”
“Siapa dia? Bilang, siapa dia?”
Karena sedang bingung dan gelisah, pikirannya kacau-balau, Beng San menerangkan juga.
“Dia seorang gadis gagu, puteri Song-bun-kwi…..”
Kwa Hong menjatuhkan diri berlutut lalu menangis terisak-isak. Hati Beng San makin hancur melihat gadis itu berurai rambut sambil menangis demikian sedihnya.
“Hong-moi, kau….. kau bunuhlah aku sekarang juga. Aku sudah tidak suka lagi hidup di dunia ini…..” katanya dengan suara serak.
Tiba-tiba Kwa Hong meloncat bangun, mukanya pucat sekali, sepasang matanya tidak lagi menangis.
“Beng San! Kau….. kau manusia berhati kejam! Kau sudah dua kali menghinaku, menolak cintaku dan kau.., ah…., seharusnya kubunuh engkau!”
SELANJUTNYA»»
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI