RAJAWALI EMAS JILID 065

Akan tetapi sekarang keduanya berhadapan sebagai lawan yang sungguh-sungguh hendak bertempur, Sin Lee dalam kemarahannya hendak menghukum burung yang dianggapnya jahat itu, sebaliknya burung itu dengan nalurinya merasa bahwa pemuda ini hendak berbuat jahat kepadanya, hendak menyakitinya, maka iapun tidak mau main-main lagi. 

Melihat penyerangan hebat dari Sin Lee, burung rajawali emas itupun cepat mengelak dan mengibaskan sayapnya. Biarpun burung itu sudah termasuk berusia tua, namun tenaganya tidak berkurang semenjak dahulu. Kibasan sayapnya memiliki tenaga ratusan kati. Sin Lee yang melihat tamparan sayap inipun maklum bahwa burungnya tidak main-main, maka ia menjadi makin marah, cepat tubuhnya berkelebat mengelak dan dengan keras ia memukul kepala binatang itu.

Gerakan rajawali emas tetap gesit, serangan itu dapat ia elakkan pula dan dibalasnya dengan tendangannya yang biasanya hebat sekali. Namun Sin Lee yang sudah hafal akan semua gerakan burungnya, dapat menghindar. 

Terjadilah pertandingan yang bukan main serunya. Tubuh burung dan manusia itu berkelebatan sampai tidak kelihatan lagi, hanya tampak gulungan sinar kuning emas dan bayangan-bayangan yang menjadi satu. Debu mengebul tinggi dan daun-daun pohon di dekat tempat pertandingan itu bergerak-gerak seperti tertiup angin, malah daun-daun yang sudah menguning pada rontok berhamburan.

Sejam lebih mereka bertempur akhirnya burung itu harus mengakui keunggulan Sin Lee. Dua kali dadanya terkena pukulan dan segenggam bulunya di leher telah copot oleh cengkeraman pemuda itu. 

Sambil mengeluarkan keluhan panjang burung itu lalu terbang pergi. Ia tidak mau turun kembali, biarpun dipanggil dan dimaki-maki oleh Sin Lee, Kwa Hong menyesal bukan main setelah mendengar tentang pertempuran ini dan mendapat kenyataan bahwa sekali ini burung rajawali itu benar-benar tidak mau pulang ke Lu-liang-san. Akan tetapi Sin Lee tidak pernah memperlihatkan rasa sesalnya.

“Kalau dia tidak mau lagi ikut kita, mengapa kita harus menyesal? Biarlah dia tidak kembali lagi, tidak apa.”

“Lee-ji, kenapa kau berkata begini? Burung itu sudah belasan tahun ikut dengan aku, aku sayang padanya dan… ah, bukankah kalau ada dia mudah sekali kita hendak pergi kemana-mana? Dia adalah seekor binatang tunggangan yang jarang ada keduanya di dunia ini.”

“Aku masih memiliki kedua kakiku, kalau tidak ada dia, aku dapat pergi kemana saja dengan jalan kaki. Ibu, bukankah ibu seringkali mengatakan bahwa hidup di dunia ini terutama sekali harus mengandalkan diri sendiri dan tidak boleh bersandar kepada orang lain?”



Kwa Hong telalu menyayang puteranya maka iapun tidak tega untuk memarahinya. Diam-diam ia girang karena anaknya ini ternyata mendapatkan kemajuan pesat sehingga burung rajawali emas yang tidak mudah dikalahkan orang itu akhirnya kalah juga menghadapi puteranya. 

Maka ia lalu lebih tekun menggembleng Sin Lee sehingga akhirnya dia sendiri dengan pedang di tangan kanan dan cambuk anak panah di tangan kiri tidak mampu menandingi pedang puteranya, lebih dari lima puluh jurus!

Usia Sin Lee sudah delapan belas tahun ketika Kwa Hong membuka rahasia hatinya yang terpendam selama belasan tahun ini.



“Lee-ji puteraku sayang, kau sekarang sudah mewarisi semua kepandaian ibumu, dan kau sudah terlalu besar untuk tinggal terus di puncak gunung ini. Sudah tiba waktunya kau harus turun gunung memperluas pengetahuan dan… mencari jodoh.”

“Aku tidak inginkan jodoh!” 

Sin Lee memotong cepat dengan kedua pipinya kemerahan. Ibunya memandang penuh kasih dengan mata berseri-seri dan tersenyum. Alangkah tampan puteranya, melampaui Beng San! Teringat Beng San, jantungnya berdebaran dan terbayanglah semua peristiwa yang lalu dan perasaannya menjadi panas.

“Dengar, puteraku, Kau dulu sering kali menanyakan ayahmu dan kujawab bahwa ayahmu telah mati. Itu memang benar, akan tetapi baru sekarang hendak kuceritakan kepadamu sebab kematian ayahmu.”

Sin Lee segera memandang ibunya dan mendengarkan penuh perhatian. Sejak kecil ia merasa berduka dan kecewa sekali mendengar bahwa ayahnya telah mati.

“Apakah sebab kematian ayahku, Ibu?” tanyanya mendesak, Kwa Hong menarik napas panjang berulang-ulang, agaknya berat ia hendak mengeluarkan kata-kata. Akhirnya ia bicara dengan suara serak, 





“Anakku…, ayahmu she Tan jadi namamu Tan Sin Lee. Adapun kematian ayahmu tidak sewajarnya, melainkan dibunuh orang.”

Tldak ada reaksi apa-apa pada pemuda itu. Memang Sin Lee aneh orangnya. Ia tidak bisa menaruh hati dendam karena selama ia hidup di gunung itu ia tidak pernah menghadapi sesuatu dan segala peristiwa yang menimpa siapapun juga ia anggap sudah sewajarnya, pasti ada sebab menjadikan peristiwa itu, Umpamanya ketika ia kalah oleh hwesio tua, ia anggap hal itu terjadi karena ia memang kalah pandai dan habis perkara. Ia tidak menaruh dendam.



Sekarang, mendengar ayahnya mati dibunuh orang, otomatis ia menganggap bahwa ayahnya dibunuh karena kalah dalam pertempuran, jadi menurut pendapatnya, ayahnya yang bersalah mengapa sampai kalah!

“Banyak orang yang membunuh ayahmu. Pertama-tama adalah seorang laki-laki bernama… Tan Beng San!” ia berhenti sebentar, dan menahan air matanya, memandang puteranya.

Sin Lee kelihatan mengerutkan keningnya terheran, 
“Diapun she Tan, Ibu? Bukankah orang yang sama shenya itu berarti masih keluarga?”

“Tidak… tidak… banyak orang she nya sama tapi bukan apa-apa,” jawab Kwa Hong cepat.

“Hemmm, lalu siapa lagi, Ibu?”

“Orang kedua adalah seorang wanita bernama Cia Li Cu, isteri dari Tan Beng San itu.” 

Ia memang sudah mendengar bahwa Beng San telah menikah dengan Li Cu, maka ia menyebut nama wanita yang dibencinya karena iri hati dan cemburu ini.



“Adapun orang ketiga… dia adalah Song-bun-kwi Kwee Lun. Nah, tiga orang itulah yang telah membunuh ayahmu dan yang membuat ibumu hidup menderita. Kau harus mencari mereka, kau bunuhlah Cia Li Cu dan Song-bun-kwi Kwee Lun, tapi… kau jangan bunuh Tan Beng San, kau tangkap saja dan kau seret dia kesini!”

Sin Lee memandang ibunya dengan mata membelalak, 
“Kenapa, Ibu? Kenapa aku harus membunuh mereka? Mereka tidak mempunyai urusan apa-apa denganku.”




Kwa Hong balas memandang dengan marah.
“Apa? Kau tidak mau mewakili ibumu membalas sakit hati? Percuma sajakah aku mempunyai seorang anak laki-laki seperti kau, hidup menderita untukmu dan menurunkan semua kepandaianku untukmu?”

Sin Lee cepat-cepat memeluk ibunya yang telah menangis. 
“Sudahlah, Ibu. Sama sekali bukan begitu maksudku. Aku hanya menyatakan isi hatiku bahwa aku tidak mempunyai permusuhan dengan mereka. Akan tetapi kalau Ibu memerintah anakmu ini, biarpun harus melawan naga berapi akan kujalani. Terangkanlah maksud Ibu bagaimana, anak akan segera melaksanakan semua kehendakmu.”

Dengan terharu dan girang Kwa Hong memeluk puteranya, lalu berkata dengan sungguh-sungguh,

“Tugas yang kuserahkan kepadamu ini bukanlah tugas ringan, Anakku. Tiga orang yang kusebut-sebut tadi adalah orang-orang yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya. Song-bun-kwi Kwee Lun adalah seorang kakek sakti yang kepandaiannya dahsyat, terkenal dengan ilmu pedangnya Yang-sin Kiam-sut dan suling tangisnya yang dapat melumpuhkan semangat lawan. Dahulu, Song-bun-kwi Kwee Lun ini adalah tokoh nomor satu dari barat. Nah, kau harus cari orang ini di puncak Min-san, bunuhlah dia karena dia telah menjadi sebab rusaknya kehidupan ibumu.” sambil berkata demikian dengan gemas Kwa Hong mengenangkan Bi Goat yang dianggap telah merampas cinta kasih Beng San. 

Sekarang Bi Goat sudah meninggal dunia, maka ia anggap sudah semestinya kalau ia menyuruh puteranya membunuh kakek itu. Padahal ia mempunyai maksud lain dengan perintah ini. Ia tahu bahwa putera Bi Goat diarnbil oleh Song-bun-kwi maka mencari kakek itu berarti mencari putera Bi Goat dan Beng San!

“Kalau kau sudah bertemu dengan kakek itu, selain dia kau harus pula membinasakan seorang pemuda sebaya engkau yang menjadi cucunya atau putera seorang wanita bernama Bi Goat.”

Sin Lee mengerutkan keningnya, di dalam hatinya sebetulnya ia tidak setuju dengan tugas membunuh-bunuhi orang yang sama sekali tak dikenalnya itu. Akan tetapi ia tidak mau mengecewakan hati ibunya, orang yang amat dikasihinya itu.

“Hemmm, jadi kakek itu tinggal di Min-san, Ibu? Lalu yang lain-lain itu tinggal dimana?”

“Orang yang harus kau bunuh lagi adalah Cia Li Cu. Kau harus berhati-hati kalau berhadapan dengan dia ini. Dia adalah murid mendiang Raja Pedang. Ilmu pedangnya hebat sekali. Dia tinggal di Thai-san bersama… orang ketiga itu, yang bernama Tan Beng San.”

“Jadi Cia Li Cu itu isteri dari Tan Beng San?” tanya Sin Lee.

“…. eh, hem… betul. Cia Li Cu harus kau bunuh. Kemudian kau seret Tan Beng San itu kesini, kau hadapkan padaku. Ingat betul, jangan kau bunuh dia itu, boleh kau lukai kalau dia melawan, akan tetapi jangan sekali-kali kau bunuh. Aku yang hendak membunuhnya, dengan kedua tanganku sendiri!” Melihat pandang mata dan gerakan tangan ibunya, diam-diam Sin Lee terkejut sekali.

“Ibu, kenapa kau amat membenci Tan Beng San ini?”

Sampai lama Kwa Hong tak dapat menjawab dan mata yang tadinya bersinar ganas dan liar itu perlahan-lahan melunak dan air matanya hampir menitik turun. Cepat-cepat ia mengusap kedua matanya dan berkata perlahan, 

“Dia itulah yang menghancurkan hidupku, memaksa ibumu ini hidup menyendiri di puncak gunung ini. Kau harus berhasil menangkap dia, tak peduli apapun yang terjadi. Dia harus kau tangkap, kau seret kesini, Anakku….”

Suara ibunya yang penuh permohonan ini membanjirkan perasaan haru dan kasihan dalam dada Sin Lee. Diam-diam ia mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan ibunya ini, apapun yang akan terjadi dengan dirinya. 

“Ibu, agaknya aku akan berhasil menangkapnya dan menyeretnya ke depan kakimu. Tapi… dia itu orang macam apakah?”

Kwa Hong menarik napas panjang. 
“Kau tidak boleh memandang rendah Song-bun-kwi Kwee Lun, kau harus berhati-hati terhadap Cia Li Cu. Akan tetapi menghadapi orang ini, Anakku… aku benar-benar sangsi apakah kau akan dapat melawannya. Dia itulah sesungguhnya Raja Pedang, ilmu pedang dan ilmu silatnya luar biasa sekali, belum pernah aku melihat dia dikalahkan orang. Dia hebat… dia hebat….” 

Kwa Hong merenung, wajahnya agak berseri, bangkit kembali cinta kasihnya kalau ia merenungkan bekas kekasihnya itu.

“Dia laki-laki hebat….” kembali ia berkata dan kali ini dengan keluhan.

Panas hati Sin Lee mendengar ini. Biasanya ibunya hanya menganggap bahwa dialah orang yang paling pandai di dunia ini, sekarang ibunya memuji seorang musuh! 

“Ibu, aku bersumpah akan menyeret Tan Beng San itu ke depan kakimu. Kalau belum terjadi hal ini, aku bersumpah takkan kembali kesini.” 

Sin Lee cepat berkemas, membawa pedang pusaka pemberian ibunya, membuntal pakaian dan membawa beberapa potong emas, lalu turun gunung. Kwa Hong mengantar puteranya sampai di lereng gunung dan membekalinya banyak nasihat dan memesannya agar berhati-hati.


********






Next

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)