JAKA LOLA JILID 002

 


“Keparat jahanann!!” 

The Sun memaki, akan tetapi tiba-tiba mukanya merah sekali dan dia termenung. Teringatlah dia ketika dia masih dalam keadaan jaya dahulu, entah berapa banyak wanita yang dia permainkan tanpa mempedulikan akibatnya. Heran sekali. Biasanya mendengar cerita macam ini baginya malah terasa lucu, dan biasanya mungkin dia akan mentertawakan wanita yang mengalami nasib demikian. 

Akan tetapi mengapa sekarang, di depan wanita ini, timbul rasa kasihan dan marah? Apakah ini kemarahan karena dia tak senang mendengar orang melakukan perbuatan jahat dan sewenang-wenang, ataukah kemarahan ini timbul justeru karena wanita inilah yang dipermainkan dia tidak tahu, pendeknya waktu itu dia marah sekali terhadap mereka yang telah mempermainkan wanita itu.

“Kemudian bagaimana, Nona? Teruskan'”

“Saya diusir dari rumah mereka tanpa diberi apa-apa dan diancam akan dipukuli sampai mati kalau tidak lekas pergi. Dengan hati remuk saya terpaksa pergi dan sampai di rumah tua ini karena tidak ada lain tempat yang dapat saya datangi. Tak lama kemudian datanglah Kang Moh ini…..” la memandang kearah mayat itu dan bergidik ngeri. 

“Dia ini juga orang-nya keluarga Lee, dan tadinya saya kira dia menyusul dengan pesan dan maksud baik daripada mereka. Tidak tahunya Kang Moh hendak melakukan perbuatan keji dan melanggar susila. Baiknya kau datang menolong, In-kong…… akan tetapi setelah In-kong menolong saya, apa artinya bagi saya? Keadaan saya masih belum terlepas daripada penderitaan, saya tiada sanak keluarga, tiada handai taulan, tiada sahabat. Kemana saya harus pergi? Bagaimana saya dapat hidup?” Ia menangis lagi sesenggukan.

The Sun bangkit berdiri. Dalam sinar matanya tampak api yang penuh ancaman. 
“Nona, dimana tempat tinggal keluarga Lee itu? Katakan dimana mereka itu, akan saya paksa mereka menerimamu kembali dan mengawinimu sebagaimana mestinya.”

“Percuma, In-kong. Mereka tidak akan mau dan harap In-kong jangan memandang rendah mereka. Mereka itu orang-orang kejam dan ganas, pandai main silat dan didalam dusun ini selain terkenal sebagai keluarga terkaya, memiliki tanah yang luas, juga terkenal sebagai jagoan-jagoannya. Tiga orang itu ditakuti semua orang di dusun. Jangan-jangan kau akan dipukuli, Inkong, dan kalau hal ini terjadi, ah, aku menyesal, karena kau tertimpa malapetaka oleh karena aku.”

The Sun tertawa. 
“Anjing-anjing itu mampu memukul saya? Ha-ha-ha, Nona, boleh mereka coba! Kau tunggu saja disini sebentar, Nona. Aku tanggung bahwa mereka akan menerimamu secara baik-baik atau mampus, karena hanya itulah pilihan mereka. Nah, di sebelah mana rumah mereka?”

Nona itu menuding kearah timur. 
“Rumah mereka mudah dikenal, paling besar, merupakan gedung tembok dan di depannya banyak gentong-gentong tempat gandum. Mereka siap menerima hasil panen dan gentong-gentong itu sudah dijajarkan di pekarangan depan.”

“Nona tunggu saja sebentar disini, aku akan segera datang lagi.” 

The Sun berkata sambil melangkah lebar menghampiri mayat Kang Moh, kemudian dia mencengkeram rambut mayat itu dan menyeretnya keluar dari dalam rumah tua. Tentu saja orang-orang menjadi heran dan terbelalak memandang seorang laki-laki muda dan tampan berjalan cepat di jalan dusun sambil menyeret tubuh Kang Moh yang sudah menjadi mayat! 

Semua orang dusun mengenal siapa Kang Moh dan amat takut kepadanya, karena Kang Moh merupakan tukang pukul keluarga Lee. Siapa kira sekarang Kang Moh sudah mati dan mayatnya diseret-seret seperti bangkai anjing saja oleh seorang pemuda yang tidak mereka kenal. 

Apalagi melihat pemuda itu menuju ke rumah gedung keluarga Lee, keheranan mereka bertambah dan berbondong-bondong orang dusun mengikuti The Sun dari belakang. Akan tetapi, karena rasa ngeri, takut dan juga jerih akan kemarahan keluarga Le, mereka mengikuti dari jauh dan secara setengah sembunyi.

Memang mudah mengenal gedung keluarga Lee. Di dalam pekarangan depan rumah itu terdapat banyak gentong yang masih kosong dan sebuah alat timbangan digantung di sudut. 

The Sun menyeret mayat Kang Moh ke dalam pekarangan yang masih sunyi itu, kemudian dia mengangkat mayat itu, dilemparkan ke ruangan dalam. Mayat itu melayang ke depan menubruk pintu yang segera terbuka dan menimbulkan suara hiruk-pikuk.





Terdengar pekik kaget di sebelah dalam rumah. 
“Kau kenapa, Kang Moh? He, dia….. dia mati…..” 

Di dalam rumah menjadi ribut dan terdengar bentakan keras, 
“Siapa yang main gila disini?” 

Lalu melompatlah sesosok bayangan orang tinggi kurus dari dalam. Ketika tiba diluar dan melihat The Sun berdiri bertolak pinggang di dalam pekarangan, orang itu melangkah lebar, menghampiri.

The Sun memandang dengan senyum mengejek. Orang ini usianya kira-kira tiga puluh tahun, kelihatan kuat dan gerak-geriknya gesit, tanda bahwa dia mengerti ilmu silat. Teringat akan cerita nona itu, dia segera mendahului,

“Apakah kau putera keluarga Lee yang tertua?”

“Jembel busuk, kau siapa? Benar, aku tuanmu adalah putera sulung. Mau apa kau mencari Lee-toaya? Eh, mayat Kang Moh itu…..” Orang itu ragu-ragu dan melirik ke dalam rumah.

“Tak usah bingung. Mayat itu aku yang melemparkan ke dalam, malah akulah yang telah membunuhnya.”

Orang she Lee itu kaget setengah mati, juga marah sampai mukanya merah. 
”Siapa kau dan mengapa kau main gila disini?”

“Aku The Sun, kulihat anjing gila peliharaanmu itu hendak mengganggu nona yang seharusnya menjadi nyonya rumah disini. Orang she Lee, kau dan dua orang adikmu, telah berlaku sewenang-wenang kepada nona Ciu Kim Hoa. Setelah kalian berbuat mengapa tidak berani bertanggung jawab? Mengapa kalian malah mengutus anjing gila peliharaan kalian itu untuk menggigitnya?”

Muka yang pucat itu kini berubah merah. Kemarahan putera sulung Lee ini tidak dapat dikendalikannya lagi. 

“Bangsat rendah, jembel busuk, berani kau bicara begini di depanku? Berani kau mencampuri urusan kami? Setan, kau mau apa?”

Kalau menurutkan nafsu hatinya, ingin sekali pukul The Sun membinasakan orang ini. Namun dia ingat akan Ciu Kim Hoa dan dia menahan kesabarannya.

“Orang she Lee, sekarang kau pilihlah salah satu. Pertama, kau harus menerima kembali nona Ciu, mohon ampun kepadanya, kemudian mengawininya secara sah, menyerahkan hak kepadanya sebagai nyonya rumah dan diperlakukan sebagaimana mestinya. Atau yang kedua, kau dan adik-adikmu itu boleh memilih kematian di tanganku, karena demi roh nenek moyangmu, kalau kau tidak memenuhi tuntutanku itu, aku akan membunuh kalian bertiga!”

“Keparat, kau kira aku takut akan ancamanmu yang kosong? Kau malah yang harus membayar hutangmu atas nyawa Kang Moh!” 

Orang she Lee itu lalu membentak keras dan menerjang maju, mengirim pukulan tangan kanan yang keras kearah dada The Sun. Melihat gerakan ini, The Sun tersenyum. Seorang ahli silat biasa saja. Kalau dia mau, sekali sodok dia akan dapat membauat nyawa orang ini melayang ke neraka. 

Akan tetapi dia tidak mau menuruti nafsu hatinya dan ingin memperlihatkan kepandaiannya agar orang ini kapok dan taat. Dengan mudah dia mengelak dengan miringkan tubuh, kemudian tangan kirinya menyambar dan “plak-plak!” kedua pipi di muka orang she Lee itu dia tampar dengan keras. 

Seketika kedua pipi itu menjadi bengkak dan orang itu mengusap-usap kedua pipinya dengan pringisan saking nyerinya. Namun dia membentak lagi dan menerjang makin marah, malah dibarengi teriakan keras memanggil adik-adiknya. 

Sebetulnya tak perlu dia berteriak karena dua orang adiknya itu setelah tadi ribut-ribut memeriksa tubuh Kang Moh, sekarang sudah berlari keluar dan mereka marah sekali melihat betapa kakak mereka bertempur dengan seorang pemuda yang tak mereka kenal. Siapa orangnya yang berani berkelahi, dengan Lee Kong, kakak mereka? Kurang ajar! Tanpa berkata apa-apa lagi dua orang pemuda yang usianya kira-kira dua puluh empat dan dua puluh delapan tahun ini serta merta menyerbu dan mengeroyok The Sun.

“Ha-ha-ha, jadi kalian bertiga inikah putera-putera keluarga Lee? Bagus, sekarang dapat kuberi hajaran sekaligus.” 

Begitu ucapannya terhenti, terdengar pekik kesakitan tiga kali dan tiga orang muda itu terlempar ke belakang dan roboh bergulingan. Baiknya The Sun hanya ingin memberi hajaran saja, maka mereka tidak terluka hebat, hanya dilemparkan dan roboh saja.

“Nah, sekarang bersumpahlah untuk menerima kembali nona Ciu dan mengawininya secara sah. Kalau kalian tidak mau, sekali lagi roboh kalian takkan mampu bangun lagi!”

Dasar pemuda-pemuda hartawan yang sudah terlalu biasa semenjak kecil diberi kemenangan terus, tiga orang she Lee ini tentu saja enggan mengalah. Pengalaman pahit ini baru mereka alami kali ini selama mereka hidup. Biasanya, jangankan merobohkan mereka, melawanpun tidak ada yang berani.

“Jembel busuk, kaulah yang akan mampus!” teriak mereka dan seperti tiga ekor anjing galak, mereka menyerbu lagi, kini malah dengan senjata di tangan. 

Kiranya mereka itu masing-masing menyimpan sebatang pisau panjang yang tadi mereka selipkan di ikat pinggang.

Habislah kesabaran The Sun. la maklum bahwa andaikata mereka itu terpaksa menerima kembali Kim Hoa karena dia tekan, kiranya nona itu kelak takkan terjamin keselamatan dan kebahagiaannya hidup di tengah orang-orang macam ini. 

Kasihan nona itu kalau harus menjadi keluarga mereka, tentu hanya siksa dan derita saja yang akan dia alami selama hidupnya. Kemarahannya memuncak, apalagi melihat berkelebatnya tiga batang pisau panjang itu, baginya seperti seekor harimau mencium darah. The Sun berseru panjang, melengking tinggi suaranya dan gerakannya amat cepat sehingga tiba-tiba lenyaplah dia dari pandangan mata ketiga orang pengeroyoknya.

Jerit yang terdengar beruntun tiga kali, sekarang amat mengerikan karena itulah jerit kematian dari tiga orang pengeroyok itu. Tahu-tahu mereka telah roboh berkelojotan dan tepat di ulu hati mereka tertancap pisau masing-masing, amat dalam sampai ke gagangnya dan ujung pisau tembus sedikit di punggung! Adapun The Sun sudan tak tampak lagi di tempat itu!

Gegerlah dusun itu. Orang-orang yang tadi menonton sambil sembunyi, sekarang keluar dari tempat persembunyian. Namun tiga orang muda itu tak tertolong lagi, begitu pisau dicabut nyawa mereka ikut tercabut. Tinggal kakek dan nenek keluarga Lee yang menangis meraung-raung. 

Tampak juga orang-orang dusun, terutama yang wanita, menangis karena terharu, akan tetapi banyak orang laki-laki dusun itu diam-diam terfawa, bahkan wanita-wanita itu setelah pulang ke gubuk masing-masing juga tertawa lega. Sudah terlalu banyak penderitaan lahir batin mereka alami dari tiga orang pemuda Lee itu.

The Sun sudah kembali ke dalam rumah tua. Hatinya berdebar cemas, dan dia kembali merasa heran kepada dirinya sendiri. Kenapa dia cemas dan takut kalau-kalau wanita itu tidak berada lagi disitu? Kenapa dia khawatir kalau-kalau Kim Hoa membunuh diri? Bagaikan terbang dia tadi kembali ke tempat ini dan kedua kakinya gemetar ketika dia memasuki rumah tua.

Wajahnya seketika berseri ketika dia lihat Kim Hoa masih berada disiu, berdiri di sudut dengan mata selalu memandang keluar, agaknya mengharapkan kembalinya. Memang betul dugaannya karena begitu melihat dia muncul, Kim Hoa segera lari menghampiri.

“Bagaimana, In-kong?”

The Sun tersenyum dan hendak menggodanya. 
“Mereka dengan senang hati suka menerimamu kembali, Nona, malah bersedia mengawinimu. Kau akan menjadi nyonya muda disana, dihormati dan disegani di samping nyonya tua ibu mereka.”

Tiba-tiba nona itu menangis sesenggukan dan menutupi mukanya. The Sun mengerutkan keningnya, namun sepasang matanya bersinar-sinar dan bibirnya tersenyum karena dia senang melihat bahwa dugaannya benar. la sudah menduga bahwa gadis itu pasti tidak suka kembali kesana, biarpun dikawin sah, dijadikan nyonya rumah, karena memang watak tiga orang laki-laki itu amat buruk.

“Nona, kenapa kau menangis? Bukanlah hal itu baik sekali?”





  • SELANJUTNYA 

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)