PENDEKAR BUTA JILID 002
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Hari telah siang ketika serombongan orang tergesa-gesa mendaki puncak Lao-san. Lima belas orang ini adalah laki-laki semua, rata-rata bertubuh tegap kuat dengan gerak-gerik yang kasar.
Melihat cara mereka mendaki puncak yang amat sukar dilalui itu secara cepat dan cekatan, dapat diduga. bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah biasa melakukan perjalanan di gunung-gunung serta memiliki tubuh yang kuat.
Apalagi melihat betapa setiap orang membawa senjata tajam, tergantung di punggung atau di pinggang, Yang berjalan paling depan adalah si muka hitam tinggi besar yang pagi hari tadi bertemu dengan orang muda buta di puncak itu, ialah Hek-twa-to, Si Golok Besar Muka Hitam. Setelah tiba di puncak, dimana si buta tadi duduk bernyanyi, hiruk-pikuklah suara mereka.
“Mana dia si buta, Twako?” bertubi-tubi pertanyaan ini menyerang Hek-twa-to yang menjadi sibuk juga.
Bisa celaka dia kalau tidak dapat menemukan orang muda buta tadi. Seperti telah kita ketahui, Hek-twa-to ini tadi lari tunggang-langgang ketakutan setelah dua kali menyerang si buta dia roboh secara aneh.
Dengan napas terengah-engah, dia memasuki hutan di pegunungan sebelah barat dimana kawan-kawannya berada, kemudian dengan hati masih merasa seram dia menceritakan semua pengalamannya.
Hek-twa-to ini adalah seorang diantara anak buah atau anggauta perkumpulan Hui-houw-pang (Perkumpulan Harimau Terbang), sebuah perkumpulan golongan hitam (penjahat) yang terdiri khusus para perampok-perampok di Santung. Hui-houw-pang berpusat di Pegunungan Santung dan dikepalai oleh seorang bernama Lauw Teng yang berusia lima puluh tahun bertubuh gemuk pendek dan bermuka kuning.
Pada waktu itu, Hui-houw-pang sedang berada dalam kedukaan karena baru saja mereka kalah berperang melawan musuh lama mereka, yaitu orang-orang Kiang-liong-pang (Perkumpulan Naga Sungai). Banyak diantara mereka yang terluka, malah Hui-houw-pangcu Lauw Teng sendiri juga terluka hebat.
Dalam usahanya untuk membalas dendam, Lauw Teng mendatangkan beberapa orang sahabatnya yang pada waktu itu sudah berkumpul disitu. Ketika mendengar penuturan Hek-twa-to, Lauw Teng amat tertarik, apalagi melihat gerak-gerik Hek-twa-to yang berbeda dengan tadi sebelum bertemu dengan orang buta aneh itu.
“Buka bajumu!” Lauw Teng memerintah.
Hek-twa-to tidak mengerti apa maksud perintah ini, namun dia tidak berani membantah dan dibukanya bajunya. Lauw Teng mendekati, meraba dada anak buahnya ini dan mengeluarkan seruan tertahan.
“Kau benar manusia tolol!” tiba-tiba dia berseru. “Lukamu telah disembuhkan orang dan kau menganggap dia anak buah musuh. Dia itu seorang ahli pengobatan yang pandai. Kerbau goblok kau! Hayo lekas bawa beberapa orang kawan, cari dia dan suruh kesini. Siapa tahu dia dapat mengobati kita semua!”
Hek-twa-to kaget dan juga girang ketika dia mendapat kenyataan bahwa memang betul lukanya di dalam tubuh akibat pukulan beracun dari fihak lawan telah sembuh. Bintik merah di dadanya telah lenyap dan tidak ada rasa nyeri sedikit pun juga. Biarpun dia amat terheran-heran bagaimana dan kapan orang mengobatinya namun dia tidak berani banyak bicara lagi, maklum akan watak ketuanya yang amat keras. Diapun khawatir takkan dapat mencari orang buta itu. Karena inilah, maka dia menjadi sibuk dan bingung ketika dia dan kawan-kawannya tiba di puncak Lao-san dia tak melihat orang muda buta yang tadi.
“Tak mungkin dia bisa pergi jauh,” katanya, hatinya berdebar penuh kekhawatiran karena dia tahu bahwa kalau dia tidak dapat membawa si buta itu ke depan ketuanya, dia tentu akan menerima hukuman yang hebat.
“Seorang buta mana bisa turun dari puncak dengan cepat? Tanpa dibantu tongkatnya dia takkan mampu melangkahkan kaki.”
Ucapan ini dikeluarkan dengan suara tenang karena dia percaya bahwa orang buta itu pasti belum pergi jauh.
“Hek-twako, jangan pandang rendah orang aneh itu. Kalau dia bisa naik ke puncak ini tentu juga mampu turun,” kata seorang kawannya.
Hek-twa-to menjadi pucat mendengar ini.
“Celaka, hayo kita cepat mencarinya. Kita berpencar ke empat penjuru. Aku akan naik ke pohon besar itu untuk melihat dari atas.”
Dengan cepat dia lalu lari menghampiri pohon dan sekali mengenjot kedua kakinya, tubuhnya melayang naik keatas pohon. Hebat juga kepandaian si muka hitam ini. Pantas saja pagi tadi dia lari ketakutan ketika dua kali menyerang si buta, dia sendiri yang kalah tanpa dapat tahu siapa yang telah mengalahkannya. Siapa yang tidak akan merasa seram? Kepandaiannya cukup tinggi. Apalagi menghadapi seorang pemuda buta, belum tentu dia akan kalah dalam pertempuran. Akan tetapi pagi tadi dia merasa seakan-akan melawan iblis yang melindungi si buta!
“Heeeii, itu dia disana. Ha-ha-ha, apa kataku? Dia takkan bisa pergi jauh!” tiba-tiba Hek-twa-to berseru kegirangan sambil meloncat turun dari cabang pohon.
Kawan-kawannya yang sudah mulai berpencar mencari ke empat penjuru, mendengar teriakan ini ikut menjadi girang. Mereka juga mengharapkan si tabib buta itu akan dapat menyembuhkan ketua mereka dan dua puluh lebih teman-teman lain yang juga terluka hebat.
Setelah Hek-twa-to turun, lima belas orang ini berlari-lari cepat menuruni puncak, dipimpin oleh Hek-twa-to. Betul saja, tak lama kemudian mereka melihat orang muda buta itu.
Dengan tongkatnya meraba-raba dan memukul-mukul ke tanah di depan kakinya, orang buta ini berjalan perlahan-lahan. Buntalan obat tergantung di punggungnya dan dari jauh sudah terdengar suaranya bernyanyi-nyanyi!
Siapakah sebetulnya orang muda tampan yang buta ini? Dia bukanlah seorang sembarangan. Namanya Kwa Kun Hong, putera tunggal dari ketua Hoa-san-pai yang bernama Kwa Tin Siong dan berjuluk Hoa-san It-kiam (Si Pedang Tunggal dari Hoa-san), seorang pendekar gagah perkasa. Ibunya juga seorang tokoh Hoa-san-pai yang kosen berjuluk Kiam-eng-cu (Si Bayangan Pedang).
Akan tetapi orang muda buta yang sakti ini sama sekali bukan murid ayah bundanya sendiri. Secara kebetulan dia mewarisi Ilmu Silat Rajawali Emas (Kim-tiauw-kun), malah akhir-akhir ini dia menerima pula Ilmu Silat Im-yang-sin-hoat dari Si Raja Pedang Tan Beng San ketua dari Thai-san-pai.
Karena inilah, maka biarpun usianya baru dua puluh lima tahun, dia telah mewarisi ilmu kesaktian yang luar biasa. Kwa Kun Hong bukan buta semenjak lahir. Baru saja tiga tahun dia menjadi buta. Dia buta karena secara nekat dia telah mencokel keluar kedua biji matanya sendiri, akibat penyesalan hatinya karena kekasihnya, puteri ketua Thai-san-pai, telah membunuh diri.
Gadis itu telah ditunangkan dengan putera ketua Kun-lun-pai dan telah membunuh diri di depannya karena putus asa dalam cinta kasihnya dengan Kwa Kun Hong. Semua peristiwa hebat ini dituturkan secara jelas dalam cerita terdahulu yang indah, yaitu Cerita Rajawali Emas.
Demikianlah sedikit riwayat orang muda buta ini untuk memperkenalkannya bagi para pembaca yang belum membaca cerita Rajawali Emas. Semenjak hatinya patah dalam cinta kasih dan kedua biji matanya dia korbankan, pemuda ini lalu merantau, kemana saja kedua kakinya membawa.
Dia dahulu telah mewarisi ilmu pengobatan dari kitab-kitab kepunyaan Toat-beng Yok-mo (Setan Obat Pencabut Nyawa), maka sekarang dalam perantauannya dia menjadi seorang tabib buta yang selalu siap menolong orang-orang sakit.
Tentu saja karena kebutaannya, biarpun dia berkepandaian tinggi, dia tidak dapat melakukan perjalanan cepat. Hanya dapat maju karena bantuan tongkatnya dan kakinya membawanya dari dusun ke dusun, dari kota ke kota dan dari gunung ke gunung.
Dia sengaja tidak pernah mau bertanya kepada orang lain tentang tempat yang akan dia datangi karena memang dia tidak mempunyai tujuan tertentu. Baru sesudah tiba disuatu tempat, dia bertanya dan adalah hal yang mendatangkan kegirangan juga mengetahui sebuah tempat yang sama sekali tak pernah diduga sebelumnya.
Pada sore hari kemarin dia mendaki puncak Lao-san yang pernah dia dengar tentang keindahannya. Semalam suntuk dia berdiam di puncak ini dan biarpun dia sudah tidak dapat mempergunakan kedua matanya lagi untuk menikmati tamasya alam indah, namun dengan perasaannya dia dapat menikmati hawa sejuk dan kehangatan matahari terbit, dengan hidungnya dia dapat menikmati keharuman bunga-bunga dan tetumbuhan yang sedap, dengan telinganya dia dapat menikmati suara merdu dari kicau burung diantara desir angin berdendang dan bergurau dengan daun-daun pohon.
Ketika dia duduk bersanjak di puncak Lao-san, khayalnya menciptakan tamasya alam yang agaknya jauh lebih indah daripada kenyataan yang tak dapat dilihatnya lagi itu.
Kwa Kun Hong memang seorang pemuda luar biasa. Ilmu silatnya tinggi sekali, ilmu pengobatannya juga tinggi dan selain dua ilmu ini, diapun amat pandai dalam hal kesusasteraan, pandai bersajak, bernyanyi, dan tulisan tangannya amat indah.
Kalau saja sepasang matanya tidak buta lagi, diapun merupakan seorang ahli dalam hal ilmu sihir yang pernah dia pelajari dari paman gurunya, yaitu Sin-eng-cu (Garuda Sakti) Lui Bok! Tentu saja biarpun ilmu sihir yang berdasarkan hawa murni dan kekuatan batin ini masih terdapat di tubuhnya, namun dia tidak dapat lagi mempergunakannya karena penggunaan ilmu ini harus melalui pandangan mata!
Peristiwa aneh yang dialami Hek-twa-to, sama sekali bukanlah perbuatan iblis atau orang sakti yang melindungi Kun Hong. Pemuda buta ini sendirilah yang mempergunakan kesaktian ilmu silatnya untuk mengalahkan Hek-twa-to dan sekaligus untuk menyembuhkan daripada luka dalam yang mengancam keselamatan nyawanya.
Dari peristiwa ini saja dapat dibayangkan betapa hebat pemuda ini. Tidak saja hebat ilmu kepandaiannya, yang lebih hebat lagi adalah pribudinya. Hek-twa-to telah memakinya, menghinanya, bahkan telah menyerangnya dengan niat membunuh. Akan tetapi Kun Hong masih berhati lapang, tidak hanya memaafkan ini semua, malah telah mengobatinya dengan beberapa totokan pada jalan darah di dada sehingga orang kasar itu menjadi sembuh!
Pada saat rombongan lima belas orang anggauta Kui-houw-pang itu lari mengejarnya, Kun Hong tengah berjalan perlahan-lahan menuruni puncak sambil berdendang dengan sajak ciptaannya sendiri yang memuji-muji tentang keindahan alam, tentang burung-burung, bunga, kupu-kupu dan anak sungai.
Tiba-tiba dia miringkan kepala tanpa menghentikan nyanyiannya. Telinganya yang kini menggantikan pekerjaan kedua matanya dalam banyak hal, telah dapat menangkap derap kaki orang-orang yang mengejarnya dari belakang. Karena penggunaan telinga sebagai pengganti mata inilah yang menyebabkan dia mempunyai kebiasaan agak memiringkan kepalanya kalau telinganya memperhatikan sesuatu.
Dia terus berjalan, terus menyanyi tanpa menghiraukan orang-orang yang makin mendekat dari belakang itu.
“Hee, tuan muda yang buta, berhenti dulu!”
Hek-twa-to berteriak, kini dia menggunakan sebutan tuan muda, tidak berani lagi memaki-maki karena dia amat berterima kasih kepada pemuda buta ini.
Kun Hong menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh perlahan, mulutnya tersenyum lebar namun kedua telinga tetap waspada mendengarkan dan mengikuti segala gerak-gerik di sekitarnya. Tentu saja dia mengenal suara perampok kasar yang dia jumpai pagi tadi, akan tetapi dia pura-pura tidak mengenalnya dan bertanya,
“Saudara siapa dan apa maksud saudara mengejar aku si buta ini?”
Dia tahu bahwa orang kasar itu kini menjura kepadanya, membungkuk-bungkuk beberapa kali tanda penghormatan. Gerakan tubuh ini saja tak dapat terlepas daripada pendengarannya yang amat tajam melebihi orang biasa yang tidak buta. Hal ini amat menggirangkan dan melegakan hatinya karena dia dapat menduga bahwa kedatangan belasan orang ini kiranya tidak mengandung niat jahat.
“Tuan muda, saya Hek-twa-to datang untuk minta maaf atas kelancangan saya pagi tadi dan untuk mengembalikan bungkusan pakaianmu,”
Wajah itu makin berseri, senyuman makin melebar ketika dia mengulurkan tangan untuk menyambut bungkusan.
“Ah, terima kasih, twako. Sebetulnya aku tidak begitu membutuhkan pakaian ini, akan tetapi kalau kau tidak memerlukan, baik kuterima untuk pengganti kalau yang kupakai sudah kotor. Berada padaku atau padamu sama saja, pakaian gunanya untuk dipakai, siapapun yang memakainya tidak menjadi soal. Terima kasih.” Dia menggantungkan buntalan pakaian itu di pundaknya.
Hek-twa-to menjura lagi.
“Juga saya menghaturkan terima kasih atas pertolongan sinshe (sebutan untuk tabib) yang telah menyembuhkan luka di dalam dadaku.”
003
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI