RAJAWALI EMAS JILID 084
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Setan perempuan!!”
Tampak sinar berkelebat disusul gulungan sinar itu menyambar kearah Li Eng. Kiranya dengan amat cepat Si Golok Sakti ini sudah mencabut senjatanya dan membacok ke arah Li Eng. Memang gerakannya hebat dan luar biasa cepatnya, namun kini ia menghadapi Li Eng dara perkasa yang sudah mewarisi ilmu sakti dari Im-kan-kok (Lembah Akhirat).
“Trang! Tar-tar”
Bunga api berpijar dan terpaksa Si Golok Sakti meloncat ke ke belakang untuk menghindari serangan ujung sabuk sutera hitam itu. Sebaliknya diam-diam Li Eng terkejut sekali karena telapak tangannya terasa menggetar ketika ujung sabuk suteranya menangkis golok lawan tadi. Ia maklum bahwa lawan ini benar-benar tak boleh dibuat main-main. Namun ia masih mengejek,
“Hi-hik, kenapa mundur? takutkah?”
Di pihak Sin-toa-to Liong Ki Nam yang sudah banyak pengalaman, iapun terkejut karena mendapat kenyataan bahwa dara remaja ini benar-benar lihai, tidak saja dapat menangkis serangan goloknya, malah dapat membalas dengan serangan sabuk sutera hitam yang aneh itu. Namun tentu saja ia tidak takut. Ia mengeluarkan suara menggereng ketika mendengar ejekan ini, lalu ia membentak,
“Siluman betina, kau tunggu golokku menamatkan riwayatmu!”
Goloknya diputar-putar diatas kepala, berubah menjadi gulungan sinar mengerikan yang mengeluarkan suara mendesing-desing.
Tiba-tiba sebatang sinar hitam berkelebat memasuki gulungan sinar putih itu dan terdengar Liong Ki Nam berseru tertahan disusul loncatannya ke belakang dan ia berjungkir-balik lalu memandang kepada Bhong Lo-koai yang sudah berdiri di depannya bersandarkan tongkat hitam, matanya penuh pertanyaan dan teguran mengapa temannya ini tadi menahannya.
“Liong-kauwsu, sudah seringkali aku beri tahu bahwa amatlah tidak baik menurutkan nafsu amarah, membuat orang lupa diri. Kaupun tadi tak mampu mengendalikan kemarahan sampai kau lupa bahwa yang hendak kau serang itu adalah siuli-siuli pilihan Pangeran. Andaikata kau dapat membunuh mereka, apakah yang akan dikatakan kelak oleh Pangeran?”
Muka yang merah dari Liong Ki Nam tiba-tiba berubah pucat dan ingatlah ia bahwa tadi ia telah menurutkan nafsu dan sama sekali tidak ingat bahwa hampir saja ia mencelakai dirinya sendiri.
Memang, sudah jelas bahwa Pangeran tergila-gila kepada dua orang gadis manis ini dan Pangeran menyerahkan persoalan ini, yaitu agar supaya dua orang gadis ini dapat menjadi selir-selir terkasih. Kalau sampai dia salah tangan membunuh mereka bukankah ia akan mendapat marah dari Pangeran? Bukan tak mungkin karena mengecewakan dan menyusahkan hati Pangeran, lehernya sendiri akan terpenggal tanpa ia mampu mempertahankannya lagi. Karena ini ia cepat mundur, menyimpan goloknya dan tidak berani berkata apa-apa lagi.
Sementara itu Bhong-lokai sudah melangkah maju. Tongkatnya yang hitam dan buruk itu bergerak perlahan kearah Li Eng dan Hui Cu. Dua orang gadis ini adalah ahli-ahli silat tinggi tak dapat ditipu dengan gerakan yang kelihatannya lemah dan lembut ini.
Segera keduanya mengangkat pedang menangkis. Dua batang pedang di tangan gadis itu bertemu dengan tongkat dan… tanpa mengeluarkan suara dua batang pedang itu menempel pada tongkat, tak dapat dilepaskan lagi seperti dua batang jarum menempel pada besi sembrani yang amat kuat.
“Nona berdua, lebih baik menyerah saja. Tiada gunanya memberontak terhadap perintah Pangeran, kalian akan berdosa besar,” kata kakek aneh itu, matanya yang sipit itu makin meram.
Diam-diam kakek ini mengerahkan seluruh tenaga Iwee-kangnya, karena selain ia harus menempel sepasang pedang dua orang gadis itu, juga ia berusaha menarik dan merampasnya. Alangkah kagetnya ketika ia menghadapi perlawanan tenaga Iwee-kang yang juga tidak lemah, apalagi dari pihak Li Eng.
Demikianlah, biarpun tampaknya tiga orang ini tidak bergerak dengan senjata mereka saling tempel, sebetulnya mereka sedang mengadu hawa sakti dalam tubuh untuk mencapai kemenangan.
Li Eng tak dapat menahan kemarahannya lagi. Orang-orang ini menganggap dia orang apakah maka berani main gila? Dengan seruan nyaring dan merdu tangan kirinya bergerak dan sinar hitam menyambar ke arah leher Bhong Lo-koai. Cepat sekali sambaran ini dan dengan jitu mengarah jalan darah yang amat berbahaya bagi keselamatan kakek itu.
Bong Lo-koai mengeluarkan seruan tertahan saking kaget dan marahnya. Tiba-tiba tongkatnya melepaskan tempelannya pada dua batang pedang, bergerak menangkis sabuk sutera itu. Ia mengalami kekagetan hebat namun berhasil menyelamatkan diri.
Adapun Li Eng terkejut ketika merasa betapa sabuk suteranya terbetot dan lengannya kesemutan ketika tongkat itu menangkisnya. Malah Hui Cu terhuyung sedikit ketika pedangnya terlepas dari tempelan tongkat. Ini saja sudah membuktikan bahwa tenaga Iwee-kang dari kakek ini luar biasa.
Kini maklumlah Li Eng dan Hui Cu bahwa mereka berdua menghadapi lawan-lawan tangguh. Baru dua orang itu saja, Sin-toa-to Liong Ki Nam dan terutama kakek ini, Bhong Lo-koai, memiliki kepandaian yang tinggi, malah Li Eng dapat menduga bahwa tingkat dua orang ini lebih tinggi dari tingkat Hui Cu, dan agaknya kakek aneh ini bukan merupakan lawan ringan baginya.
Apalagi kalau tujuh orang itu semua maju, siapa tahu diantara mereka malah ada yang lebih lihai dari Bhong Lo-koai. Akan tetapi urusan ini menyangkut kehormatan mereka, tak mungkin mereka menyerah menjadi selir Pangeran! Biar mereka harus mempertaruhkan nyawa, mereka akan melawan sekuat tenaga. Dengan mata berkilat-kilat Li Eng dan Hui Cu memasang kuda-kuda dan Lie Eng berteriak marah,
“Anjing-anjing penjilat! Majulah kalian, majulah semua. Jangan harap kami akan menyerah sebelum leher kami putus!”
Ang-moko, yaitu seorang diantara para jagoan, yang tertua dan yang sejak tadi hanya tersenyum saja, kini berkata,
“Kalau kalian tidak berhasil menawan dua ekor kuda betina liar ini, tidak saja Pangeran akan marah kepada kalian, juga nama kalian akan menjadi rusak. Masa tua bangka-tua bangka seperti kalian tidak mampu menangkap dua ekor kuda betina yang muda ini? Heh-heh-heh, memalukan sekali!”
“He, Ang-moko kakek tua! Kau hanya membuka mulut saja tapi tidak mau turun tangan. Habis apa kerjamu disini?” teriak Souw Ki kasar.
Ang-moko tertawa lagi terpingkal-pingkal.
“Aku suka mengurus pekerjaan besar, bukan segala macam usaha menangkap kuda betina yang liar. Kau lebih patut untuk pekerjaan macam ini.”
“Sudahlah, untuk apa melayani kegilaan Ang-moko?” kata Sin-toa-to Liong Ki Nam. “Kita beramai tangkap dan tawan dua orang gadis ini, tangkap hidup-hidup jangan sampai lolos atau terluka.”
Enam orang itu memasang kuda-kuda, adapun Ang-moko hanya menonton sambil tertawa-tawa.
“Paman Hong, kalau aku mati disini, tolong sampaikan kepada ayah dan ibu bahwa anaknya mati sebagai seorang gagah!” kata Li Eng tanpa mengalihkan perhatiannya kepada para jagoan yang sudah siap hendak menerjangnya itu.
“Sampaikan hormatku kepada ayah ibuku, Hong susiok,” kata Hui Cu, berbeda dengan Li Eng suaranya agak terharu dan sungguh-sungguh.
Kun Hong gelisah sekali, seperti diremas rasa hatinya. Ia tak kuasa mencegah pertempuran yang pasti akan berlangsung hebat ini, karena ia maklum bahwa dua orang keponakannya itu sudah tentu lebih baik berjuang sampai mati daripada menyerah menjadi selir Pangeran mata keranjang itu.
Akan tetapi tidak benar ini, pikirnya. Melawan pemerintah, sama pula memberontak. Biarpun tidak salah, dunia akan mengecapnya sebagai pemberontak dan pengkhianat dan hal ini akan menyeret nama baik seluruh keluarga. Tak boleh ia membiarkan dua orang keponakannya itu melakukan dosa seperti ini. Dikumpulkannya tenaga batinnya yang gelisah, dipusatkan hawa sakti di tubuhnya, semua ditarik ke pusat pandangan mata lalu ia membentak,
“Li Eng dan Hui Cu! Simpan pedangmu dan jangan melawan.”
Ketika ia berteriak demikian itu, para jagoan sudah mulai bergerak maju mengeroyok Li Eng dan Hui Cu. Suara beradunya senjata sudah terdengar bertubi-tubi dan tubuh kedua orang gadis itu sudah lenyap terbungkus gulungan sinar pedang mereka sendiri. Namun begitu teriakan ini terdengar, dua orang gadis itu melompat ke dekat Kun Hong seperti ditarik oleh tenaga gaib.
“Baiklah, Paman Hong,” kata keduanya seperti dari satu mulut dan berbareng pula keduanya menyimpan pedang dan berdiri tegak menghadapi para jagoan itu yang saling pandang dan merasa terheran-heran.
Hanya dua orang gadis itu saja yang merasakan betapa hebat dan ampuhnya pengaruh suara Kun Hong tadi, suara yang tak mungkin terbantah oleh mereka, suara yang harus mereka turut dan taati karena seakan-akan adalah suara dari hati mereka sendiri yang melumpuhkan seluruh daya kemauan.
Kun Hong sendiri sama sekali tidak tahu bahwa dalam keadaan yang tegang dan menggelisahkan tadi, ia telah mempergunakan tenaga batin dari ilmu hoat-sut yang ia baca dari kitab pemberian Sin-eng-cu Lui Bok sehingga ia telah “menyihir” dua orang keponakannya sendiri sehingga dua orang dara itu menuruti perintah tanpa syarat lagi!
“Ha-ha-ha, bagus sekali! Kiranya tidak keliru Pangeran memilih kau sebagai pengurus perpustakaan. Agaknya kau tidak sebodoh yang kami kira,” kata Thian It Tosu. “Memang jauh lebih baik menyerah dan hidup penuh kemuliaan disini daripada melawan kekuasaan Pangeran karena akan membuang nyawa sia-sia belaka.”
“Kami bertiga menyerah untuk ditawan, bukan menyerah untuk menerima kedudukan,” jawab Kun Hong dengan suara dingin.
Kembali tujuh orang itu saling pandang lalu Thian It Tosu mengangkat pundak.
“Kalian orang-orang aneh, tapi urusan kami sudah selesai, biarlah selanjutnya Tan-taijin yang akan mengurus kalian. Serahkan senjata!”
Li Eng dan Hui Cu tidak melawan ketika pedang mereka dan sabuk sutera Li Eng dilucuti, sedangkan pedang di pinggang Kun Hong tidak ada yang menganggap karena memang tidak ada yang tahu. Siapakah orangnya dapat menduga bahwa pemuda yang lemah ini membawa-bawa pedang?
Mereka ditahan dalam tempat terpisah dan sebelum berpisah, Kun Hong berkata kepada dua orang gadis itu,
“Jangan kuatir, aku akan berdaya upaya untuk menginsyafkan Pangeran agar kita dibebaskan kembali. Kita tidak berdosa. Jangan kalian menggunakan kekerasan. Percayalah, orang yang benar pasti dilindungi Tuhan Yang Maha Adil.”
Akan tetapi alangkah kaget hati Kun Hong ketika tiba-tiba Ang-moko dan Bhong Lo-koai bergerak ke depan menggerakkan tangan menyerang dua orang gadis itu. Karena Li Eng dan Hui Cu sama sekali tidak mengira akan datangnya serangan mendadak ini, mereka tak dapat mengelak dan roboh lemas dalam keadaan tertotok.
Kiranya dua orang jagoan tua ini telah saling memberi tanda-tanda dan karena mereka tidak ingin melihat dua orang gadis yang kosen ini akan menimbulkan kerewelan lagi, keduanya turun tangan menotok jalan darah mereka.
“He, apa yang kalian lakukan?” Kun Hong berteriak-teriak. “Akan kulaporkan ini, kalian akan dihukum! Kami sudah menyerah, kenapa kalian merobohkan dua orang keponakanku? jahat sekali kalian….”
Akan tetapi tujuh orang itu tidak mempedulikannya lagi, malah ia segera diseret ke lain jurusan sedangkan dua orang gadis yang sudah lemas tidak berdaya lagi itu dibawa ke tempat lain.
Percuma saja Kun Hong berteriak-teriak sampai suaranya serak. Ia dilempar ke dalam sebuah kamar kosong yang berjendela kecil beruji besi. Hanya ada sebuah bangku panjang dan sebliah meja kecil di kamar ini, selebihnya kosong. Dengan hati risau Kun Hong melempar diri ke atas bangku dan dengan gelisah memikirkan nasib kedua orang keponakannya.
Pembesar yang oleh Kaisar dikuasai untuk mengatur semua urusan yang timbul dan terjadi di lingkungan istana, adalah Tan-taijin. Tan-taijin ini orang yang berwatak jujur dan setia, orangnya tinggi besar seperti raksasa dan mempunyai wibawa besar. Kiranya para pembaca masih ingat akan tokoh cerita ini yang bernama Tan Hok, pemimpin kaum Pek-lian-pai yang amat berjasa terhadap perjuangan.
Malah dalam pergolakan belasan tahun yang lalu ketika para bekas pejuang saling berebutan kedudukan malah ada yang memberontak kepada Kaisar, kembali Tan Hok ini memperlihatkan jasanya dan menolong Kaisar dari serbuan kaum petualang yang hendak merebut kekuasaan.

Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI