RAJAWALI EMAS JILID 039

Bulan-bulan mendatang merupakan masa yang amat sulit bagi Li Cu. Beng San benar-benar telah berubah ingatannya, atau telah kehilangan ingatannya sehingga ia menjadi seperti anak kecil saja, anak kecil yang amat manja. Akan tetapi kemanjaan ini tertuju kepada…… isterinya, kepada Bi Goat! 

Dia telah lupa segalanya, keinginannya hanya berdekatan dengan Bi Goat, tak boleh ditinggalkan sebentar juga. Lebih hebat lagi, dia agaknya telah lupa akan semua kepandaiannya. Beberapa kali Li Cu mencobanya, namun benar-benar Beng San tidak ingat lagi bagaimana untuk bersilat sungguhpun tenaga murni dalam tubuhnya masih tetap kuat dan tidak ikut lenyap.

Cia Li Cu adalah keturunan orang-orang yang terkenal keras hati. Agaknya watak ini diwariskan oleh nenek moyangnya, yaitu Ang I Niocu, pendekar wanita sakti yang terkenal keras hati. Sekali mengambil keputusan takkan dapat diubah lagi, sekali menjatuhkan hati takkan dapat pula diubah. 

Setelah hatinya dikecewakan Beng Kui dan membuat ia benci sekali kepada suhengnya itu, barulah ia sadar bahwa semenjak dahulu sebetulnya ia tidak pernah mencinta Beng Kui. Perasaannya dahulu terhadap Beng Kui hanyalah kagum saja karena semenjak kecil suhengnya itu selalu lebih tinggi segala-galanya daripada dirinya sendiri, juga dalam ilmu silat. 

Maka begitu ia melihat watak yang buruk dalam diri Beng Kui, apalagi karena ia dikesampingkan dan suhengnya itu menikah dengan wanita lain, kekagumannya sekaligus buyar dan otomatis iapun tidak ada rasa suka kepada kakak seperguruan itu.

Terhadap Beng San lain lagi perasaannya. Sebetulnya lebih banyak perasaan terharu dan iba akan nasib orang muda itu daripada kekaguman. Malah sering kali ia merasa gemas kepada Beng San, anehnya, bukan gemas karena perlakuan pemuda itu kepadanya melainkan gemas karena Beng San begitu banyak kekasihnya! 

Memang cinta itu aneh sekali. Mendatangkan cemburu, kadang-kadang mendatangkan benci! Semua ini hanya dapat terasa oleh mereka yang menjadi korban panah asmara. Demikian hebat kekerasan asmara sehingga mampu menundukkan seorang gadis seperti Li Cu yang terkenal keras hati, berubah menjadi demikian jinak, demikian telaten dan sabar dalam merawat orang yang dicintanya.

Benar-benar bukan ringan pekerjaan Li Cu ini. Terutama sekali tekanan batin yang dideritanya. Bayangkan betapa beratnya bagi perasaan seorang gadis yang jatuh cinta untuk merawat orang yang dicintanya itu dan mendengarkan kekasihnya itu setiap saat memuji-muji dan menyatakan cinta kasihnya kepada seorang wanita lain.



Lebih hebat lagi bagi Li Cu, Beng San menyatakan cinta kasih kepadanya karena menganggap dia Bi Goat! Seringkali ia harus menahan-nahan air matanya karena hatinya seperti ditusuk-tusuk rasanya. Kadang-kadang terbayang pula senyum di bibirnya yang manis dan cahaya harapan di matanya yang indah itu manakala Beng San dalam ketidak-sadarannya “mengaku” kepada Bi Goat bahwa dia tertarik kepada Li Cu! Sungguhpun hanya sedikit sekali pengakuan cinta ini, namun sudah merupakan setetes embun menyegari bunga yang kekeringan di dalam hati Li Cu.

Betapapun juga, Li Cu adalah seorang gadis yang patut dipuji kebersihan dan kekuatan batinnya. Biarpun ia jatuh cinta kepada Beng San dan berbulan-bulan tinggal serumah dengan pemuda itu, namun gadis itu tetap dapat mempertahankan garis pemisah, tetap ia dapat mencegah terjadinya pelanggaran susila yang terdorong oleh iblis nafsu yang memabokkan.



Bagi Li Cu, cintanya murni dan timbul dari hati nurani yang bersih. Ia hanya mempunyai sebuah keinginan, yaitu merawat orang yang dicintanya, melihatnya sembuh dan harapan terakhir adalah harapan semua wanita yang mencintanya, yaitu, berhasil merebut hati kekasihnya, berhasil membuat dirinya dicinta kembali berlipat ganda dan akhirnya dapat menjadi seorang isteri yang terkasih. Hal ini mudah saja ia pertahankan oleh karena kini Beng San benar-benar amat penurut dan mentaati segala kehendaknya.

Dua orang pelayan setia itu masih merasa bersyukur dan berterima kasih sekali kepada Li Cu yang sekarang mereka anggap sebagai pengganti nyonya muda, sungguhpun diam-diam mereka terheran mengapa seorang nona cantik dan muda suka bersikap demikian baiknya terhadap Beng San. 

Namun sebagai orang-orang yang sudah berpengalaman akhirnya mereka dapat menarik kesimpulan bahwa semua itu adalah akibat daripada asmara yang mendalam dan suci. Maka tanpa ragu-ragu lagi merekapun lalu bercerita kepada Li Cu akan segala yang mereka ketahui tentang diri Beng San dan Bi Goat. Malah mereka memperingatkan nona itu agar hati-hati karena mereka berdua itu takut sekaii kalau-kalau lo-ya-cu, yaitu Song-bun-kwi Kwee Lun kembali dan mengamuk lagi.

“Entah bagaimana nasib bayi puteri Siauw-ya yang belum diberi nama itu,” pelayan tertua menutup kisahnya. “Semoga saja ia tidak menjadi korban keganasan Lo-ya yang sudah demikian kalap. Hamba benar-benar kuatir, ah… kalau Lo-ya pulang… apa yang terjadi?”



“Tenangiah, tak perlu kuatir. Kematian Bi Goat bukanlah karena kesalahan Beng San. Pula andaikata dia datang dan mau menang sendiri, ada aku disini untuk melindungi Beng San,” kata Li Cu dengan suara yang gagah. 





Akan tetapi sesungguhnya hatinya kecut kalau ia memikirkan kakek itu. Ia maklum bahwa kata-katanya di depan para pelayan itu hanya omong besar saja, karena kalau disuruh sungguh-sungguh menghadapi kakek Song-bun-kwi yang sakti itu, sedikit sekali harapan dia akan menang.

Oleh karena inilah pedang Liong-cu-kiam tak pernah terpisah dari tubuhnya, selalu terpasang di belakang punggung untuk menjaga segala kemungkinan. Sampai tiga bulan lebih Li Cu dengan tekun dan sabar merawat Beng San. Kesehatan Beng San sebetulnya sudah pulih, akan tetapi hanya kesehatan jasmani saja, ingatannya masih belum sembuh sama sekali.

Pagi hari itu, seperti biasa Li Cu mengajak Beng San duduk di taman bunga di sebelah kiri rumah. Setiap pagi gadis ini mengajak Beng San berjemur matahari pagi di tempat itu. Dan seperti biasa, dengan sikap manja sekali Beng San merebahkan diri di atas bangku panjang dan kepalanya telentang di atas pangkuan Li Cu!



Gadis ini dengan kasih mesra mengusap-usap rambut Beng San sambil memandangi wajah yang nampak bodoh itu.

“Beng San, masih belum ingatkah kau? Masih belum ingat benarkah bahwa aku adalah Li Cu?” perlahan Li Cu bertanya dengan suara lirih dan hati-hati sekali.

Beng San tersenyum, 
“Bi Goat, jangan kau menggoda aku. Kau tahu bahwa aku suka kepada Nona Cia Li Cu, bahwa aku tertarik dan kagum sekali kepadanya, lalu kau sekarang meggodaku, ya?”

Seperti biasa kalau mendengar kata-kata ini, Li Cu merasa tertusuk jantungnya. Ia menggigit bibir, matanya menjadi sayu, tapi ia menguatkan hatinya dan berkata lemah-lembut.

“Beng San, aku sungguh bukan Bi Goat. Aku Cia Li Cu, Beng San, akupun suka kepadamu, tapi… tapi jangan kau menyangka aku Bi Goat. Bi Goat sudah… sudah mati….” hati-hati sekali ia mengucapkan ini sambil menatap tajam-tajam muka orang di atas pangkuannya itu dan tangannya membelai dengan halus.

Beng San serentak bangkit dan duduk, kedua tangan Li Cu dipegangnya lalu ia berlutut diatas tanah. 

“Bi Goat, isteriku, jangan kau mempermainkan aku. Kalau Bi Goat sudah mati bagaimana kau bisa berada disini? Bi Goat, aku memang berdosa kepadamu, ampunkanlah aku… aku menurut segala kehendakmu, tapi… tapi jangan kau marah, jangan tinggalkan aku….”

Li Cu menarik napas panjang dan menggoyang-goyang kepalanya. Tidak ada kemajuan sama sekali. Kalau sudah merengek-rengek minta ampun begini Beng San tidak mau sudah kalau belum ia ampunkan. Terpaksa berkata,

“Sudahlah, aku ampunkan kau.”

Dengan girang Beng San rebah lagi dengan kepala di atas pangkuan Li Cu. Ia tersenyum-senyum dengan wajah berseri girang. Li Cu makin terharu melihat ini. Selama berbulan-bulan ini Beng San memasuki kamarnya yang terpisah, dan hal inipun selalu diturut oleh Beng San biarpun dengan wajah kelihatan berduka sekali! 

Li Cu sendiri mulai merasa ragu-ragu akan kekuatan pertahanan hatinya sendiri. Ia makin kasihan kepada Beng San. Selama berbulan-bulan menggantikan kedudukan Bi Goat ini, tampaklah jelas olehnya bahwa Beng San sama sekali bukanlah laki-laki mata keranjang perusak wanita seperti yang telah ia dengar dari suhengnya. 

Buktinya, terhadap isteri sendiri saja Beng San begini lemah lembut, menaruh hormat dan tidak mau bersikap menang sendiri. Apalagi terhadap wanita lain? Peristiwa yang terjadi antara Beng San dan Kwa Hong tentu terdorong oleh sesuatu, tidak sewajarnya. 

Beng San pernah bercerita kepadanya tentang itu, dikatakannya bahwa Beng San dan Kwa-Hong lupa karena pengaruh racun yang sengaja ditaruh dalam makanan oleh musuh dalam ketentaraan Mongol. Tapi Beng San hanya menyebut nama Pangeran Souw Kian Bu. Adapun tentang pengalaman Beng San dalam asmara dengan Thio Eng, dengan dia sendiri, ah, ia tidak percaya bahwa Beng San sengaja berlaku sebagai seorang pemuda mata keranjang. Ia sama sekali tidak mau percaya bahwa Beng San berwatak kotor, rendah atau cabul.

“Beng San, cobalah kau ingat-ingat, apakah kau benar-benar lupa akan kepandaian ilmu silatmu?”

Beng San tertawa, matanya berseri jenaka. 
“Bi Goat, jangan kau goda aku seperti itu! Kau tahu bahwa aku adalah seorang kutu buku, seorang yang sejak kecil hanya mempelajari kitab-kitab filsafat. Kitab To-tik-keng aku hafal di luar kepala. Kau boleh tanya tentang Su-si Ngo-keng, tentang filsafat hidup dan pelajaran agama. Akan tetapi ilmu silat? Huh, untuk apa ilmu silat itu? Hanya untuk menakut-nakuti orang, menyombongkan diri dan paling banyak hanya menjadi kepandaian tukang-tukang pukul dan buaya-buaya darat, tukang-tukang berkelahi saja!”

Sekali lagi Li Cu menarik napas kecewa. Ia tadinya tidak percaya dan pernah ia menyerang Beng San dan ternyata menghadapi sebuah pukulan biasa saja Beng San tidak mampu menghindarkan diri. 

Akan tetapi Iwee-kang di tubuhnya masih tetap ada dan kuat sungguhpun agaknya Beng San lupa pula bagaimana untuk menyalurkan hawa murni di tubuhnya itu. Tadinya ada pikiran padanya untuk melatih Beng San, akan tetapi pikiran ini ia buang lagi ketika ia teringat betapa tingkat kepandaian Beng San sebetulnya sudah jauh melampauinya sehingga kalau sekarang Beng San menerima pendidikan mulai pertama daripadanya, apakah akan jadinya? Jangan-jangan malah pelajaran itu menyeleweng dan tidak cocok dengan hawa murni di tubuh Beng San.

Ia menunduk dan memandang wajah yang tampan itu. Ah, kalau ia teringat betapa dahulu Beng San dengan berani mati menyerbu ke sarang Ho-hai Sam-ong, mati-matian datang untuk menolongnya! Kalau ia teringat akhir-akhir ini betapa Beng San tanpa mempedulikan diri sendiri telah menyedot asap beracun yang berada di dadanya, menyedot begitu saja dari mulut ke mulut! 

Ah, ia tidak saja berhutang budi, juga berhutang nyawa. Hanya dapat ia balas dengan cinta kasih. Kalau sudah mengenangkan itu semua, ingin ia mendekap kepala itu, ingin membelainya dan menunjukkan kasih sayangnya. Akan tetapi Li Cu menahan hatinya, hanya memandang dengan wajah sayu dan mata redup setengah dikatupkan.

Gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa sudah semenjak ia keluar bersama Beng San dari dalam rumah tadi, sepasang mata menyaksikan semua yang terjadi antara dia dan Beng San. Sepasang mata yang tajam, dilindungi alis tebal yang kadang-kadang mengerut, kadang bergerak-gerak. 

Sepasang mata itu kadang-kadang menjadi redup terharu, kadang-kadang menyorotkan api kemarahan. Sepasang mata milik seorang laki-laki tua yang tampan dan gagah perkasa, seorang pendekar yang bukan lain adalah Bu-tek Kiam-ong (Raja Pedang Tanpa Tandingan) Cia Hui Gan, ayah dari Cia Li Cu!

Dan baru saja dari lain jurusan, datang pula seorang tokoh lain yang gerakannya demikian ringan sehingga tidak terdengar oleh Si Raja Pedang sekalipun. Orang inipun mengintai dan matanya yang liar menjadi makin berputaran marah ketika ia melihat adegan mesra itu, yaitu Beng San rebah telentang di bangku dengan kepala diatas pangkuan seorang dara cantik jelita yang mengelus-elus rambutnya! 

Orang ini bukan lain adalah Song-bun-kwi Kwee Lun Si Setan Berkabung! Song-bun-kwi Kwee Lun masih dapat mendengar tanya jawab antara Li Cu dan Beng San tentang ilmu silat tadi dan kegirangan hatinya bukan main ketika ia mendengar bahwa Beng San telah hilang ingatannya dan telah hilang atau terlupa pula ilmu silatnya.

“Si keparat Beng San! Kau telah kehilangan kepandaianmu, sekarang kau akan kehilangan nyawamu yang harus menghadap Bi Goat untuk menebus dosa,” demikian katanya dalam hati. 

Tiba-tiba ia melompat keluar sambil tertawa bergelak. Tanpa berkata apa-apa serentak maju menubruk dan menghantam dada Beng San yang rebah telentang di atas bangku.
Li Cu berseru panjang. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi tubuhnya otomatis bergerak dan ia mendorong tubuh Beng San sekuat tenaga sambil ia sendiri melompat ke belakang dan mencabut pedangnya. 

Biarpun tubuhnya sudah terdorong dan terlempar dari bangku, tetap saja punggung Beng San keserempet pukulan Song-bun-kwi. Beng San terpelanting dan terguling-guling sambil muntahkan darah segar dari mulutnya. Baiknya Iwee-kang di tubuhnya masih ada dan otomatis tenaga dalam ini bekerja untuk menahan atau melindungi tempat yang terpukul, maka Beng San hanya mengalami luka ringan di sebelah dalam saja dan nyawanya selamat.







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)