JAKA LOLA JILID 107

 Tiga hari lamanya Yo Wan dirawat oleh Yosiko di dalam gua. Selama tiga hari tiga malam, Yosiko merawatnya penuh ketekunan, hanya pergi meninggalkan pemuda itu untuk mengambil obat dan makanan.

“Obat ini adalah obat yang amat manjur untuk membersihkan darah, dan untuk menyembuhkan luka dengan cepat. Obat ini dari Jepang, akan tetapi ibu pandai membuat sendiri sekarang,” kata Yosiko dengan suara bernada bangga.

“Terima kasih kepada ibumu, dia baik hati.”

Yosiko terkekeh, 
“Hi-hik, kau kira dia memberi obat karena baik hati kepadamu? Sama sekali tidak. la ingin kau lekas-lekas sembuh agar dia segera dapat datang untuk menguji kepandaianmu.”

Yo Wan tercengang. Aneh sekali wanita setengah tua itu, keponakan Raja Pedang.

“Kemarin ibu bilang, kau hari ini sudah sembuh betul dan nanti ibu tentu datang, kau diminta siap melayaninya.”

Memang Yo Wan sudah merasa sembuh dan dia bersyukur sekali. Sebetulnya kalau dia mau, bisa saja dia pergi sekarang juga. Namun dia bukan seorang pengecut yang melarikan diri dari seseorang, apalagi dia harus bertemu dengan ibu gadis ini, pertama untuk mengucapkan terima kasih atas pemberian obat, kedua untuk menjelaskan keadaan Yosiko agar niat buruk tentang pemilihan calon jodoh itu diubah.

“Biarlah ibumu datang, aku memang ingin sekali bertemu dengan ibumu. Bukan untuk bertanding, melainkan untuk bicara.”

Yosiko tersenyum. 
“Bicara tentang perjodohan kita? Ibu tetap tidak percaya bahwa kau bisa menangkan dia, malah ibu juga tidak percaya bahwa kau adalah murid Pendekar Buta Kwa Kun Hong.” 

“Eh, ibumu mengenal suhu?” 

“Tentu saja! Sahabat baik sekali, kata ibu, malah bekas kekasih, kata ibu.”

“Apa,….???” 

Kini Yo Wan yang tidak percaya. Suhunya seorang pria yang sakti dan gagah, berbatin mulia dan tangguh, setia kepada isteri, mana mungkin main gila dengan nenek galak itu?

Mendadak di depan gua berkelebat bayangan yang amat gesit. Yo Wan sudah melompat dan mengejar pada saat Yosiko baru saja melihat bayangan itu. Gadis ini menyambar pedang dan loncat mengejar pula.

“Dia bukan ibu! Tentu mata-mata musuh!” teriak Yosiko. 

Akan tetapi Yo Wan sudah mengejar lebih dulu. Bayangan itu gesit sekali, sebentar saja sudah lenyap di dalam hutan.

“Adik Cui Sian…..!” 

Yo Wan berteriak dengan jantung berdebar ketika dia tadi melihat bayangan tadi sebelum lenyap. Tak salah lagi, gadis itu tentu Cui Sian! Mengapa berada disini dan apa sebabnya melarikan diri dari padanya? Karena bayangan gadis itu lenyap dan melihat sikapnya jelas tidak mau bertemu dengannya, Yo Wan menghentikan pengejarannya, berdiri termenung dengan bengong.

Dengan terengah-engah karena kalah cepat larinya, Yosiko akhirnya tiba juga disitu.
“Mana dia, Yo Wan? Siapa dia…..?”

Akan tetapi Yo Wan tidak menjawab karena pemuda ini dalam bingungnya teringat akan bayangan gesit diluar gua pada beberapa hari yang lalu, diwaktu malam. Bayangan itu ternyata bukan ibu Yosiko, juga agaknya bukan Hwat Ki dan Cui Kim. Apakah bayangan tiga malam yang lalu itu juga bayangan Cui Sin? Berpikir sampai disini mendadak wajah-nya berubah. Celaka! Kalau benar bayangan itu bayangan Cui Sian, tentu gadis pujaan hatinya itu mengetahui pula bahwa selama tiga hari tiga malam dia tinggal berdua saja dengan Yosiko, gadis cantik! Itukah sebabnya mengapa Cui Sian menghindarkan pertemuannya dengan dirinya?

“Yo Wan, kenapa kau? Siapa yang kau panggil-panggil tadi?” Yosiko kini memegang lengannya dan mengguncang-guncangnya.






Yo Wan menggeleng kepala, menarik napas panjang. 
“Kau yang mendatangkan gara-gara ini.”

“Aku? Lho! Apa maksudmu?” Yosiko terheran dan penasaran.

“Kalau saja kau membiarkan aku pergi tiga hari yang lalu…..”

“….. tentu kau akan mampus karena luka-lukamu!” sambung Yosiko.

Mendengar kata-kata ini, Yo Wan sadar dari lamunannya dan memandang. Mereka saling pandang dan melihat wajah yang ayu itu cemberut sehingga wajahnya berubah lucu, mau tidak mau Yo Wan tersenyum dan menghela napas lagi.

“Lebih baik mampus daripada dia menyangka yang bukan-bukan, Yosiko.”

“Dia? Siapa dia? Laki-laki atau wanita tadi? Larinya cepat amat!”

Yo Wan merasa tidak perlu lagi untuk menyembunyikan sesuatu kepada gadis ini, malah lebih baik bicara sejujurnya untuk menghapus lamunan kosong gadis ini tentang perjodohan.

“Tentu saja ia lihai dan larinya cepat, dia itu bibimu!”

Saking kagetnya, hampir Yosiko meloncat tinggi. Matanya terbelalak, mulutnya terbuka dan lidahnya dikeluarkan sedikit.

“Jangan main-main kau! Siapa bibiku?” 

“Dia itu Tan Cui Sian, puteri tunggal Raja Pedang Tan Beng San. Karena ibumu adalah keponakan Raja Pedang, maka berarti dia itu saudara misan ibumu dan dia itu bibimu!”

“Ahhh…..!” Yosiko mengeluh. 

“Dan dia agaknya telah sejak tiga malam yang lalu memata-matai kita.” 

“Ohhh…..!” Yosiko mengeluh lagi. 

“Mengapa ah-oh-ah-oh? Apa kau kehilangan suaramu?”

“Yo Wan, kau tadi bilang lebih baik mampus, daripada dia menyangka yang bukan-bukan! Kalau begitu…… kalau begitu…… kau tidak suka dia menyangka yang bukan-bukan?”

“Tentu saja tidak suka!” 

“Jadi kau….. kau suka kepadanya?”

Yo Wan mengangguk. 
“Aku cinta kepadanya dan kalau ada wanita di dunia ini yang kuinginkan menjadi jodohku, maka satu-satunya wanita itu adalah dia orangnya!”

“Ihhhhh…..!!” Kali ini Yosiko benar-benar meloncat mundur, kemudian mulutnya mewek dan terdengar suara, “Uhhhu-hu-hu…..!” dan dia menangis!

“Yosiko, tak usah kau menangis. Sudah kukatakan, perjodohan hanya dapat terjadi atas dasar saling mencinta,” kata Yo Wan sambil melangkah maju dan memegang pundak gadis itu. 

Betapapun juga, dia merasa kasihan kepada gadis ini yang kembali telah menjadi kecewa. Mula-mula gadis ini memilih Hwat Ki yang mengecewakannya karena ternyata pemuda itu memusuhi dan membunuh orang-orangnya, kini pilihannya kepada dirinya kembali keliru.

Mendadak gadis itu menghentikan tangisnya. 
“Kubunuh dia! Kubunuh dia!” 

la meronta lepas dan meloncat, mengejar kearah larinya bayangan tadi. Akan tetapi dengan loncatan panjang Yo Wan sudah mengejarnya dan memegangi tangannya.

“Jangan, Yosiko. Kau takkan menang!”

“Peduli amat! Aku menang dia mampus, aku kalah aku mampus!”

“Hush, jangan. Adikku yang baik, kau bersabarlah. Bukan begini caranya mencari jodoh. Dunia bukan sesempit telapak tangan, masih banyak sekali terdapat pria yang jauh melebihi pilihanmu sekarang.”

Yosiko memandang kepadanya dengan mata terbelalak beberapa lamanya seakan-akan hendak menyelidiki isi hatinya, kemudian ia menggelengkan kepalanya.

“Tidak! Kau bohong!”

“Ah, kau benar-benar seperti katak dalam tempurung. Yosiko, sudah kukatakan bahwa memilih jodoh dengan dasar tingkat ilmu silat adalah cara yang amat bodoh. Ilmu kepandaian adalah seperti tingginya langit, sukar diukur. Gunung Thai-san yang tinggi masih kalah oleh awan, awan yang tinggi masih kalah oleh langit. Kalau kau memilih aku berdasarkan ilmu kepandaian, bagaimana kalau disana ada beberapa ratus orang laki-laki yang melampaui aku tingkat kepandaiannya? Apakah kelak kalau ada pria yang lebih pandai, kau akan menyesal dan memilih dia?”

Kembali Yosiko tertegun, memandang dengan mata terbelalak, agaknya ia mulai mengerti akan maksud kata-kata Yo Wan dan mulai bimbang akan sikapnya. 

Yo Wan girang sekali, tersenyum dan berkata halus, 
“Nah, kau agaknya mulai mengerti sekarang. Bagaimana, andaikata ada seorang kakek tua masih jejaka yang rupanya buruk, tangan kiri dan kaki kanan buntung, mata dan telinga kiri tidak ada, hidungnya patah, tapi kepandaiannya mengalahkan aku? Apa kau akan memilih dia sebagai jodohmu?”

Mata yang indah jeli itu bergerak-gerak, tapi tiba-tiba gadis itu menubruk dan merangkul lehernya, menangis. 

“Tidak! Tidak! Aku tidak mau memilih siapapun juga. Biar dia lebih pandai daripada engkau, tapi tidak ada yang seperti engkau, Yo Wan aku tidak mau memilih orang lain!”

Mampus kau sekarang! Yo Wan menyumpahi dirinya sendiri. Kenapa tiga hari yang lalu dia tidak pergi saja diam-diam meninggalkan gua, Celaka sekarang, celaka sekali kalau gadis peranakan Jepang ini mulai jatuh hati kepadanya, mulai mencintainya!

“Eh, Yosiko, jangan begitu, eh….. nanti dulu…..” 

Yo Wan melepaskan sepasang lengan halus yang merangkul lehernya seperti dua ekor ular itu.

Dengan terisak dan ujung hidungnya merah Yosiko memandang kepadanya.

“Lihat siapa yang datang!” kata Yo Wan sambil memandang ke depan.

Yosiko menoleh dan wajahnya berubah. Cepat gadis ini menghapus air matanya dan menyusut hidungnya dengan ujung baju, dengan gerak dan sikap sewajarnya di depan Yo Wan, sama sekali tidak sungkan-sungkan!

Ternyata yang datang itu adalah seorang wanita setengah tua, ibu Yosiko. Wanita ini masih kelihatan cantik dan gagah, sikapnya galak dan cekatan sekali, pakaiannya ringkas, wajahnya yang masih cantik itu tidak dirias, namun kesederhanaan rias dan pakaiannya menambahkan kesegarannya yang asli. 

Inilah ibu Yosiko yang bernama Tan Loan Ki yang di waktu mudanya dahulu terkenal dengan julukan Bi-yan-cu (Walet Jelita) dan yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw dengan kelincahan, kepandaian dan keberaniannya (baca cerita Pendekar Buta)! 

Dengan gerakan lari cepat yang tangkas sebentar saja wanita ini sudah tiba di tempat itu, menghadapi Yo Wan dengan pandang mata penuh selidik, seakan-akan seorang yang ingin menaksir barang dagangan sebelum dibelinya!

Ada lima detik ia menatap wajah Yo Wan, keningnya berkerut. Kemudian ia menoleh kearah Yosiko. 

“Kenapa kau menangis?” tanyanya tiba-tiba.

Yosiko menjadi merah mukanya. Agaknya merupakan hal yang memalukan baginya dan aneh bagi ibunya melihat dia menangis. Memang semenjak Yosiko remaja dan suka memakai pakaian pria, belum pernah ibunya melihat puterinya itu menangis.

“Aku menangis karena girang melihat Yo Wan sembuh, Ibu. Lekas kau uji dia dan kalau dia menang, kau tidak boleh membohongi aku, Ibu.”

“Hemmm, bohong apa?” tanya wanita itu agak gelisah karena anaknya demikian berterus terang di depan Yo Wan yang belum dikenalnya.





  • SELANJUTNYA 

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)