JAKA LOLA JILID 058

 Apakah yang direncanakan oleh ketua Ang-hwa-pai ini? Kebenciannya terhadap Pendekar Buta dan Raja Pedang membuat nyonya tua ini pandai mencari cara yang paling keji untuk melampiaskan dendamnya. 


Marilah kita ikuti bersama apa yang direncanakan. Seperti telah dilaporkan oleh seorang anak buah Ang-hwa-pai tadi, di kota Kong-goan malam hari itu kedatangan seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tinggi besar dan tegap, sikapnya gagah bicaranya kasar keras dan nyaring sekali. Orang ini bukan lain adalah Tan Kong Bu yang sudah meninggalkan puncak Min-san untuk mencarl puterinya yang diam-diam meninggalkan puncak. 

Seperti telah kita ketahui, semenjak datangnya murid kepala Raja Pedang, yaitu Su Ki Han telah terjadi perubahan hebat di Min san. Lee Si, puteri tunggal itu telah meninggalkan puncak tanpa memberi tahu dan Su Ki Han sendiri yang merasa tidak enak, segera berpamit turun gunung untuk berusaha mengejar Lee Si. Seperginya Su Ki Han, Kong Bu merasa tidak enak dan menyatakan kepada isterinya untuk pergi mengejar puteri mereka itu.

“Tentu saja ia tidak boleh dibandingkan dengan adikku Cui Sian,” demikian kata pendekar itu. “Kepandaian Lee Si memang sudah cukup untuk menjaga diri, akan tetapi ia masih hijau dan tidak tahu akan bahayanya dunia kang-ouw. Sedikitnya ia harus mendengarkan dulu dari kita tentang kejahatan di dunia kang-ow sehingga ia dapat menjaga diri. Tinggal kau pilih, kau atau aku yang pergi mengejar?”

Demikianlah, Tan Kong Bu lalu turun dari puncak, mencari puterinya. Sebagai seorang tokoh kang-ouw yang ulung, akhirnya Kong Bu berhasil mengikuti jejak puterinya dan menuju ke Kong-goan, hanya selisih setengah hari saja dengan puterinya. la mendengar tentang keributan yang terjadi di rumah Lo-ciangkun, maka dia mempunyai dugaan bahwa agaknya Lee Si terlibat dalam hal ini. 

Kong mencari sampai ke losmen dimana Lee Si bermalam, dengan cara kasar dan keras dia mengancam pengurus losmen yang biar matipun tidak akan mampu memberi keterangan kemana perginya gadis itu yang pergi melalui genteng dan tidak terlihat oleh siapapun juga. Kong Bu berputar-putar di kota Kong-goan sampai jauh malam, namun dia tidak dapat menemukan jejak Lee Si dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kemana perginya gadis itu.

Dalam keadaan gelisah Kong Bu berlari-lari keluar masuk lorong gelap dan keadaan kota Kong-goan sudah sepi. Tiba-tiba dia cepat menghindar kekiri. Hampir saja dia bertubrukan dengan seorang laki-laki kecil kurus yang juga berlari-lari seperti dia dan mereka bertemu di sebuah tikungan jalan kecil. 

Laki-laki itu kelihatan gugup sekali, tanpa bicara sesuatu terus melarikan diri dengan cepat. Kong Bu merasa curiga. Jelas bahwa orang itu memiliki kepandaian silat yang lumayan melebihi orang biasa, larinya cepat dan gerakannya gesit. Dengan beberapa lompatan jauh akhirnya Kong Bu dapat menyusul dan mengejar orang itu.

Si kecil kurus yang berkumis panjang itu kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang laki-laki tinggi besar, apalagi ketika dia mengenalnya sebagai laki-laki yang hampir bertubrukan dengannya tadi. Tanpa banyak cakap lagi dia membalikkan tubuh dan lari lagi, akan tetapi dia mengeluh ketika pundaknya tiba-tiba dipegang tangan yang memiliki jari-jari tangan sekuat jepitan baja.

“Kau siapa dan ada apa malam-malam begini kau berlari-lari seperti pencuri? Hayo mengaku terus terang, kalau tidak, tulang-tulang pundakmu akan kuhancurkan!” bentak Kong Bu yang sedang gelisah sehingga menjadi pemarah itu.

“Ampun, Ho-han (Orang Gagah)….. ampunkan saya. Saya….. Ciu Ti bukan pencuri….. saya….. saya sedang bingung dan hendak mencari pertolongan. Ada…. ada penjahat menyeret seorang gadis cantik kedalam kuil dimana saya biasanya bermalam….. maaf, saya tiada keluarga tiada tempat tinggal….. saya….. saya berusaha menolong nona cantik itu, tapi….. saya kalah. Penjahat muda itu terlampau kuat, agaknya dia….. dia seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)…..”

Kong Bu tertarik hatinya. 
“Di mana dia? Betulkah dia penjahat pemetik bunga?”

“Mungkin, saya….. saya tidak jelas. Hanya ketika dia merobohkan saya tadi, dia….. dia mengaku bahwa dia she Kwa….. dan mengusir saya pergi, gadis itu pingsan, di pinggangnya tergantung pedang….. eh, pedang kuning seperti emas…..”

Cengkeraman pada pundak itu mengeras dan si kecil kurus menyeringai kesakitan,
“Bagaimana kau bisa tahu pedang yang tergantung itu pedang kuning?”

“Aduh….. lepaskan pundak saya….. aduh, mana saya bisa tahu kalau jai-hwa-cat itu tidak mempergunakannya untuk melawan saya? Pedang ampuh sekali, golok saya patah begitu beradu…..” 






Kong Bu tidak sabar lagi, segera menyeret tangan orang itu. 
“Hayo cepat, antarkan aku kesana Cepat…. kubanting mampus kau, hayo cepat”


Orang itu mengeluh dan setengah diseret karena betapapun dia mengerahkan tenaga dan ilmu lari cepatnya, agaknya masih kurang cepat saja sehingga dia seperti diseret dan kedua kakinya tidak menginjak bumi lagi karena tubuhnya seperti menggantung kepada lengan Kong Bu yang kuat.

“Di sinikah tempatnya?” tanya Kong Bu.

“Betul….. didalam…. di ruangan belakang, aku….. aku takut, harap kau suka masuk sendiri, Ho-han…..”

Kong Bu mendorong orang itu sampai terjengkang, kemudian dia melompat naik keatas genteng kuil tua itu. Hati jago tua ini berdebar tidak karuan. Di manapun dia berada dan siapapun gadis yang menjadi korban jai-hwa-cat, kalau dia mendengar pasti dia akan turun tangan membasmi si penjahat. 

Akan tetapi sekarang lain lagi halnya. la sedang mencari puterinya yang dia tahu berada di kota itu, akan tetapi yang lenyap tak meninggalkan bekas, sedangkan buntalan pakaiannya masih dikamar losmen. Dan gadis yang pingsan menjadi korban jai-hwa-cat itu berpedang kuning. Oei-kong-kiam! Mana lagi ada pedang kuning selain Oei-kong-kiam, pedang yang dibawa Lee Si? Inilah yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan, bahkan kedua kakinya agak menggigil dan hampir dia terpeleset ketika dia melompat keatas genteng yang gelap itu.

Dari atas genteng dia melihat api penerangan di sebelah belakang kuil. Cepat dia melompat dengan hati-hati ke bagian belakang, diatas tempat yang diterangi lampu disebelah bawah. Dengan hati-hati dia membongkar genteng lalu mengintai ke bawah. la memandang dengan mata melotot, lalu menggosok-gosok kedua matanya, memandang lagi, otot-otot pada lehernya menegang, wajahnya tiba-tiba pucat sekali, lalu terdengar giginya berkerot-kerot.


“Bedebah! Keparat biadab…..! Kubunuh kau….. kubunuh…..!” teriakan ini mula-mula hanya terdengar seperti gerengan harimau marah, kemudian melengking tinggi dan nyaring sekali.

Apakah yang dilihat jago Min-san ini? Pemandangan didalam ruangan dibawah itu benar-benar membuat darahnya mendidih, matanya tiba-tiba gelap dan dadanya serasa meledak. 

Mereka berbaring diatas lantai, dua orang itu, seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik jelita. Siapa lagi kalau bukan Lee Si, puterinya? Betapa tidak akan hancur hatinya melihat puterinya itu rebah terlentang, entah bagaimana keadaannya karena tubuhnya tertutup selimut sebatas leher, akan tetapi yang jelas puterinya itu menangis terisak-isak dan kelihatan lemah sekali. 

Tentu dalam keadaan tertotok jalan darahnya, pikirnya dengan hati hancur. Dan laki-laki tampan itu mukanya seperti perempuan, terlalu tampan. Patut menjadi muka seorang kongcu hidung belang atau seorang penjahat jai-hwa-cat yang lihai! Dan yang lebih memanaskan hatinya, laki-laki tampan itu rebah miring menghadapi Lee Si, tubuh bagian atas telanjang

“Ayaaahhh…..!” terdengar Lee Si menjerit, suaranya lemah sekali, bercampur isak.

“Keparat….. jahanam…..! Kubunuh engkau, kukeluarkan isi perutmu, kuminum darahmu……!” 

Kong Bu berteriak lagi, kini diseling suara rnelengking tinggi yang menggetarkan kuil itu, seperti bukan suara manusia lagi.

Akan tetapi selagi dia hendak membongkar genteng dan menerobos ke bawah tiba-tiba beberapa batang lilin yang menyala di ruangan itu padam, membuat keadaan menjadi gelap pekat. 

Betapapun marahnya hati Kong Bu, dia seorang jagoan kang-ouw yang sudah ulung, tentu saja dia tidak mau secara membuta melompat ke dalam ruangan yang gelap gulita dan tidak dikenalnya itu.

“Paman Kong Bu….. dengarlah… saya Kwa Swan Bu….. putera ayah Kwa Kun Hong di Liong-thouw-san… Paman…..”

Teringat Kong Bu akan penuturan si kurus tadi bahwa jai-hwa-cat itu she Kwa. Darahnya makin bergolak. 

“Tak peduli kau anak setan dari mana, hayo keluar! Hayo kau lawan aku mengadu nyawa. Penghinaan ini baru lunas bila ditebus dengan darah dan nyawa! Keluar!! kurobek dadamu, kukeluarkan jantungmu!”

Tiba-tiba dari dalam gelap di sebelah bawah terdengar desir angin yang amat halus. Kong Bu cepat miringkan tubuh dan pedang yang sudah dicabutnya itu menangkis beberapa batang jarum halus yang menyambar kearahnya dari bawah sebelah kiri. Itulah jarum rahasia dan mendengar bunyinya yang halus berdesir dapat diketahui bahwa penyambitnya tentu memiliki Iweekang yang amat kuat. 

Kong Bu cepat melompat ke bawah, sambil memutar pedangnya, melayang kearah dari mana datangnya jarum-jarum tadi. Akan tetapi baru saja kedua kakinya menginjak tanah, dari arah kanannya menyambar angin pukulan yang amat kuat dan dahsyat. 

Kong Bu cepat menggeser kaki memasang kuda-kuda yang amat rendah sambil menyampok dengan lengan kirinya dan mengerahkan sinkang di tubuhnya. Akan tetapi hampir saja dia terguling karena ternyata bahwa sambaran angin pukulan itu kuat bukan main. Ia kaget sekali, akan tetapi tidak heran. Kalau bangsat itu betul putera Pendekar Buta Kwa Kun Hong tentu saja memiliki kepandaian yang amat tinggi. Makin panas hatinya! Bagaimanakah putera Kun Hong bisa melakukan perbuatan yang begini biadab?

Kong Bu adalah putera Raja Pedang yang menerima gemblengan ilmu silat dari kakeknya yaitu mendiang Song-bun-kwi Kwee Lun. Tentu saja dia mewarisi kepandaian tinggi dan dia tidak gentar meski menghadapi lawan yang bagaimana saktipun. Apalagi sekarang dia sedang marah dan nekat karena ingin membela kehormatan puterinya. 

Akan tetapi ketika ia memutar pedangnya sambil mengeluarkan suara melengking-lengking tinggi untuk menerjang lawannya yang mengirim pukulan dari tempat gelap, disitu tidak tampak lagi ada orang. Makin kagetlah dia. Terang bahwa lawannya tadi selain memiliki tenaga kuat, juga memiliki kegesitan yang luar biasa.

“Jai-hwa-cat biadab! Kalau memang jantan, hayo kau tandingi aku secara laki-laki. Aku Tan Kong Bu ketua Min-san pai, sebelum dapat mengeluarkan isi perutmu, takkan berhenti berusaha. Kau atau aku yang mati untuk mencuci noda ini!” pekiknya sambil membacokkan pedangnya pada sebuah tiang kuil. 

Tiang itu terbabat putus dan genteng di atasnya banyak yang rontok karena penahan genteng menjadi miring.

“Hayo keluar! Jangan sembunyi kau, pengecut, jahanam keparat, manusia biadab! Biarpun kau anak Kwa Kun Hong atau putera malaikat sekalipun, jangan harap bisa terlepas dari tanganku!”

Akan tetapi ketika dia hendak menyerbu ke dalam ruangan belakang itu, tiba-tiba ada sambaran angin pukulan jarak jauh lagi, kini dari arah belakangnya. Cepat dia menggeser kaki, memutar-mutar tubuh sehingga pukulan itu meleset. la melihat bayangan orang berkelebat di belakangnya, cepat dia mengejar. Bayangan itu gesit sekali dan melompat-lompat kearah pagar ternbok yang mengelilingi kuil, lalu menerobos keluar.

“Keparat, hendak lari kemana kau?” 

Kong Bu mengejar, pedangnya diputar dan siap untuk melancarkan serangan maut. Didepan kuil yang agak gelap bayangan itu berhenti dan Kong Bu cepat menghujani serangan-serangan dengan pedangnya. 

Akan tetapi ternyata bayangan itu luar biasa cepat gerakannya, biarpun bertangan kosong, namun selalu dapat mengelak daripada sambaran pedangnya. Keadaan yang gelap membuat Kong Bu tidak dapat mengenal wajah orang ini, namun dia dapat melihat bayangan seorang pemuda yang tampan. Belum sepuluh jurus dia menyerang, pemuda itu melornpat dan menghilang didalam gelap.

“Jai-hwa-cat, jangan lari kau!” seru Kong Bu sambil mengejar. 

Akan tetapi bayangan itu lenyap. Setelah mengejar agak jauh, Kong Bu teringat akan puterinya. Cepat dia membalik dan lari kearah kuil kembali, kini dengan nekat dia menerobos masuk kedalam kuil sambil menjaga diri dengan pedang, langsung dia menuju ke ruangan belakang. 

Sekali tendang, pintu ruangan belakang yang memang sudah reyot itu runtuh berantakan. la menerjang kedalam. Gelap! Dengan kakinya dia meraba-raba, akan tetapi ternyata ruangan itu kosong melompong. Baik pemuda jai-hwa-cat tadi maupun puterinya, telah lenyap.

Kong Bu mencari ke seluruh ruangan kuil kuno, akan tetapi tidak menemukan seorangpun. Ia memaki-maki, memanggil-manggil nama anaknya, berteriak-teriak menantang. Sia-sia belaka. Bukan main kecewa dan menyesalnya. la telah ditipu oleh pemuda jai-hwa-cat tadi. Terang bahwa tadi dia sengaja dipancing keluar, kemudian jai-hwa-cat itu tentu telah kembali ke gedung membawa lari Lee Si yang tidak berdaya melawan.

“Keparat jahanam! Kau anak Kwa Kun Hong! Awas kau! Kwa Kun Kong, si buta, keparat, kau harus mempertanggung-jawabkan kebiadaban puteramu. Awas kau! Sambil memaki-maki dan menyumpah-nyumpah, Kong Bu lalu lari seperti orang gila, keluar dari kuil itu. Tujuan hatinya hanya satu, ke Liong-thouw-san, menuntut kepada Kun Hong agar supaya puteranya diserahkan kepadanya, untuk didodet perutnya agar terbebas penghinaan yang hebat ini!.

********




  • SELANJUTNYA 

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)