JAKA LOLA JILID 067
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Keparat, tak sudi aku menerima penghinaanmu ini!”
Hui Kauw yang sekarang menerjang maju dengan pedangnya. Kong Bu mendengus dan menangkis, kemudian kedua orang ini kembali sudah bertanding dengan seru.
Adapun Kwa Kun Hong setelah mendengar penjelasan Kong Bu, berdiri termangu-mangu. Mana mungkin ada kejadian seperti itu? Swan Bu melakukan perbuatan terkutuk terhadap Lee Si? Apakah mungkin puteranya itu dikuasai nafsu sedemikian hebatnya yang membuatnya seperti gila? Agaknya tidak mungkin. la tahu bahwa puteranya itu memiliki dasar watak yang amat keras dan tidak mau kalah, akan tetapi cukup dia dasari gemblengan batin yang membentuk watak satria, pantang akan perbuatan-perbuatan maksiat, apalagi perbuatan terkutuk seperti itu. Tentu fitnah!
la cukup mengenal pula watak Kong Bu yang keras dan jujur, tegak seperti baja yang sukar ditekuk, sehingga tak mungkin pula seorang seperti Kong Bu ini membohong dan mengada-ada. Pemecahan satu-satunya menghadapi dua ketidak mungkinan hanyalah hasut atau fitnah. Agaknya ada fitnah terselip dalam urusan ini.
Suara beradunya pedang dan lengking tinggi dari mulut Kong Bu menyadarkannya. Kun Hong merasa khawatir sekali. Dari gerakan yang terdengar oleh telinganya, tahulah dia bahwa pertandingan itu akan dapat menjadi hebat sekali dan mati-matian karena tingkat mereka berimbang dan pertandingan dilakukan dengan penuh kemarahan oleh kedua fihak. Kalau dia tidak segera turun tangan, tentu seorang diantara mereka akan tewas atau setidaknya akan terluka parah.
“Kalian berhentilah!”
Kembali dia menengahi dan karena maklum betapa keduanya tak boleh dipandang ringan, begitu “masuk” Kun Hong menggunakan gerakan yang ampuh. Tongkatnya berputar membentuk lingkaran-lingkaran membikin mati gerakan Kong Bu sedangkan tangan kirinya berhasil mendorong pundak isterinya sehingga nyonya itu terhuyung ke belakang.
Biarpun hatinya penasaran, namun Hui Kauw yang sudah hafal akan watak suaminya, tahu apa yang dikehendaki suaminya ini, maka ia hanya berdiri mengepal tinju kiri dan melintangkan pedang di depan dada, tidak mau maju lagi.
Akan tetapi Kong Bu tidak mau mundur sama sekali, malah dalam kemarahannya, pertimbangannya menjadi miring dan dia mengira bahwa Pendekar Buta ini takut kalau isterinya kalah maka sekarang maju sendiri. Memang sebetulnyalah, seorang yang sedang ditunggangi dan dipermainkan nafsu amarah, pandang matanya menjadi gelap, pertimbangannya bubrah (rusak) dan yang disangkanya hanya yang buruk-buruk saja. Oleh karena itu, amat tidak baiklah kalau orang dikuasai oleh hawa nafsu amarah, lebih baik lekas-lekas singkirkan musuh besar pribadi ini dari dalam hati.
“Kun Hong, kau atau aku yang menggeletak tak bernyawa disini!”
Seruan ini disusul serangan dahsyat sekali karena dalam kemarahannya dan kemaklumannya bahwa yang dihadapi adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, Kong Bu sudah menerjangnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut yang dahulu dia warisi dari mendiang kakeknya, Song-bun-kwi Kwee Lun.
Hebat bukan main terjangan Kong Bu ini, karena tenaga Yang-kang sepenuhnya amat kuat memancar keluar dari gerakannya, maka sebatang pedangnya seakan-akan menjadi sebatang besi merah, panas bernyala-nyala!
“Ahhh, saudaraku Kong Bu yang baik…..”
Hanya sampai disini ucapan Kun Hong karena Pendekar Buta ini harus cepat-cepat mengelak sambil mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun sehingga dengan mudah dia dapat menyelamatkan diri dari pedang Kong Bu yang berubah menjadi tangan-tangan maut itu.
Kong Bu penasaran bukan main. Setiap kali pedangnya menyambar, seakan-akan tubuh Kun Hong mendahului gerakannya, berubah kedudukannya, tidak berada di tempat semula, ataukah pedangnya yang selalu menyeleweng apabila mendekati tubuh Kun Hong? Tak mungkin dapat melakukan hal itu. Rasa penasaran merupakan bensin yang menyiram api yang membakar dadanya, maka sambil mengeluarkan suara melengking keras jago Min-san ini mendesak makin hebat.
Namun, dengan ketenangannya yang luar biasa, Kun Hong dapat mengatasi keadaan, langkah-langkah ajaib yang dia lakukan amat tepat dan teratur sehingga tak pernah sinar pedang Kong Bu dapat menyentuhnya.
“Dengarlah, Kong Bu saudaraku….., anak-anak kita tentu kena fitnah….. percayalah, Swan Bu tidak mungkin melakukan kebiadaban itu, mari kita selidiki baik-baik…..”
Akan tetapi tiba-tiba Kong Bu berseru keras. Selagi dia bicara tadi, Kong Bu telah menerjangnya dengan nekat, pedang di tangan ketua Min-san-pai itu melakukan tusukan maut dengan ujungnya digetarkan menjadi tujuh sinar!
Biarpun Kun Hong menguasai Kim-thiauw-kun dan dapat menggerakkan tubuh secara ajaib untuk mengelak setiap serangan, namun dia maklum bahwa jurus sakti seperti ini yang menimbulkan getaran hawa pedang sedemikian dahsyatnya, tak mungkin dielakkan lagi. la tidak suka bermusuhan dengan Kong Bu dan dapat menduga bahwa orarig keras hati ini telah makan fitnah dan dia suka mengalah, akan tetapi tentu saja dia tidak mau menerima tusukan pedang yang tak boleh dipandang ringan. Oleh karena itu, ketika berseru kaget tadi, tongkatnya berkelebat menjadi sinar merah dan sekaligus tongkat itu telah diputar berbentuk payung, menangkis pedang lawan sedangkan tangan kirinya dengan pengerahan tenaga setengahnya didorongkan ke depan.
Kalau saja Kong Bu tidak sedang dikuasai kemarahan yang membuat dia buta dan lengah, kiranya tidak akan mudah bagi Kun Hong untuk mengalahkannya dalam waktu singkat, sungguhpun harus diakui bahwa tingkat kepandaian Kong Bu tidak setinggi Kun Hong.
Akan tetapi pada saat itu, Kong Bu sedang marah sekali, begitu marahnya sehingga dia seperti orang nekat, hasrat hatinya hanya ingin menyerang dan merobohkan lawan tanpa mempedulikan penjagaan tubuhnya sendiri. Oleh karena inilah, maka pedangnya terkena “libatan” tongkat Kun Hong yang lihai, terlibat dan terputar sehingga pedangnya ikut pula terputar.
Sebagai seorang gagah, Kong Bu merasa pantang melepaskan pedang, malah dipegang makin erat sehingga tubuhnya yang terpelanting oleh hawa putaran yang amat kuat itu. Pada saat itulah dorongan tangan kiri Kun Hong yang kelihatan lambat itu tiba. Seketika tubuh Kong Bu terjengkang ke belakang dan tubuh itu bergulingan sampai belasan meter jauhnya!
“Ahhh…… maaf, saudara Kong Bu.”
Kun Hong memburu, akan tetapi tangan kirinya segera dipegang oleh Hui Kauw yang menahannya.
Kong Bu melompat bangun dengan napas terengah-engah, dadanya serasa sesak dan kepalanya pening. la tidak terluka, namun nanar dan maklumlah dia bahwa melanjutkan dengan nekat hanya akan menghadapi kekalahan yang memalukan.
“Kun Hong, kau lebih pandai daripada aku. Akan tetapi kalau aku tidak dapat membunuh anakmu yang biadab, aku tak akan mau berhenti berusaha. Tidak ada tempat bagi aku dan dia di kolong langit!”
“Kong Bu, tunggu…..!” teriak Kun Hong, akan tetapi jago Min-san-pai itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan puncak itu.
“Biarkanlah dia pergi. Orang berhati kerdil dan mau menang sendiri itu,” kata Hui Kauw sambil memegang lengan suaminya.
Kun Hong menarik napas panjang.
“Hui Kauw, kau lekas bebenah, bawa bekal yang kita perlukan di perjalanan. Kita berangkat sekarang juga mencari Swan Bu dan menyelidiki ke Kong-goan. Ingin sekali aku tahu apa sih yang terjadi di kuil tua di kota Kong-goan itu?”
Demikianlah, suami isteri pendekar sakti ini berangkat pada malam itu juga meninggalkan puncak Liong-thouw-san. Dan ini pulalah sebabnya mengapa ketika Yo Wan dan Lee Si tiba di puncak Liong-thouw-san tempat ini sunyi tidak tampak seorang pun manusia.
Hui Kauw yang sekarang menerjang maju dengan pedangnya. Kong Bu mendengus dan menangkis, kemudian kedua orang ini kembali sudah bertanding dengan seru.
Adapun Kwa Kun Hong setelah mendengar penjelasan Kong Bu, berdiri termangu-mangu. Mana mungkin ada kejadian seperti itu? Swan Bu melakukan perbuatan terkutuk terhadap Lee Si? Apakah mungkin puteranya itu dikuasai nafsu sedemikian hebatnya yang membuatnya seperti gila? Agaknya tidak mungkin. la tahu bahwa puteranya itu memiliki dasar watak yang amat keras dan tidak mau kalah, akan tetapi cukup dia dasari gemblengan batin yang membentuk watak satria, pantang akan perbuatan-perbuatan maksiat, apalagi perbuatan terkutuk seperti itu. Tentu fitnah!
la cukup mengenal pula watak Kong Bu yang keras dan jujur, tegak seperti baja yang sukar ditekuk, sehingga tak mungkin pula seorang seperti Kong Bu ini membohong dan mengada-ada. Pemecahan satu-satunya menghadapi dua ketidak mungkinan hanyalah hasut atau fitnah. Agaknya ada fitnah terselip dalam urusan ini.
Suara beradunya pedang dan lengking tinggi dari mulut Kong Bu menyadarkannya. Kun Hong merasa khawatir sekali. Dari gerakan yang terdengar oleh telinganya, tahulah dia bahwa pertandingan itu akan dapat menjadi hebat sekali dan mati-matian karena tingkat mereka berimbang dan pertandingan dilakukan dengan penuh kemarahan oleh kedua fihak. Kalau dia tidak segera turun tangan, tentu seorang diantara mereka akan tewas atau setidaknya akan terluka parah.
“Kalian berhentilah!”
Kembali dia menengahi dan karena maklum betapa keduanya tak boleh dipandang ringan, begitu “masuk” Kun Hong menggunakan gerakan yang ampuh. Tongkatnya berputar membentuk lingkaran-lingkaran membikin mati gerakan Kong Bu sedangkan tangan kirinya berhasil mendorong pundak isterinya sehingga nyonya itu terhuyung ke belakang.
Biarpun hatinya penasaran, namun Hui Kauw yang sudah hafal akan watak suaminya, tahu apa yang dikehendaki suaminya ini, maka ia hanya berdiri mengepal tinju kiri dan melintangkan pedang di depan dada, tidak mau maju lagi.
Akan tetapi Kong Bu tidak mau mundur sama sekali, malah dalam kemarahannya, pertimbangannya menjadi miring dan dia mengira bahwa Pendekar Buta ini takut kalau isterinya kalah maka sekarang maju sendiri. Memang sebetulnyalah, seorang yang sedang ditunggangi dan dipermainkan nafsu amarah, pandang matanya menjadi gelap, pertimbangannya bubrah (rusak) dan yang disangkanya hanya yang buruk-buruk saja. Oleh karena itu, amat tidak baiklah kalau orang dikuasai oleh hawa nafsu amarah, lebih baik lekas-lekas singkirkan musuh besar pribadi ini dari dalam hati.
“Kun Hong, kau atau aku yang menggeletak tak bernyawa disini!”
Seruan ini disusul serangan dahsyat sekali karena dalam kemarahannya dan kemaklumannya bahwa yang dihadapi adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, Kong Bu sudah menerjangnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut yang dahulu dia warisi dari mendiang kakeknya, Song-bun-kwi Kwee Lun.
Hebat bukan main terjangan Kong Bu ini, karena tenaga Yang-kang sepenuhnya amat kuat memancar keluar dari gerakannya, maka sebatang pedangnya seakan-akan menjadi sebatang besi merah, panas bernyala-nyala!
“Ahhh, saudaraku Kong Bu yang baik…..”
Hanya sampai disini ucapan Kun Hong karena Pendekar Buta ini harus cepat-cepat mengelak sambil mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun sehingga dengan mudah dia dapat menyelamatkan diri dari pedang Kong Bu yang berubah menjadi tangan-tangan maut itu.
Kong Bu penasaran bukan main. Setiap kali pedangnya menyambar, seakan-akan tubuh Kun Hong mendahului gerakannya, berubah kedudukannya, tidak berada di tempat semula, ataukah pedangnya yang selalu menyeleweng apabila mendekati tubuh Kun Hong? Tak mungkin dapat melakukan hal itu. Rasa penasaran merupakan bensin yang menyiram api yang membakar dadanya, maka sambil mengeluarkan suara melengking keras jago Min-san ini mendesak makin hebat.
Namun, dengan ketenangannya yang luar biasa, Kun Hong dapat mengatasi keadaan, langkah-langkah ajaib yang dia lakukan amat tepat dan teratur sehingga tak pernah sinar pedang Kong Bu dapat menyentuhnya.
“Dengarlah, Kong Bu saudaraku….., anak-anak kita tentu kena fitnah….. percayalah, Swan Bu tidak mungkin melakukan kebiadaban itu, mari kita selidiki baik-baik…..”
Akan tetapi tiba-tiba Kong Bu berseru keras. Selagi dia bicara tadi, Kong Bu telah menerjangnya dengan nekat, pedang di tangan ketua Min-san-pai itu melakukan tusukan maut dengan ujungnya digetarkan menjadi tujuh sinar!
Biarpun Kun Hong menguasai Kim-thiauw-kun dan dapat menggerakkan tubuh secara ajaib untuk mengelak setiap serangan, namun dia maklum bahwa jurus sakti seperti ini yang menimbulkan getaran hawa pedang sedemikian dahsyatnya, tak mungkin dielakkan lagi. la tidak suka bermusuhan dengan Kong Bu dan dapat menduga bahwa orarig keras hati ini telah makan fitnah dan dia suka mengalah, akan tetapi tentu saja dia tidak mau menerima tusukan pedang yang tak boleh dipandang ringan. Oleh karena itu, ketika berseru kaget tadi, tongkatnya berkelebat menjadi sinar merah dan sekaligus tongkat itu telah diputar berbentuk payung, menangkis pedang lawan sedangkan tangan kirinya dengan pengerahan tenaga setengahnya didorongkan ke depan.
Kalau saja Kong Bu tidak sedang dikuasai kemarahan yang membuat dia buta dan lengah, kiranya tidak akan mudah bagi Kun Hong untuk mengalahkannya dalam waktu singkat, sungguhpun harus diakui bahwa tingkat kepandaian Kong Bu tidak setinggi Kun Hong.
Akan tetapi pada saat itu, Kong Bu sedang marah sekali, begitu marahnya sehingga dia seperti orang nekat, hasrat hatinya hanya ingin menyerang dan merobohkan lawan tanpa mempedulikan penjagaan tubuhnya sendiri. Oleh karena inilah, maka pedangnya terkena “libatan” tongkat Kun Hong yang lihai, terlibat dan terputar sehingga pedangnya ikut pula terputar.
Sebagai seorang gagah, Kong Bu merasa pantang melepaskan pedang, malah dipegang makin erat sehingga tubuhnya yang terpelanting oleh hawa putaran yang amat kuat itu. Pada saat itulah dorongan tangan kiri Kun Hong yang kelihatan lambat itu tiba. Seketika tubuh Kong Bu terjengkang ke belakang dan tubuh itu bergulingan sampai belasan meter jauhnya!
“Ahhh…… maaf, saudara Kong Bu.”
Kun Hong memburu, akan tetapi tangan kirinya segera dipegang oleh Hui Kauw yang menahannya.
Kong Bu melompat bangun dengan napas terengah-engah, dadanya serasa sesak dan kepalanya pening. la tidak terluka, namun nanar dan maklumlah dia bahwa melanjutkan dengan nekat hanya akan menghadapi kekalahan yang memalukan.
“Kun Hong, kau lebih pandai daripada aku. Akan tetapi kalau aku tidak dapat membunuh anakmu yang biadab, aku tak akan mau berhenti berusaha. Tidak ada tempat bagi aku dan dia di kolong langit!”
“Kong Bu, tunggu…..!” teriak Kun Hong, akan tetapi jago Min-san-pai itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan puncak itu.
“Biarkanlah dia pergi. Orang berhati kerdil dan mau menang sendiri itu,” kata Hui Kauw sambil memegang lengan suaminya.
Kun Hong menarik napas panjang.
“Hui Kauw, kau lekas bebenah, bawa bekal yang kita perlukan di perjalanan. Kita berangkat sekarang juga mencari Swan Bu dan menyelidiki ke Kong-goan. Ingin sekali aku tahu apa sih yang terjadi di kuil tua di kota Kong-goan itu?”
Demikianlah, suami isteri pendekar sakti ini berangkat pada malam itu juga meninggalkan puncak Liong-thouw-san. Dan ini pulalah sebabnya mengapa ketika Yo Wan dan Lee Si tiba di puncak Liong-thouw-san tempat ini sunyi tidak tampak seorang pun manusia.
********
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI