JAKA LOLA JILID 031
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Kongcu tidak tahu tentang dia, laginya, kalau sebentar lagi aku mati, kongcu mau bisa berbuat apa kepadaku?” Si muka pucat memasuki bilik dan dua orang kawannya hanya saling pandang.
“Dia terluka hebat dan agaknya betul-betul tidak akan dapat ditolong, biarkanlah dia menebus kekalahannya dan membalas dendam,” kata si rambut putih sambil mengeluarkan pipa tembakaunya dan mengisap. Si brewok juga mengangkat pundak.
Siu Bi telah terkena bubuk beracun Ang-hwa-tok (Racun Kembang Merah) yang membuatnya mabuk dan pingsan. Akan tetapi gadis ini adalah murid dari Hek Lojin, seorang tokoh dunia hitam. Ketika gadis ini mempelajari Iweekang, latihannya dengan berjungkir balik sehingga dalam pengerahan Hek-in-kang, jalan darahnya membalik dan sinkang di tubuhnya membentuk hawa Hek-in-kang yang beracun hitam.
Oleh karena itu, ketika ia terkena pengaruh racun Ang-hwa-tok, hanya sebentar saja ia tercengkeram dan pingsan. Pada saat itu, ia sudah mulai bergerak, biarpun masih pening dan ketika ia membuka matanya, cepat ia merapatkan lagi karena segala yang tampak berputaran sedangkan darahnya di kepala berdenyut-denyut.
Cepat ia mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh memabukkan ini. Untung baginya, ketika tadi terkena racun Ang-hwa-tok, ia baru mengerahkan Hek-in-kang sehingga tenaga mujijat inilah yang menolak sebagian besar daripada pengaruh racun. Kini dengan sinkang, ia berhasil mengusir hawa beracun, akan tetapi pikirannya masih belum sadar benar dan ia merasa seakan-akan melayang di angkasa, belum sadar benar dan belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. la merasa seperti dalam alam mimpi.
Mendadak ada orang menubruk dan memeluknya sambil mencengkeram pundak. Siu Bi kaget bukan main, cepat membuka matanya. Hampir ia menjerit ketika melihat bahwa yang menindihnya adalah seorang laki-laki bermuka pucat bermata beringas dan mulutnya menyeringai liar, dari ujung bibirnya bertetesan darah menghitam!
la tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang mengerikan ini terhadap dirinya, ia menyangka bahwa ia akan dibunuh dan dicekik, maka cepat Siu Bi mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang yang ada pada dirinya, kemudian sambll meronta ia rnenggunakan kedua tangannya menghantam dengan pengerahan Hek-in-kang.
Lambung dan leher orang yang bermuka pucat itu dengan tepat kena dihantam, dia memekik keras, tubuhnya terpental dan roboh terguling ke bawah dipan. Ketika Siu Bi melompat bangun, ternyata orang itu sudah rebah dengan mata mendelik dan dari mulutnya bercucuran darah, napasnya sudah putus!
Siu Bi bergidik mengenangkan bahaya yang hampir menimpa dirinya. Dengan penuh kebencian ia menendang mayat itu sehingga terlempar keluar dari pintu bilik kecil.
Sementara itu, si brewok dan si rambut putih yang sedang enak-enak duduk diatas perahu, terkejut bukan main mendengar pekik tadi. Cepat mereka melempar pipa tembakau kesamping dan melompat, menyerbu kedalam bilik. Sesosok bayangan menyambar mereka. Si brewok menyampok dan bayangan itu adalah temannya sendiri, si muka pucat yang sekarang sudah menjadi mayat!
Tentu saja di samping rasa kaget, mereka berdua marah sekali melihat seorang teman mereka tewas dalam keadaan seperti itu. Bagaikan dua ekor biruang, mereka berteriak keras dan menyerbu kedalam bilik.
Siu Bi menjadi nekat. la sudah siap dan telah mengerahkan Hek-in-kang untuk melawan. Akan tetapi sedikit banyak racun Ang-hwa-tok masih mempengaruhinya. la mencoba untuk menerjang kedua orang yang menyerbu itu dengan pukulan Hek-in-kang. Namun dua orang lawannya bukanlah orang lemah. Mereka itu, terutama si rambut putih, adalah jagoan-jagoan dari Ching-coa-to dan mereka sudah tahu akan kelihaian ilmu pukulan Siu Bi, maka cepat mereka mengelak lalu balas menyerang.
“Gong-twako, kita tangkap hidup-hidup!” seru si brewok.
Si rambut putih maklum akan kehendak kawannya ini. Memang, setelah gadis ini berhasil membunuh seorang kawan, kalau dapat menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup kepada kongcu mereka di Ching-coa-to, bukanlah kecil jasanya. Pertama, dapat menangkap musuh yang membunuh seorang anggauta Ang-hwa-pai (Perkum-pulan Kembang Merah), kedua kalinya, dapat menghadiahkan seorang gadis yang cantik molek kepada kongcu!
Siu Bi melawan dengan nekat, menangkis sepenuh tenaga dan mencoba merobohkan mereka dengan pukulan Hek-in-kang. Namun, kedua orang musuhnya amat kuat dan gesit, sedangkan kepalanya masih terasa pening. Tiba-tiba tampak sinar merah dan Siu Bi cepat-cepat menahan napasnya, namun terlambat. Kembali ia mencium bau yang amat harum dan tiba-tiba ia menjadi lemas dan roboh pingsan lagi!
Ternyata bahwa si rambut putih telah berhasil merobohkannya dengan bubuk racun merah, senjata rahasia yang menjadi andalan para tokoh Ching-coa-to.
Siapa mereka ini? Mereka bukan lain adalah tokoh-tokoh yang menjadi anggauta sebuah perkumpulan yang disebut Ang-hwa-pai. Sesuai dengan namanya, para tokoh ini mempunyai tanda setangkai bunga berwarna merah menghias sebagai sulaman pada baju yang menutup dada kiri. Ang-hwa-pai bersarang di Pulau Ching-coa-to, yaitu Pulau Ular Hijau.
Kiranya para pembaca cerita Pendekar Buta masih ingat akan nama Ching-coa-to. Pulau ini adalah tempat tinggal Ching-toanio, ibu dari Giam Hui Siang dan ibu angkat dari Hui Kauw isteri Pendekar Buta. Setelah Ching-toanio meninggal dan kedua orang puterinya itu menikah dan meninggalkan Ching-coa-to, pulau itu menjadi kosong, hanya ditinggali bekas anak buah Ching-toanio yang hidup sebagai perampok dan bajak sungai.
Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang wanita yang kulitnya agak kehitaman, pakaiannya serba merah, wanita yang galak dan genit, yang usianya sudah mendekati lima puluh tahun, akan tetapi masih kelihatan pesolek dan genit sekali. Dia ini bukanlah wanita sembarangan dan para pembaca dari cerita Pendekar Buta tentu mengenalnya. Dia merupakan seorang diantara tiga saudara Ang-hwa Sam-ci-moi yang amat lihai ilmu silatnya.
Didalam cerita Pendekar Buta, tiga orang kakak beradik ini bertanding hebat melawan Pendekar Buta. Dua diantara mereka, yaitu Kui Biauw dan Kui Siauw, tewas dan yang tertua, Kui Ciauw berhasil melarikan diri sambil membawa mayat kedua orang saudaranya. Wanita yang datang ke Ching-coa-to adalah Kui Ciauw inilah.
Tentu saja para anak buah Ching-coa-to telah mengenalnya. Di dunia hitam, siapa yang tidak mengenal Ang-hwa Sam-ci-moi yang malah lebih lihai daripada suci mereka, si wanita iblis Hek-hwa Kui-bo yang telah tewas pula? Karena percaya akan kelihaian Kui Ciauw, para anak buah Ching-coa-to mengangkat Kui Ciauw menjadi kepala dan wanita ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Ang-hwa-pai, sesuai dengan julukannya, yaitu Ang-hwa Nio-nio.
la sengaja mengumpulkan orang-orang dari golongan hitam, dipilih yang memiliki kepandaian tinggi, malah ia lalu melatih mereka dan menurunkan kepandaian melepas bubuk racun kembang merah kepada para pembantunya.
Setelah masa peralihan kekuasaan, menggunakan keadaan yang kacau, perkumpulan hitam ini merajalela, merampok membajak dan keadaan mereka makin menjadi kuat karena banyak perampok ternama dan lihai yang melihat kemajuan dan pengaruh Ang-hwa-pai, lalu menggabungkan diri.
Ang-hwa Nio-nio atau Kui Ciauw ini tak pernah melupakan dendam hatinya terhadap Pendekar Buta yang telah membunuh dua orang adiknya. Akan tetapi maklum bahwa tidak mudah membalas dendam kepada orang sakti itu, ia tekun memperdalam ilmunya, bahkan ia menyusun kekuatan partainya dengan maksud kelak akan menyerang ke Liong-thouw san.
Ang-hwa Nio-nio, seperti lainnya para tokoh dunia gelap, biarpun sudah berusia hampir setengah abad, riamun masih merupakan seorang wanita cabul yang gila laki-laki. Oleh karena itu, bukan rahasia lagi bagi para anak buahnya akan kesukaan ketua ini mengunnpulkan laki-laki yang masih muda dan tampan, menjadikan mereka itu kekasih atau “selir”, tentu saja banyak diantara mereka yang melakukan hal ini karena dipaksa dengan ancaman maut.
Baru setelah munemukan seorang pemuda tampan bernama Ouwyang Lam, kerakusannya mengumpulkan pemuda-pemuda tampan berhenti. Ouwyang Lam adalah georang pemuda dari daerah Shan-tung, bertubuh tegap kuat berwajah tampan, anak seorang bajak tunggal. Bersama ayahnya, Ouwyang Lam menggabungkan diri pada Ang-hwa-pai dan tentu saja pemuda tampan ini tidak terlepas dari incaran Ang-hwa Nio-nio.
Akan tetapi, kali ini Ang-hwa Nio-nio “jatuh hati” betul-betul kepada Ouwyang Lam. Agaknya cinta tidak memilih umur sehingga dalam usia hampir setengah abad, Ang-hwa Nio-nio benar-benar kali ini jatuh cinta! Segala kehendak Ouwyang Lam dituruti dan pertama-tama yang diminta oleh pemuda pintar ini adalah mengusir atau membunuhi puluhan orang “selir” laki-laki itu! la ingin memonopoli ketua Ang-hwa-pai, bukan karena cantiknya, melainkan karena kedudukannya yang mulia dan karena pemuda ini ingin mewarisi kepandaiannya.
Dan demikianlah kenyataannya. Ouw-yang Lam diambil sebagai “putera angkat” oleh Ang-hwa Nio-nio, mendapat sebutan kongcu (tuan muda), dihormat oleh seluruh anggauta Ang-hwa-pai dan selain kedudukan yang tinggi ini, juga pemuda yang cerdik ini setiap hari memeras ilmu-ilmu kesaktian dari “ibu angkat” alias kekasihnya ini untuk dimilikinya.
Terdorong cinta kasih yang membuatnya tergila-gila, Ang-hwa Nio-nio tidak segan-segan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu beberapa tahun saja ilmu kepandaian Ouw-yang Lam amat hebat. Bahkan Ilmu Pedang Hui-seng Kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang) yang menjadi kebanggaan Ang-hwa Sam-ci-moi dahulu, telah diajarkan kepada Ouwyang Lam.
Dasar Ouwyang Lam memang pandai Mengambil hati, maka dia bersumpah kepada kekasihnya bahwa kelak dia sendiri yang akan membalaskan dendam kekasihnya itu kepada Pendekar Buta. Tentu saja untuk ini dia memerlukan ilmu kepandaian yang tinggi agar dapat berhasil? Tidak ini saja, malah pemuda tampan ini begitu dimanja sehingga segala permintaannya dituruti, termasuk kegemarannya akan wanita cantik. Ang-hwa Nio-nio yang sudah setengah tua itu tidak mempunyai hati cemburu, bahkan rela membagi cinta kasih Ouwyang Lam.
Demikianlah sekelumit keadaan Ang-hwa-pai di Ching-coa-to. Kalau kepalanya bergerak keutara, tak mungkin ekornya menuju ke selatan demikian kata orang-orang tua. Dengan pimpinan macam Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, dapat dibayangkan betapa bobroknya moral para anak buah dan anggauta Ang-hwa-pai.
Mereka ini seperti mendapat contoh dan demikianlah, seluruh wilayah di sebelah barat dan selatan kota raja, penuh oleh orang-orang Ang-hwa pai yang bergerak dan merajalela menjadi perampok atau bajak yang malang-melintang tanpa ada yang berani melawan mereka. Asal ada penjahat yang memakai tanda bunga merah di dada yang melakukan gerakan, tidak ada yang berani berkutik!
Ouwyang Lam amat pandai sehingga untuk memperkuat kedudukannya, dia tidak segan-segan mempergunakan uang untuk menyuap sana-sini, menghubungi para pembesar dan menghamburkan uang secara royal kepada para pembesar korup yang memenuhi negara pada masa itu. Para pembesar korup amat berterima kasih dan menganggap orang-orang Ang-hwa-pai amat baik, tidak peduli mereka ini bahwa uang yang dipakai menyogok dan menyuap mereka itu adalah uang hasil rampokan!
Siu Bi sungguh malang nasibnya, terjatuh ke tangan tiga orang tokoh Ang-hwa-pai. Akan tetapi baiknya ia memiliki wajah yang amat jelita sehingga hal ini menggerakkan hati dua orang penawannya untuk mencari jasa hendak mempersembahkan dia kepada Ouwyang Lam!
Tentu saja hal ini baik baginya, karena dalam keadaan pingsan di perahu itu, nasibnya sudah berada di tangan si rambut putih dan si brewok. Namun, mengingat akan hadiah dan kedudukan yang mungkin dinaikkan, dua orang itu tidak berani mengganggu Siu Bi, ingin mempersembahkan gadis ini pada kongcu mereka dalam keadaan utuh! Mereka hanya mengikat kaki tangan Siu Bi dan cepat-cepat mereka mendayung perahu, langsung menuju ke Ching-coa-to.
Dan inilah sebabnya mengapa Yo Wan sia-sia saja mengejar. la tidak mengira bahwa Siu Bi ditangkap orang di dalam gua kemudian dilarikan dengan perahu. Terlalu lama dia mencari-cari di dalam hutan, berputar-putar tanpa hasil. Baru setelah menjelang senja, ia sampai di pinggir Sungai Fen-ho, berdiri termangu-mangu di tepi sungai.
Ketika sadar daripada pingsannya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan terikat kaki tangannya dan rebah diatas pembaringan dalam perahu, Siu Bi menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa lega bahwa tubuhnya tidak terasa sesuatu, tidak menderita luka. Akan tetapi ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaga melepaskan diri daripada belenggu, ia mendapat kenyataan bahwa tali-tali yang mengikat kaki tangannya amatlah kuat, tak mungkin diputus mempergunakan tenaga. la mengeluh dan mulailah ia menyesal. Mengapa ia melarikan diri, meninggalkan Yo Wan? Kalau ada Yo Wan di dekatnya, tak mungkin ia sampai mengalami bencana seperti ini. Lebih menyesal lagi ia mengapa pedangnya, Cui-beng-kiam, ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan. Kalau perginya membawa senjatanya yang ampuh itu, lebih baik lagi kalau ia tidak bertanding melawan Yo Wan, kalau….. kalau….. ah, tidak akan ada habisnya hal-hal yang sudah terlanjur dan sudah lalu disesalkan. Sesal kemudian tiada guna.
Perahu itu dengan cepatnya meluncur sepanjang Sungai Fen-ho, sampai masuk Sungai Kuning di selatan kemudian membelok ke timur melalui Sungai Kuning yang lebar dan diam.
Selama beberapa hari melakukan perjalanan melalui air ini, Siu Bi tetap dalam belenggu. Akan tetapi gadis ini tidak diganggu dan karena mengharapkan sewaktu-waktu mendapat kesempatan membebaskan diri, Siu Bi tidak menolak suguhan makan minum yang setiap hari diberi oleh dua orang penawannya. la harus menjaga kesehatannya dan memelihara tenaga agar dapat dipergunakan sewaktu ada kesempatan.
“Dia terluka hebat dan agaknya betul-betul tidak akan dapat ditolong, biarkanlah dia menebus kekalahannya dan membalas dendam,” kata si rambut putih sambil mengeluarkan pipa tembakaunya dan mengisap. Si brewok juga mengangkat pundak.
Siu Bi telah terkena bubuk beracun Ang-hwa-tok (Racun Kembang Merah) yang membuatnya mabuk dan pingsan. Akan tetapi gadis ini adalah murid dari Hek Lojin, seorang tokoh dunia hitam. Ketika gadis ini mempelajari Iweekang, latihannya dengan berjungkir balik sehingga dalam pengerahan Hek-in-kang, jalan darahnya membalik dan sinkang di tubuhnya membentuk hawa Hek-in-kang yang beracun hitam.
Oleh karena itu, ketika ia terkena pengaruh racun Ang-hwa-tok, hanya sebentar saja ia tercengkeram dan pingsan. Pada saat itu, ia sudah mulai bergerak, biarpun masih pening dan ketika ia membuka matanya, cepat ia merapatkan lagi karena segala yang tampak berputaran sedangkan darahnya di kepala berdenyut-denyut.
Cepat ia mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh memabukkan ini. Untung baginya, ketika tadi terkena racun Ang-hwa-tok, ia baru mengerahkan Hek-in-kang sehingga tenaga mujijat inilah yang menolak sebagian besar daripada pengaruh racun. Kini dengan sinkang, ia berhasil mengusir hawa beracun, akan tetapi pikirannya masih belum sadar benar dan ia merasa seakan-akan melayang di angkasa, belum sadar benar dan belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. la merasa seperti dalam alam mimpi.
Mendadak ada orang menubruk dan memeluknya sambil mencengkeram pundak. Siu Bi kaget bukan main, cepat membuka matanya. Hampir ia menjerit ketika melihat bahwa yang menindihnya adalah seorang laki-laki bermuka pucat bermata beringas dan mulutnya menyeringai liar, dari ujung bibirnya bertetesan darah menghitam!
la tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang mengerikan ini terhadap dirinya, ia menyangka bahwa ia akan dibunuh dan dicekik, maka cepat Siu Bi mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang yang ada pada dirinya, kemudian sambll meronta ia rnenggunakan kedua tangannya menghantam dengan pengerahan Hek-in-kang.
Lambung dan leher orang yang bermuka pucat itu dengan tepat kena dihantam, dia memekik keras, tubuhnya terpental dan roboh terguling ke bawah dipan. Ketika Siu Bi melompat bangun, ternyata orang itu sudah rebah dengan mata mendelik dan dari mulutnya bercucuran darah, napasnya sudah putus!
Siu Bi bergidik mengenangkan bahaya yang hampir menimpa dirinya. Dengan penuh kebencian ia menendang mayat itu sehingga terlempar keluar dari pintu bilik kecil.
Sementara itu, si brewok dan si rambut putih yang sedang enak-enak duduk diatas perahu, terkejut bukan main mendengar pekik tadi. Cepat mereka melempar pipa tembakau kesamping dan melompat, menyerbu kedalam bilik. Sesosok bayangan menyambar mereka. Si brewok menyampok dan bayangan itu adalah temannya sendiri, si muka pucat yang sekarang sudah menjadi mayat!
Tentu saja di samping rasa kaget, mereka berdua marah sekali melihat seorang teman mereka tewas dalam keadaan seperti itu. Bagaikan dua ekor biruang, mereka berteriak keras dan menyerbu kedalam bilik.
Siu Bi menjadi nekat. la sudah siap dan telah mengerahkan Hek-in-kang untuk melawan. Akan tetapi sedikit banyak racun Ang-hwa-tok masih mempengaruhinya. la mencoba untuk menerjang kedua orang yang menyerbu itu dengan pukulan Hek-in-kang. Namun dua orang lawannya bukanlah orang lemah. Mereka itu, terutama si rambut putih, adalah jagoan-jagoan dari Ching-coa-to dan mereka sudah tahu akan kelihaian ilmu pukulan Siu Bi, maka cepat mereka mengelak lalu balas menyerang.
“Gong-twako, kita tangkap hidup-hidup!” seru si brewok.
Si rambut putih maklum akan kehendak kawannya ini. Memang, setelah gadis ini berhasil membunuh seorang kawan, kalau dapat menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup kepada kongcu mereka di Ching-coa-to, bukanlah kecil jasanya. Pertama, dapat menangkap musuh yang membunuh seorang anggauta Ang-hwa-pai (Perkum-pulan Kembang Merah), kedua kalinya, dapat menghadiahkan seorang gadis yang cantik molek kepada kongcu!
Siu Bi melawan dengan nekat, menangkis sepenuh tenaga dan mencoba merobohkan mereka dengan pukulan Hek-in-kang. Namun, kedua orang musuhnya amat kuat dan gesit, sedangkan kepalanya masih terasa pening. Tiba-tiba tampak sinar merah dan Siu Bi cepat-cepat menahan napasnya, namun terlambat. Kembali ia mencium bau yang amat harum dan tiba-tiba ia menjadi lemas dan roboh pingsan lagi!
Ternyata bahwa si rambut putih telah berhasil merobohkannya dengan bubuk racun merah, senjata rahasia yang menjadi andalan para tokoh Ching-coa-to.
Siapa mereka ini? Mereka bukan lain adalah tokoh-tokoh yang menjadi anggauta sebuah perkumpulan yang disebut Ang-hwa-pai. Sesuai dengan namanya, para tokoh ini mempunyai tanda setangkai bunga berwarna merah menghias sebagai sulaman pada baju yang menutup dada kiri. Ang-hwa-pai bersarang di Pulau Ching-coa-to, yaitu Pulau Ular Hijau.
Kiranya para pembaca cerita Pendekar Buta masih ingat akan nama Ching-coa-to. Pulau ini adalah tempat tinggal Ching-toanio, ibu dari Giam Hui Siang dan ibu angkat dari Hui Kauw isteri Pendekar Buta. Setelah Ching-toanio meninggal dan kedua orang puterinya itu menikah dan meninggalkan Ching-coa-to, pulau itu menjadi kosong, hanya ditinggali bekas anak buah Ching-toanio yang hidup sebagai perampok dan bajak sungai.
Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang wanita yang kulitnya agak kehitaman, pakaiannya serba merah, wanita yang galak dan genit, yang usianya sudah mendekati lima puluh tahun, akan tetapi masih kelihatan pesolek dan genit sekali. Dia ini bukanlah wanita sembarangan dan para pembaca dari cerita Pendekar Buta tentu mengenalnya. Dia merupakan seorang diantara tiga saudara Ang-hwa Sam-ci-moi yang amat lihai ilmu silatnya.
Didalam cerita Pendekar Buta, tiga orang kakak beradik ini bertanding hebat melawan Pendekar Buta. Dua diantara mereka, yaitu Kui Biauw dan Kui Siauw, tewas dan yang tertua, Kui Ciauw berhasil melarikan diri sambil membawa mayat kedua orang saudaranya. Wanita yang datang ke Ching-coa-to adalah Kui Ciauw inilah.
Tentu saja para anak buah Ching-coa-to telah mengenalnya. Di dunia hitam, siapa yang tidak mengenal Ang-hwa Sam-ci-moi yang malah lebih lihai daripada suci mereka, si wanita iblis Hek-hwa Kui-bo yang telah tewas pula? Karena percaya akan kelihaian Kui Ciauw, para anak buah Ching-coa-to mengangkat Kui Ciauw menjadi kepala dan wanita ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Ang-hwa-pai, sesuai dengan julukannya, yaitu Ang-hwa Nio-nio.
la sengaja mengumpulkan orang-orang dari golongan hitam, dipilih yang memiliki kepandaian tinggi, malah ia lalu melatih mereka dan menurunkan kepandaian melepas bubuk racun kembang merah kepada para pembantunya.
Setelah masa peralihan kekuasaan, menggunakan keadaan yang kacau, perkumpulan hitam ini merajalela, merampok membajak dan keadaan mereka makin menjadi kuat karena banyak perampok ternama dan lihai yang melihat kemajuan dan pengaruh Ang-hwa-pai, lalu menggabungkan diri.
Ang-hwa Nio-nio atau Kui Ciauw ini tak pernah melupakan dendam hatinya terhadap Pendekar Buta yang telah membunuh dua orang adiknya. Akan tetapi maklum bahwa tidak mudah membalas dendam kepada orang sakti itu, ia tekun memperdalam ilmunya, bahkan ia menyusun kekuatan partainya dengan maksud kelak akan menyerang ke Liong-thouw san.
Ang-hwa Nio-nio, seperti lainnya para tokoh dunia gelap, biarpun sudah berusia hampir setengah abad, riamun masih merupakan seorang wanita cabul yang gila laki-laki. Oleh karena itu, bukan rahasia lagi bagi para anak buahnya akan kesukaan ketua ini mengunnpulkan laki-laki yang masih muda dan tampan, menjadikan mereka itu kekasih atau “selir”, tentu saja banyak diantara mereka yang melakukan hal ini karena dipaksa dengan ancaman maut.
Baru setelah munemukan seorang pemuda tampan bernama Ouwyang Lam, kerakusannya mengumpulkan pemuda-pemuda tampan berhenti. Ouwyang Lam adalah georang pemuda dari daerah Shan-tung, bertubuh tegap kuat berwajah tampan, anak seorang bajak tunggal. Bersama ayahnya, Ouwyang Lam menggabungkan diri pada Ang-hwa-pai dan tentu saja pemuda tampan ini tidak terlepas dari incaran Ang-hwa Nio-nio.
Akan tetapi, kali ini Ang-hwa Nio-nio “jatuh hati” betul-betul kepada Ouwyang Lam. Agaknya cinta tidak memilih umur sehingga dalam usia hampir setengah abad, Ang-hwa Nio-nio benar-benar kali ini jatuh cinta! Segala kehendak Ouwyang Lam dituruti dan pertama-tama yang diminta oleh pemuda pintar ini adalah mengusir atau membunuhi puluhan orang “selir” laki-laki itu! la ingin memonopoli ketua Ang-hwa-pai, bukan karena cantiknya, melainkan karena kedudukannya yang mulia dan karena pemuda ini ingin mewarisi kepandaiannya.
Dan demikianlah kenyataannya. Ouw-yang Lam diambil sebagai “putera angkat” oleh Ang-hwa Nio-nio, mendapat sebutan kongcu (tuan muda), dihormat oleh seluruh anggauta Ang-hwa-pai dan selain kedudukan yang tinggi ini, juga pemuda yang cerdik ini setiap hari memeras ilmu-ilmu kesaktian dari “ibu angkat” alias kekasihnya ini untuk dimilikinya.
Terdorong cinta kasih yang membuatnya tergila-gila, Ang-hwa Nio-nio tidak segan-segan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu beberapa tahun saja ilmu kepandaian Ouw-yang Lam amat hebat. Bahkan Ilmu Pedang Hui-seng Kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang) yang menjadi kebanggaan Ang-hwa Sam-ci-moi dahulu, telah diajarkan kepada Ouwyang Lam.
Dasar Ouwyang Lam memang pandai Mengambil hati, maka dia bersumpah kepada kekasihnya bahwa kelak dia sendiri yang akan membalaskan dendam kekasihnya itu kepada Pendekar Buta. Tentu saja untuk ini dia memerlukan ilmu kepandaian yang tinggi agar dapat berhasil? Tidak ini saja, malah pemuda tampan ini begitu dimanja sehingga segala permintaannya dituruti, termasuk kegemarannya akan wanita cantik. Ang-hwa Nio-nio yang sudah setengah tua itu tidak mempunyai hati cemburu, bahkan rela membagi cinta kasih Ouwyang Lam.
Demikianlah sekelumit keadaan Ang-hwa-pai di Ching-coa-to. Kalau kepalanya bergerak keutara, tak mungkin ekornya menuju ke selatan demikian kata orang-orang tua. Dengan pimpinan macam Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, dapat dibayangkan betapa bobroknya moral para anak buah dan anggauta Ang-hwa-pai.
Mereka ini seperti mendapat contoh dan demikianlah, seluruh wilayah di sebelah barat dan selatan kota raja, penuh oleh orang-orang Ang-hwa pai yang bergerak dan merajalela menjadi perampok atau bajak yang malang-melintang tanpa ada yang berani melawan mereka. Asal ada penjahat yang memakai tanda bunga merah di dada yang melakukan gerakan, tidak ada yang berani berkutik!
Ouwyang Lam amat pandai sehingga untuk memperkuat kedudukannya, dia tidak segan-segan mempergunakan uang untuk menyuap sana-sini, menghubungi para pembesar dan menghamburkan uang secara royal kepada para pembesar korup yang memenuhi negara pada masa itu. Para pembesar korup amat berterima kasih dan menganggap orang-orang Ang-hwa-pai amat baik, tidak peduli mereka ini bahwa uang yang dipakai menyogok dan menyuap mereka itu adalah uang hasil rampokan!
Siu Bi sungguh malang nasibnya, terjatuh ke tangan tiga orang tokoh Ang-hwa-pai. Akan tetapi baiknya ia memiliki wajah yang amat jelita sehingga hal ini menggerakkan hati dua orang penawannya untuk mencari jasa hendak mempersembahkan dia kepada Ouwyang Lam!
Tentu saja hal ini baik baginya, karena dalam keadaan pingsan di perahu itu, nasibnya sudah berada di tangan si rambut putih dan si brewok. Namun, mengingat akan hadiah dan kedudukan yang mungkin dinaikkan, dua orang itu tidak berani mengganggu Siu Bi, ingin mempersembahkan gadis ini pada kongcu mereka dalam keadaan utuh! Mereka hanya mengikat kaki tangan Siu Bi dan cepat-cepat mereka mendayung perahu, langsung menuju ke Ching-coa-to.
Dan inilah sebabnya mengapa Yo Wan sia-sia saja mengejar. la tidak mengira bahwa Siu Bi ditangkap orang di dalam gua kemudian dilarikan dengan perahu. Terlalu lama dia mencari-cari di dalam hutan, berputar-putar tanpa hasil. Baru setelah menjelang senja, ia sampai di pinggir Sungai Fen-ho, berdiri termangu-mangu di tepi sungai.
Ketika sadar daripada pingsannya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan terikat kaki tangannya dan rebah diatas pembaringan dalam perahu, Siu Bi menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa lega bahwa tubuhnya tidak terasa sesuatu, tidak menderita luka. Akan tetapi ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaga melepaskan diri daripada belenggu, ia mendapat kenyataan bahwa tali-tali yang mengikat kaki tangannya amatlah kuat, tak mungkin diputus mempergunakan tenaga. la mengeluh dan mulailah ia menyesal. Mengapa ia melarikan diri, meninggalkan Yo Wan? Kalau ada Yo Wan di dekatnya, tak mungkin ia sampai mengalami bencana seperti ini. Lebih menyesal lagi ia mengapa pedangnya, Cui-beng-kiam, ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan. Kalau perginya membawa senjatanya yang ampuh itu, lebih baik lagi kalau ia tidak bertanding melawan Yo Wan, kalau….. kalau….. ah, tidak akan ada habisnya hal-hal yang sudah terlanjur dan sudah lalu disesalkan. Sesal kemudian tiada guna.
Perahu itu dengan cepatnya meluncur sepanjang Sungai Fen-ho, sampai masuk Sungai Kuning di selatan kemudian membelok ke timur melalui Sungai Kuning yang lebar dan diam.
Selama beberapa hari melakukan perjalanan melalui air ini, Siu Bi tetap dalam belenggu. Akan tetapi gadis ini tidak diganggu dan karena mengharapkan sewaktu-waktu mendapat kesempatan membebaskan diri, Siu Bi tidak menolak suguhan makan minum yang setiap hari diberi oleh dua orang penawannya. la harus menjaga kesehatannya dan memelihara tenaga agar dapat dipergunakan sewaktu ada kesempatan.
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI