PENDEKAR BUTA JILID 008
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Apabila semua orang memandang kepada pemuda buta itu, ternyata si buta ini masih saja berdiri seperti tadi dengan tangan kiri tinggi-tinggi diatas kepala memegang mahkota emas sedangkan tangan kanan masih memegang tongkat melintang!
Apakah pemuda buta ini main sihir? Demikian para anak buah kedua perkumpulan penjahat itu bertanya-tanya dan merasa bingung, juga kaget, heran dan gentar. Akan tetapi tentu saja dugaan ini tidak betul dan para pengeroyok tadi, juga si gadis baju hitam tahu belaka betapa secara hebat pemuda buta itu tadi menggerakkan tongkatnya yang butut dan tampaklah sinar merah bergulung-gulung yang menangkis dan merusak semua senjata itu.
Yang membikin heran mereka adalah kehebatan tongkat itu yang demikian ampuhnya sehingga dapat mematahkan senjata-senjata tajam dan berat. Bukankah tongkat itu hanya tongkat kayu belaka?
Tentu saja tidak demikian keadaan yang sesungguhnya. Biarpun hanya tongkat kayu, akan tetapi di sebelah dalamnya adalah pedang Ang-hong-kiam, pedang pusaka yang ampuh sekali. Apalagi digerakkan oleh tangan yang memiliki tenaga dan kepandaian sakti seperti Kun Hong, sudah tentu para kepala penjahat itu bukanlah tandingannya!
Kun Hong tersenyum dan berkata,
“Mahkota sudah berada di tanganku, akan kukembalikan kepada yang berhak. Kalian tidak usah saling bermusuhan dan bunuh-membunuh. Lebih tidak baik lagi kalau kalian meneruskan pekerjaan kalian yang hina dan kotor ini, pasti kelak tidak akan membawa kalian kepada keselamatan hidup. Sudahlah, aku akan pergi …….”
Setelah berkata demikian dengan langkah perlahan pemuda buta itu berjalan maju mendahului kedua kakinya dengan tongkat yang dipakai meraba-raba ke depan. Karena dia buta, tentu saja dia tidak tahu bahwa dia telah salah mengambil jurusan sehingga dia bukan hendak meninggalkan tempat itu, melainkan dia menuju kearah kelompok pohon-pohon besar yang memenuhi hutan kecil di lereng bukit.
Kun Hong agak bingung ketika tongkatnya bertemu dengan batang-batang pohon, dia meraba-raba dan berjalan diantara pohon-pohon. Ketika dia melangkah maju, dia tidak melihat bahwa di atasnya ada sebuah cabang pohon yang tergantung rendah. Tahu-tahu kepalanya tertumbuk kepada batang pohon ini.
Kagetnya bukan main karena kalau yang memukul kepala itu adalah serangan lawan, tentu dia dapat mendengar angin pukulannya. Cepat dia miringkan kepala, akan tetapi tak dapat dia mencegah keluarnya “telur kecil” menyendul di dahinya yang mencium batang pohon tadi!
Semua orang yang berada disitu saling pandang dan tak terasa lagi muka tiga orang tokoh yang keheranan tadi berubah menjadi merah sekali. Orang buta macam begitu saja tak mampu mereka robohkan! Malah dalam satu kali gebrakan saja mereka telah kehilangan senjata! Padahal si buta itu mencari jalanpun tidak becus!
“Serang dia!”
Hampir berbareng Lauw Teng dan Bhe Ham Ko berseru. Ributlah para anak buah bajak dan rampok berlari maju, menghujani tubuh Kun Hong dengan serbuan senjata mereka. Akan tetapi kini Kun Hong tidak mau memberi hati lagi. Dia tadi turun tangan dengan maksud untuk mencegah mereka saling bunuh dan sengaja dia menimpakan rasa permusuhan mereka kepada dirinya karena dia yakin bahwa dia mampu menjaga diri sendiri.
Melihat dirinya dikepung dan diserbu, dia menggerakkan tongkatnya ke arah suara senjata yang menyerangnya. Sinar merah bergulung-gulung dan segera terdengar suara senjata beradu bertubi-tubi, disusul pekik kesakitan dan tampaklah senjata-senjata para pengeroyok itu beterbangan seperti daun-daun kering rontok tertiup angin.
Kali ini Kun Hong sengaja menujukan tongkatnya kepada tangan-tangan yang memegang senjata sehingga dalam sekejap mata saja belasan pengeroyok sudah terluka tangan mereka, luka berdarah yang biarpun tidak membahayakan keselamatan mereka, namun cukup parah sehingga membuat mereka tak berdaya dan tak dapat mengeroyok pula.
Serbuan gelombang kedua juga mengakibatkan belasan orang pengeroyok lain mundur dan memegangi tangan yang terluka, malah kali ini tidak ketinggalan tangan Lauw Teng, Bhe Ham Ko dan tosu Ban Kwan Tojin juga terluka!
Melihat kehebatan pemuda buta ini, para pengeroyok menjadi gentar juga, apalagi ketika Kun Hong yang kini berdiri tegak menghadapi mereka itu berkata, suaranya nyaring dan penuh pengaruh,
“Jangan kira bahwa aku tidak mampu mengubah luka pada tangan dengan tabasan pada leher atau tusukan pada ulu hati. Hemmm, orang-orang sesat, apakah kalian masih ingin merampas mahkota ini yang bukan menjadi hak milik kalian? Sadarlah bahwa perbuatan busuk takkan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan!”
Semua orang kini memandang betapa si buta itu melanjutkan perjalanannya, hati-hati sekali berjalan didahului rabaan tongkatnya, malah kini agak membungkuk-bungkuk karena takut kalau-kalau kepalanya bertumbukan dengan dahan pohon yang rendah lagi.
“Sinshe buta, berhenti kau!” tiba-tiba orang tinggi besar muka hitam yang tadi datang bersama Bhe Ham Ko melompat ke depan dan menghadang di depan Kun Hong.
Mendengar angin lompatan ini, Kun Hong maklum bahwa orang yang baru datang menyusulnya ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada tiga orang pengeroyoknya tadi.
“Sahabat siapakah dan ada keperluan apa menahanku?”
“Kau tinggalkan mahkota itu dan aku masih akan mengampuni perbuatanmu mengacau disini dan menghina kakak iparku, Kiang-liong-pangcu!”
“Hemm, kau siapakah berani bicara sesombong ini?” Kun Hong bertanya.
“Buka telingamu baik-baik. Tuan besarmu ini adalah Tiat-jin (Si Tangan Besi) Souw Ki, seorang diantara tujuh pengawal kaisar. Mahkota itu adalah benda pusaka didalam istana yang dicuri dan dibawa lari oleh bekas pembesar Tan Hok yang berhenti dan mengundurkan diri. Siapa yang merampas mahkota ini berarti dialah pencurinya dan patut dihukum sebagai pengkhianat atau pemberontak. Nah, kau serahkan benda itu kepadaku!”
Fihak Hui-houw-pang terkejut sekali mendengar pengakuan orang tinggi besar ini dan mereka, terutama Lauw Teng, memandang penuh perhatian. Kun Hong sendiri juga terkejut. Tak disangkanya dia akan bertemu kembali dengan seorang diantara tujuh pengawal Pangeran Mahkota Kian Bun Ti yang sekarang sudah menjadi calon kaisar karena kematian kaisar tua, dan dengan sendirinya tujuh orang pengawalnya itu akan naik pangkat menjadi pengawal kaisar pula.
Setelah mendengar namanya, baru dia mengenal kembali suara orang ini. Agaknya Tiat-jiu Souw Ki sendiri lupa kepadanya dan tidak mengenalnya. Hal ini tidak aneh pula karena dia sudah menjadi buta dan di puncak Thai-san tiga tahun yang lalu, ketika Tiat-jiu Souw Ki dan enam orang temannya datang pula mengacau, Kun Hong belum buta (baca Rajawali Emas).
Lebih besar lagi keheranan dan kekagetannya ketika dia mendengar dari mulut pengawal itu bahwa pembesar yang telah dirampok, yang katanya mengambil dan melarikan mahkota ini dari istana, bukan lain adalah Tan-taijin yang merupakan kakak angkat dari Tan Beng San!
“Tidak boleh orang merampas dari tanganku,” kata Kun Hong tenang dan suaranya keras. “Kalau kalian tadinya merampas benda ini dari pembesar she Tan itu, aku harus mengembalikan kepadanya juga.”
“Keparat, berani kau melawan pengawal kaisar?”
Tiat-jiu Souw Ki membentak dan tanpa menanti jawaban Kun Hong dia sudah mengirim pukulan dengan tangan kanannya yang disertai hawa pukulan dan tenaga dalam yang membuat kepalannya itu sekeras besi.
Memang Souw Ki ini waktu mudanya melatih tangannya dengan bubuk besi sehingga kini dia memiliki Ilmu Tiat-see-ciang (Pukulan Pasir Besi) yang membuat kepalannya seperti besi kerasnya dan karena ini pula dia mendapat julukan Tiat-jiu (Si Tangan Besi).
Sambaran pukulan tangan ini sudah cukup untuk diketahui Kun Hong tentang keahlian lawan. Namun dia tidak gentar, malah mengempit tongkatnya dan menggunakan tangan dan memapaki pukulan itu dengan dorongan telapak tangannya.
“Dukkk!”
Kepalan yang besar dan keras itu bertemu dengan telapak tangan Kun Hong yang putih dan halus seperti tangan wanita. Akibatnya luar biasa sekali. Souw Ki marasa betapa kepalannya seperti bertemu dengan kapas, seakan-akan tenaganya tenggelam ke dalam air dan sebelum dia sempat menarik tangannya, dari telapak tangan itu timbul hawa panas yang membakar tangannya.
Tubuhnya menggigil, dia jatuh berlutut dan lengan tangannya serasa lumpuh. Kagetnya bukan main dan cepat dia menarik tangannya sambil mengerahkan tenaga. Kun Hong melepaskan dan betapa kaget hati Souw Ki melihat kepalan tangannya membengkak dan mulailah terasa nyeri menusuk-nusuk. Dia melompat mundur dan menyeringai kesakitan.
“Tanganmu tidak apa-apa, besok akan lenyap rasa nyerinya.” kata Kun Hong. “Salahmu sendiri menggunakan tenaga beracun dan kini hawa pukulan menyerang tanganmu sendiri.”
Setelah berkata demikian, Kun Hong melanjutkan langkahnya. Tak seorangpun akan mencoba untuk menyerang lagi sekarang, setelah melihat betapa semua serangan dapat dipatahkan sekali gebrak saja oleh pemuda buta.
Melihat si buta itu berjalan dengan tongkat di depan, kelihatannya begitu lemah, begitu tak berdaya, akan tetapi hampir seratus orang banyaknya itu tidak dapat menghalanginya membawa pergi mahkota itu, benar-benar amat mengherankan! Orang-orang itu hanya mengikutinya dari jauh tak seorangpun mengeluarkan suara.
Diam-diam gadis jelita baju hitam itupun mengikuti dari jauh. Ia makin kagum kepada Kun Hong, dan ia dapat melihat sikap para penjahat itu yang agaknya tidak akan mengalah begitu saja. Siapakah pemuda buta ini? Lihai bukan main, dari mana datangnya dan apa maksud sebenarnya membawa pergi mahkota kuno?
Demikian bermacam pikiran mengaduk di hati Bi-yan-cu. Sengaja ia menyelinap diantara pepohonan dan menghilang dari pandangan mata orang banyak, lalu diam-diam ia mengikuti semua kejadian atas diri Kun Hong.
Setelah Kun Hong menembus hutan kecil penuh pepohonan itu, barulah si gadis jelita kaget sekali dan maklum apa yang diharapkan oleh para penjahat itu. Kiranya, tanpa diketahuinya, orang buta itu salah jalan, menuju ke sebuah tebing yang buntu karena berujung jurang yang amat curam dan luas, tak mungkin dilalui manusia!
Tanpa diketahuinya, si buta itu berjalan perlahan-lahan, tongkatnya meraba-raba menuju ke pinggir jurang, sedangkan di belakangnya, hampir seratus orang dari kedua perkumpulan penjahat itu mengikutinya, siap dengan senjata di tangan malah ada yang sudah mementang busur!
Melihat betapa orang buta itu menghadapi bahaya maut yang hebat, Bi-yan-cu ingin berteriak memberi peringatan. Akan tetapi ia menahan hatinya. Mengapa ia harus berbuat demikian? Ia tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan si buta, kecuali bahwa mahkota itu berada pada si buta dan harus ia rampas.
Si buta itu boleh mampus di tangan penjahat-penjahat ini, apa sangkut pautnya dengannya? Pula, orang buta itu masih muda dan tampan sekali, kalau ia seorang gadis tanpa alasan membelanya, bukankah orang akan menyangka yang bukan-bukan terhadap dirinya?
Apalagi kalau diingat betapa si buta tadi demikian dekat dan baik dengan gadis pesolek genit anak Lauw Teng, dapat diduga bahwa orang buta itupun bukan orang baik-baik biarpun kepandaiannya benar-benar amat lihai. Biarlah mereka saling gempur, dan ia mencari kesempatan baik merampas mahkota itu. Inilah siasat membiarkan anjing-anjing merebutkan daging sambil menanti kesempatan untuk menyambar daging itu!
Ketika akhirnya tongkatnya meraba tempat kosong, Kun Hong juga merasa kaget sekali. Diraba-rabanya sekali lagi ke depan, kanan kiri sama saja. Jelas bahwa tongkatnya memang meraba tempat kosong. Dia berjongkok, mencoba untuk mengukur dalamnya “lobang” di depannya itu, siapa tahu hanya sungai kecil. Tapi, biarpun dia sudah mengulur lengan dan tongkatnya, masih juga belum menyentuh dasarnya. Dan dia tidak mendengar suara air sungai.
Kemudian dia mundur dan melangkah dua tindak ke belakang, keningnya berkerut. Telinganya mendengar suara burung jauh di bawah ketika dia berjongkok tadi. Tahulah dia sekarang bahwa di depannya adalah jurang yang sangat curam, bahwa di “bawah” sana itu adalah kaki gunung, dusun-dusun dan pohon-pohon dimana burung-burung beterbangan!
“Kwa-sinshe, kau masih tidak mau menyerahkan mahkota itu?” tiba-tiba dia mendengar suara bentakan di belakangnya, suara Lauw Teng, juga dia mendengar kaki puluhan orang banyaknya, bergerak berindap-indap ke arahnya dari belakang, kanan dan kiri.
009
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI