RAJAWALI EMAS JILID 077

“Dicari-cari setengah mampus kemana-mana tidak bisa bertemu, sampai Sukong menjadi berkuatir sekali. Hampir dua tahun Susiok pergi tak berbekas, kamipun sudah beberapa kali mencari ke segala penjuru dunia tanpa hasil. Eh, sekarang tahu-tahu nongol disini!” Li Eng berkata sambii menggeleng-geleng kepalanya. “Siapa tidak menjadi gemas?”

Kun Hong kelihatan gembira bukan main. 
“Bagus, bagus!” ia bertepuk tangan. “Akupun hendak ikut ke Thai-san. Dan kebetulan sekali, aku juga memang ingin melihat-lihat kota raja, sekarang ada kalian berdua menjadi teman, wah, senang sekali!”

“Tapi kita tidak boleh terlalu lama di kota raja, Susiok. Jangan sampai kita terlambat tiba di Thai-san,” kata Hui Cu mengingatkan. 

Gadis ini jarang bicara dan kalau sudah bicara selalu serius, tidak pernah main-main seperti Li Eng yang jenaka.

Kun Hong mengerutkan keningnya. 
“Berapa jauhnya sih Thai-san dari sini?”

“Kalau jalan kaki biasa sedikitnya satu bulan baru sampai,” jawab Hui Cu.

“Kalau kami berlari cepat, seminggu juga sampai,” sambung Li Eng. “Tapi Paman Hong mana bisa lari cepat?”

“Ah, begitu dekat? Sehari juga sampai kalau naik kim-tiauw….” tiba-tiba Kun Hong menghentikan kata-katanya karena teringat bahwa ia telah bicara terlanjur. Saking kagetnya ia menutupi mulut dengan tangan sendiri.

Dua orang gadis itu memandang heran, malah Li Eng tidak main-main lagi, melainkan memandang tajam penuh selidjk. 

“Apa maksudmu, Susiok? Kau bilang tadi menunggang kim-tiauw? Apakah kau bertemu dengan rajawali emas?” tanya Hui Cu, mukanya berubah.

Li Eng memegang tangan Kun Hong. 
“Paman Hong, dimana kau melihat rajawali emas? Dimana? Lekas beritahukan, dimana ada burung itu, tentu ada dia!”

Kun Hong menyesal sekali mengapa ia membuka rahasianya. Akan tetapi karena sudah terlanjur, apa boleh buat. 

“Pantas kalian terheran-heran, Memang di dunia ini tidak ada keduanya burung rajawali seindah itu, dengan bulunya berkilauan kuning keemasan dan sepasang matanya seperti kumala. Kalian tahu, malah burung rajawali emas itu memakai kalung mutiara yang indah!”

“Dimana dia? Dimana….?” 

Dua orang gadis itu bertanya mendesak, nampaknya tidak sabar lagi. Hal ini tidak mengherankan kalau keduanya memang sudah mendengar tentang Kwa Hong dan rajawali emasnya dan mereka menganggap Kwa Hong sebagai musuh besar yang telah menghina dan menyusahkan kedua orang tua mereka.

“Aaah, kalian ini anak-anak perempuan. Baru mendengar tentang mutiara indah saja sudah begini ribut. Apa kalian kira akan dapat dengan mudah saja mengambil kalung mutiara itu? Rajawali emas itu hebat sekali, bahkan Toat-beng Yok-mo saja tidak mampu menandinginya.”

Dua orang gadis itu saling pandang lagi, nampak terheran. 
“Paman Hong, apakah kau bertemu pula dengan Toat-beng Yok-mo? Dan setelah bertemu dengan rajawali emas, tentu kau telah bertemu pula dengan… iblis betina itu?” tanya Hui Cu, suaranya sungguh-sungguh.

“Iblis apa? Aku tidak pernah bertemu dengan iblis, iblis betina maupun iblis jantan,” jawab Kun Hong, heran mendengar pertanyaan Hui Cu ini.

“Hong-susiok, ceritakanlah semua pengalamanmu itu, ceritakan tentang pertemuanmu dengan rajawali emas, Aku ingin sekali mendengarnya,” kata pula Li Eng sambil menggandeng tangan kanan pemuda, itu.

“Kalian ingin mendengar? Baik, Hui Cu, kesinilah dekat-dekat!” 





Ia menggunakan tangan kirinya untuk menggandeng tangan Hui Cu sehingga mereka bertiga berjalan perlahan sambil bergandengan tangan. Kun Hong merasa gembira sekali dan dianggapnya bahwa dua orang keponakannya ini benar-benar menyenangkan dan amat manis budi. Dahulu ia pernah benci dan gemas terhadap kenakalan Li Eng, akan tetapi setelah berdekatan, mana bisa orang membenci dara remaja itu?

“Ketika dulu aku meninggalkan Hoa-san, aku sudah mengambil keputusan tidak akan kembali kesana karena aku benci sekali melihat bunuh-bunuhan yang terjadi disana. Sekarangpun aku benci melihat pembunuhan, kalau kalian membunuh orang, akupun akan membenci kalian. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Toat-beng Yok-mo yang terluka hebat, hampir mati.”

“Hi-hik, dia boleh mampus karena racun tongkatnya sendiri dan terluka di dua tempat oleh ayah ibumu” kata Li Eng.

Mengkal hati Kun Hong diingatkan bahwa ayah bundanya telah melukai, malah banyak membunuh orang. 

“Keadaannya amat menderita dan ia minta tolong kepadaku untuk mengantarkannya pulang ke lembah Sungai Huai. Karena kasihan, aku lalu memenuhi permintaannya dan menggendongnya sepanjang jalan berpekan-pekan lamanya.”

Li Eng tertawa. 
“Ayah ibunya yang melukai, anaknya yang menolong malah menggendongnya sepanjang jalan, benar-benar lucu. Masih untung kau tidak dibunuhnya, Paman Hong. Hebat sekali, iblis macam Toat-beng Yok-mo ditolong, malah digendong-gendong!”

Akan tetapi Hui Cu diam saja dan… diam-diam gadis ini merasa terharu dan kagum sekali akan pribadi pemuda yang menjadi paman gurunya ini. 

“Lalu bagaimana kau bisa bertemu dengan rajawali emas, Paman Hong?” tanyanya untuk menghentikan komentar Li Eng.

“Setelah kami tiba di dekat tempat tujuan, dalam sebuah hutan Toat-beng Yok-mo minta diturunkan dan ternyata ia sembuh kembali dan kuat.”

“Hi-hik, memang ia sebetulnya tidak usah digendong. Tentu saja ia kuat karena memang ia hanya mempergunakanmu sebagai perisai dan kau tentu akan dibunuhnya di tempat itu,” kata pula Li Eng.

“Eh, bagaimana kau bisa tahu?” Kun Hong terheran-heran.

“Hanya orang tolol saja yang tidak tahu!” jawab Li Eng. “Namanya saja sudah Toat-beng Yok-mo tukang mencabut nyawa. Dia terluka dan harus pergi jauh dari Hoa-san. Paman adalah putera Ketua Hoa-san-pai, tentu saja dapat dijadikan perisai yang amat baik. Hemm, lagi-lagi harus kukatakan bahwa untung sekali Paman tidak sampai dibunuhnya.”

“Eh, Adik Eng. Apakah kau berani mengatakan bahwa Susiok adalah seorang tolol?” Hui Cu menegur.

Li Eng pura-pura tidak mendengar jelas. 
“Berani mengatakan Susiok apa?”

“Bahwa Susiok adalah seorang tolol?” Hui Cu menjelaskan.

“Hi-hi-hik, kau mendengar sendiri, Paman Hong. Dua kali Cici Hui Cu memakimu sebagai orang tolol, bukan aku, lho!”

“Heee, kau memutar balikkan omongan!” 

Hui Cu memprotes akan tetapi Li Eng hanya tertawa-tawa saja. Kun Hong yang dipermainkan ini sama sekali tidak merasa dirinya dipermainkan, hanya tersenyum saja.

“Kalau pada saat itu tidak muncul rajawali emas, kiranya akupun akan dibunuh oleh Toat-beng Yok-mo seperti yang dikatakan oleh Li Eng tadi,” ia melanjutkan ceritanya, 

“Entah dari mana datangnya, seekor burung rajawali emas yang besar dan hebat sekali menyambar turun dan menerkam seekor kelinci. Melihat burung itu, Toat-beng Yok-mo lalu menyerangnya dan berusaha menangkapnya, akan tetapi berkali-kali Toat-beng Yok-mo roboh oleh burung itu, malah akhirnya kakek itu roboh pingsan oleh hantaman sayap burung.”

Dua orang gadis remaja itu saling pandang, malah Li Eng menjulurkan lidahnya yang kecil merah itu keluar dari mulutnya tanda kagum dan terkejut. Kalau orang seperti Toat-beng Yok-mo dapat dikalahkan sedemikian mudahnya, alangkah lihainya burung itu. Apalagi pemiliknya!

“Kemudian rajawali emas itu menyambarku dan membawaku jauh sekali, kepuncak sebuah gunung yang tak kuketahui namanya. Disana, dalam sebuah gua, aku hidup bersama burung itu sampai satu setengah tahun lamanya.”

Li Eng memandang tajam dan tidak mau main-main lagi. 
“Paman Hong, apakah kau tidak bertemu dengan pemilik burung, dengan iblis wanita itu?”

“Aku tidak tahu apa yang kau maksudkan, Li Eng. Aku tidak melihat seorangpun manusia hidup disana. Kemudian setelah aku mengenal burung itu baik-baik dan ia mengerti kata-kataku, setelah satu setengah tahun, aku menyuruh dia mengantarkan aku turun karena aku tidak bisa turun sendiri dari tempat yang curam dan berbahaya itu. Nah, setelah tiba dibawah gunung, burung itu terbang kembali ke puncak dan aku hendak kembali ke Hoa-san. Celakanya, aku sesat jalan dan sampai kesini, karena sudah dekat kota raja, aku bermaksud melihat-lihat kota raja lebih dulu. 

Disini aku bertemu dengan Sin-eng-cu Lui Bok yang mengakui aku sebagai murid keponakannya lalu aku terlibat dalam urusan Hwa-i Kai-pang sampai kalian berdua muncul.” 

Kun Hong sengaja tidak mau bercerita tentang kitab-kitab yang ia baca, malah ada empat buah kitab yang ia bawa dalam saku bajunya, yaitu tiga buah kitab milik Toat-beng Yok-mo dan sebuah kitab pelajaran hoat-sut dari Sin-eng-cu Lui Bok.

Demikianlah, tiga orang muda itu melakukan perjalanan dengan penuh kegembiraan, terutama sekali yang membuat mereka selalu bergembira adalah sifat Li Eng yang amat jenaka dan lincah. 

Sementara itu, dengan amat tekunnya Kun Hong mempergunakan setiap kesempatan waktu untuk membalik-balik lembaran kitab pemberian Sin-eng-cu Lui Bok dan makin banyak ia membaca, makin tertariklah hatinya. 

Secara diam-diam mulailah dia berlatih diri mempelajari ilmu yang amat aneh dan ajaib, yang erat hubungannya dengan ilmu batin karena ilmu ini hanya dapat dilakukan dengan pengerahan tenaga murni dan hawa sakti dalam tubuh. Dengan petunjuk-petunjuk yang berada dalam kitab ini, makin teranglah bagi Kun Hong tentang rahasia samadhi dan mengatur napas, dan memperkuat daya sakti dalam tubuhnya.

Semua ini ia latih diluar sepengetahuan dua orang gadis remaja itu yang selalu yakin bahwa paman mereka adalah seorang pemuda yang tampan, berwatak halus, berbudi, dan buta ilmu silat.


********






Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)