JAKA LOLA JILID 100

 Ketua Hek-san-pang yang muda dan oleh Yo Wan dianggap wanita itu melangkah maju. 

“Tapi….. kau harus dapat mengalahkan aku lebih dulu, baru dapat kunilai apakah kau lebih patut daripada dia…..”

“Hek-san-pangcu, kau bicara apa ini? Aku tidak ingin bermusuhan dengan engkau, akan tetapi kalau kau mendesakku, jangan menyesal kalau aku turun tangan besi dan membasmi gerombolan bajak yang kau pimpin. Jangan kau kira bahwa setelah kau mengerti Ilmu Langkah Kim-tiauw-kun, kau mengira tidak akan ada yang dapat melawanmu. Justeru karena kau mengenal Kim-tiauw-kun, aku makin berkeras untuk melarangmu melakukan perbuatan jahat!”

Berubah wajah Yosiko, akan tetapi sinar matanya makin berseri. 
“Kau….. kau tahu tentang langkah-langkah ajaib?”

“Tentu saja aku mengenal Hui-thian-jip-te. Orang yang menggunakan ilmu ini harus menjadi seorang pembela kebenaran dan keadilan, sama sekali tidak boleh menjadi penjahat!”

Yosiko tersenyum. 
“Wah, kiranya kaupun bukan orang sembarangan, dapat mengenal Hui-thian-jip-te. Kau bilang tadi namamu Yo Wan? Kau murid siapakah? Apakah kau kenal dengan Tan Hwat Ki dan sumoinya dari Lu-liang-pai ini?” 

Dalam mengajukan pertanyaan ini, lenyaplah sikap bermusuhan, seakan-akan Yo Wan menghadapi seorang kenalan baru saja, ketua Hek-san-pai itu demikian ramah. Akan tetapi Yo Wan tidak ingin memperkenalkan diri, apalagi membawa-bawa nama Pendekar Buta.

“Namaku Yo Wan dan habis perkara, aku seorang yatim piatu, tak bersanak tak berkadang.”

“Dan belum menikah?”

Merah wajah Yo Wan. Celaka orang ini benar-benar cerewet dan tak tahu malu. Karena sungkan dan jengah, dia tidak menjawab, hanya menggeleng kepala. Yosiko tersenyum lagi.

“Wah, seorang jaka lola kalau begitu. Eh, jaka lola yang lihai, dengar baik-baik. Adikku mencari jodoh dan agaknya kau patut menjadi jodohnya karena agaknya kau lebih lihai daripada Tan Hwat Ki. Akan tetapi kau harus dapat mengalahkan aku untuk membuktikan kelihainmu.”

“Pangcu, harap kau jangan main-main. Aku tidak peduli adikmu itu akan menikah dengan siapapun juga, bukan urusanku. Akupun sekali-kali tidak ingin membuktikan kelihaianku. Aku hanya minta kau bebaskan dua orang muda itu dan tarik mundur semua anak buahmu, jangan lagi mengganggu daerah Po-hai. Kalau tidak, terpaksa aku akan membasmi Kipas Hitam!”

Yosiko tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang putih berkilauan dan rapi. 

“Yo Wan, kalau kau bisa menangkan aku dan menikah dengan adikku, kau akan menjadi ketua Kipas Hitam dan terserah apa yang hendak kau lakukan. Lihat senjata?”‘ 

Secepat kilat pedang di tangan Yosiko menyambar, menjadi sebuah tusukan sutera putih di tangan kirinya sudah bergerak pula menjadi lingkaran bundar yang melayang dari atas mengarah kepala Yo Wan. Pedang itu sudah tentu saja amat berbahaya, akan tetapi sinar putih sabuk sutera itu kiranya tidak kalah bahayanya, karena ujung sabuk itu dapat menjadi alat menotok jalan darah yang sekali mengenai kepala akan merenggut nyawa!

Mendongkol juga hati Yo Wan. la sebetulnya merasa sayang bahwa seorang muda seperti Yosiko, baik ia gadis seperti dugaannya ataupun betul laki-laki, yang jelas adalah seorang peranakan Jepang, tak dapat dia sadarkan kembali ke jalan benar. Akan tetapi orang ini terlalu memandang rendah kepadanya, kalau tidak diberi hajaran tentu tidak kapok!

“Kau menghendaki kekerasan? Baik!” katanya dan cepat kakinya menggunakan langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan serangan pedang dan sabuk sutera. 

Malah dia segera balas menyerang dengan tangan kosong, menggunakan Ilmu Silat Long-thouw-kun yang amat lihai. la merasa sayang sekali bahwa dia kini sudah tidak memiliki senjata apapun, karena dalam pertandingan mati-matian melawan Bhok Hwesio yang sakti, tiga buah senjatanya rusak semua. 






Liong-kut-pian (Cambuk Tulang Naga) pemberian mendiang Bhewakala sudah putus ketika dia berebutan dengan Bhok Hwesio, pedang Pek-giok-kiam pemberian subonya (ibu gurunya) patah-patah menjadi tiga potong, sedangkan pedang Siang-bhok-kiam (Pedang Kayu Wangi) yang dia buat di Himalaya hancur remuk, semua berkat kesaktian Bhok Hwesio, lawan yang paling hebat pernah dia tandingi di dunia ini! Kini dia bertangan kosong dan menghadapi lawan seperti ketua Hek-san-pang ini, sungguh tidak menguntungkan kalau hanya dengan tangan kosong.

Terdengar Yosiko berseru kagum dan heran berkali-kali. Tentu saja dia merasa heran karena pemuda dusun lawannya ini ternyata mampu bermain langkah ajaib yang malah lebih hebat, lebih lengkap dan lebih lincah daripada kepandaiannya sendiri! Keheranannya membuat dia gugup dan pada saat sabuk sutera putihnya menyambar, ujung sabuk ini kena dicengkeram oleh Yo Wan yang cepat mengirim pukulan jarak jauh dengan pengerahan tenaga kearah lengan kiri lawan. Hawa pukulan dahsyat menyambar dan Yosiko berteriak kaget, terpaksa melepaskan sabuk sutera putihnya sambil meloncat mundur sampai tiga meter jauhnya!

Yo Wan berdiri sambil tersenyum, mempermainkan sabuk sutera putih yang halus dan berbau harum itu. Makin yakinlah hatinya bahwa Yosiko pastilah seorang gadis.

“Bagaimana? Menyerahkah kau sekarang?” ujarnya, nadanya mengejek.

Sepasang pipi itu merah padam. Bukan main, pikirnya. Dalam waktu kurang dari Sepuluh jurus saja, pemuda ini dengan tangan kosong sudah mampu merampas sabuk suteranya! Padahal tadi Hwat Ki dengan pedang di tangan tak mampu merobohkannya sampai puluhan jurus lamanya. Benar-benar pemuda aneh dah memiliki kepandaian yang luar biasa sekali. 

Bahkan ilmu langkah dari Hwat Ki sekalipun tidak seindah dan sehebat ilmu langkah pemuda yang sederhana ini. Jantungnya berdebar penuh kekaguman, namun ia masih penasaran dan tanpa mengeluarkan sepatah katapun ia menerjang lagi, kini memutar pedangnya sehingga pedang itu lenyap berganti gulungan sinar seperti payung didepan dadanya, langsung menerjang Yo Wan.

“Tar-tar-tar-tar-tar!!” 

Nyaring sekali ledakan-ledakan kecil ini yang tercipta dari ujung sabuk sutera yang diledakkan seperti cambuk oleh Yo Wan. Bukan main kagetnya hati Yosiko ketika melihat betapa sabuk suteranya, yang biasanya amat ia andalkan sebagai senjata di samping pedangnya, kini di tangan pemuda itu berubah menjadi senjata yang lebih ampuh lagi. 

Sabuk suteranya itu kini berubah menjadi sinar putih yang panjang membentuk lingkaran-lingkaran aneh yang susul-menyusul dan telan-menelan, lingkaran kecil yang ditelan lingkaran lebih besar, berubah-ubah dan sukar diikuti perkembangannya, namun yang dibarengi ledakan-ledakan kecil mengancam semua jalan darah di tubuhnya secara bertubi-tubi! 

Tentu saja Yo Wan pandai memainkan sabuk sutera ini sebagai senjata karena memang inilah sebuah diantara ilmu-ilmunya yang sakti, yaitu Ilmu Cambuk Ngo-sin-hoan-kun yang merupakan gerakan daripada lingkaran sakti yang terbuat daripada ujung cambuk atau benda lemas panjang. Kalang kabutlah permainan pedang Yosiko.

Selama hidupnya, baru kali ini ia mengalami hal macam itu, baru kali ini ia menghadapi lawan yang begini lihainya. Saking kagetnya, ia sampai lupa akan ilmu pedangnya dan menjadi kacau-balau gerakannya. Mendadak ia menjerit dan pedangnya “terbang” meninggalkan tangan kanannya karena pedang itu ternyata telah terlibat sabuk sutera dan terbetot tanpa dapat ia pertahankan lagi. Kemudian ujung sabuk itu seperti cemeti meledak-ledak dan mencambut toya.

“Aduh…..! Ihhh…..! Aduhhh…..!” 

Yosi-ko berteriak-teriak karena sabuk sutera itu tiap kali berbunyi pasti menghantam tubuhnya, membuat pakaiannya robek di tempat yang dicium ujung sabuk, dan kulitnya menjadi merah-merah dan matang biru, rasanya sepert ditampar atau dicubit keras!

Yo Wan tidak tega untuk merobohkan ketua Hek-san-pang ini, akan tetapi dia memang hendak memberi hajaran. Mengingat bahwa ketua itu adalah seorang wanita muda, maka dia hanya menggunakan sabuk sutera itu untuk mencambukinya agar kapok!

“Sahabat yang gagah, tolong kau bantu kami menangkap dia! Dia ketua bajak, kamu harus menangkapnya untuk dihadapkan kepada Bun-goanswe di Tai-goan!” 

Tiba-tiba terdengar suara Hwat Ki yang kebetulan pada saat itu sudah sadar. Pemuda ini meloncat bangun, disusul oleh Cui Kim yang juga sudah sadar. Memang racun yang dipergunakan oleh ketua Kipas Hitam dalam jamuan makan tadi hanya racun untuk membikin mabuk orang untuk sementara saja, sama sekali tidak berbahaya, hanya sekedar membuat lawan tidak berdaya. 

Begitu sadar dari pingsannya dan melihat betapa Yosiko dicambuki secara aneh oleh pemuda asing yang dia kenal sebagai pemuda di rumah makan dalam dusun Leng-si-bun, Hwat Ki segera berseru untuk menangkapnya. Pemuda Lu-liang-san ini dapat menduga bahwa Yo Wan tentulah seorang pendekar yang berfihak kepadanya dan memusuhi bajak laut.

Mendengar seruan ini, sejenak Yo Wan bingung dan agaknya kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Yosiko. la telah mengeluarkan sebuah kipas hitam dan ketika ia menekan gagangnya, dari kedua ujung kipas itu menyambarlah sinar hitam ke depan.

“Awas…..!!” 

Yo Wan berseru dan sekali sabuk sutera putihnya dia gerakkan, Hwat Ki dan Cui Kim roboh oleh sabuk itu, terpelanting karena kaki mereka terlibat dan dibetot. Yo Wan sengaja melakukan ini karena dapat menduga akan bahayanya sinar hitam itu. 

Namun usahanya menyelamatkan kedua orang muda itu membuat dia kurang waspada akan dirinya sendiri. la sudah mengebutkan tangan kiri menyampok, namun dia merasa pundak kirinya sakit dan panas, maka maklumlah dia bahwa dia telah terkena senjata rahasia yang halus dan beracun. Rasa panas bercampur rasa gatal membuat dia kaget sekali dan cepat dia melompat ke depan mengejar Yosiko yang lari.

“Berhenti, serahkan obat pemunah racun!” teriak Yo Wan marah. 

Karena ginkangnya memang jauh lebih menang daripada Yosiko, sebentar saja dia hampir dapat menangkapnya diluar gedung itu. Namun tiba-tiba Yosiko melompat dan….. 

“byurrr…..!” ketua Kipas Hitam itu sudah terjun ke dalam air laut yang berbuih-buih.

Biarpun bukan ahli, namun kalau hanya berenang saja Yo Wan dapat juga. la maklum bahwa tubuhnya sudah terkena senjata beracun, dan ketua Hek-san-pang itulah satu-satunya orang yang mempunyai obat penawarnya, maka harus dia tangkap. Dengan pikiran ini, Yo Wan menjadi nekat dan….. 

“byurrr…..!!” air laut yang hitam gelap itu untuk kedua kalinya muncrat ketika tubuh Yo Wan terjun ke dalamnya. 

Yo Wan melihat di bawah sinar bulan yang remang-remang itu lawannya berenang ke tengah dimana terdapat beberapa buah perahu nelayan.

“Hemmm, ke manapun kau lari, jangan harap dapat terlepas dari tanganku,” pikirnya dan dia merasa girang ketika mendapat kenyataan bahwa setelah berada agak ke tengah, ternyata laut itu tenang airnya, memudahkan dia berenang melakukan pengejaran. 

Perahu-perahu di depan itu adalah perahu yang berlabuh, kelihatannya sunyi dan gelap. Tak mungkin kalau perahu nelayan berlabuh dalam keadaan gelap dan berada di tengah. Agaknya perahu-perahu bajak laut. Yo Wan tidak mempedulikan perahu-perahu itu. Ke manapun juga Yosiko pergi, akan dia kejar sampai dapat, karena kalau tidak, keadaannya bisa berbahaya. 

Mulailah dia menduga-duga. Agaknya senjata rahasia yang halus itu merupakan jarum-jarum kecil halus yang dapat menembus kulit dan menyusup ke bawah kulit sehingga kalau beracun maka racunnya dapat langsung terbawa oleh darah. Pundak kirinya mulai terasa kejang-kejang. Air laut mengurangi rasa sakit, akan tetapi makin lama pundaknya terasa makin kaku dan lengan kirinya hampir tak dapat digunakan lagi. la berenang mengandalkan kedua kaki dan lengan kanannya sehingga tiap kali tubuhnya miring ke kiri mukanya terbenam ke dalam air.

Akan tetapi girang hatinya karena agaknya Yosiko tak dapat berenang cepat, buktinya sebentar saja dia sudah hampir dapat menyusulnya. la mengerahkan tenaganya bergerak maju, berseru keras,

“Pangcu dari Kipas Hitam, berhentilah. Kau berikan obat pemunah racun dan baru aku mau memberi ampun kepadamu!”





  • SELANJUTNYA 

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)