PENDEKAR BUTA JILID 015
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Hayo kau ceritakan tentang urusanmu dengan mendiang Yo Kui dan tentang kehendakmu yang kotor terhadap nyonya janda Yo. Tentang Lao Tiu yang kau suruh membujuk-bujuk, tentang penipuanmu menggunakan surat perjanjian tanah, tentang cara kotormu menyogok pembesar yang melakukan pengadilan, tentang lima orangmu yang mengeroyok dan memukul mendiang Yo Kui. Hayo ceritakan, kalau ada yang kau lewatkan satu saja………… hemmm, aku benar-benar akan mematahkan batang lehermu yang lapuk ini!”
Karena nyawanya benar-benar terancam maut di tangan kuat pemuda buta itu, dengan suara tersendat-sendat si tua Song terpaksa menceritakan semua tipu muslihatnya terhadap mendiang Yo Kui, dan betapa dengan bantuan tukang pukulnya dan Lao Tiu, dia berusaha keras untuk menarik diri janda Yo menjadi kekasihnya.
Kata-katanya yang terputus-putus ini didengar oleh semua orang tanpa ada yang berani mengeluarkan suara, hanya terdengar isak tangis nyonya janda muda itu yang merasa terharu dan juga bangga karena sekali ini selain ia dapat membalas sakit hati, membuat roh suaminya tidak penasaran, juga sekaligus ia dapat mencuci bersih namanya di depan umum.
Sebetulnya, hal ini bukanlah rahasia bagi para penduduk dusun itu, karena mereka semua sudah tahu macam apa adanya tuan tanah itu dengan sekalian kaki tangannya. Akan tetapi baru kali ini mereka mendengar hal ini dibongkar dan diceritakan oleh si tuan tanah sendiri. Benar-benar hal yang amat luar biasa!
Setelah selesai membuat pengakuan, dengan suara serak tuan tanah itu meratap,
“…………. ampunkan saya, Tai-hiap (pendekar besar), ampunkan saya………… saya berjanji……… tidak berani lagi………..”
Gatal-gatal tangan para penjaga dan kaki tangan tuan tanah itu, namun mereka tak berdaya dan tidak berani bergerak karena maklum bahwa si buta itu tak boleh dipandang ringan. Buktinya, lima orang tukang pukul yang pandai silat itupun sekarang masih merintih-rintih tak dapat bangun. Pula, kalau mereka hendak mengeroyok, tentu tuan tanah itu akan terbunuh lebih dulu.
“Mudah saja mengampunkan orang macam kamu, tapi bagaimana dengan orang-orang yang sudah mati karena perbuatanmu? Bagaimana dengan wanita-wanita yang sudah kau hina?” Kun Hong membentak.
“Ampun………… ampun………..”
“Hayo kau suruh seorang diantara kaki tanganmu untuk mengambil lima ratus tail perak untuk mengganti kerugian nyonya Yo, sediakan sebuah gerobak berikut kudanya. Cepat! Hanya itu yang akan menjadi pengganti nyawamu.”
Tanpa ayal lagi tuan tanah itu menyuruh seorang kepercayaannya yang berdiri melongo di tempat itu untuk segera memenuhi permintaan Kun Hong ini. Para penduduk ramai membicarakan hal ini, ada yang terheran-heran, ada yang kagum, ada yang iri hati kepada nyonya janda yang sekarang berdiri dengan muka pucat dan bingung, terlalu kaget menghadapi semua kejadian yang sekaligus mengubah jalan hidupnya ini.
Dengan berdiri tegak Kun Hong menanti sampai pesuruh tuan tanah itu datang kembali membawa sebuah gerobak berikut kudanya yang cukup baik, terisi lima ratus tail perak! Semua penduduk memandang dengan melongo. Belum pernah mereka melihat uang perak sebanyak itu, jangankan melihat, mimpipun belum pernah!
“Twa-so, gerobak dan uang ini milikmu. Dengan gerobak ini kau dan anakmu bisa mencari pamanmu ke Cin-an dan uang ini dapat kau pakai sebagai modal hidup.
“……….. ah…………. terlalu…………. terlalu banyak untuk apa……?” Janda itu berkata gagap.
Kun Hong tersenyum.
“Untuk apa, terserah kepadamu karena uang ini milikmu yang sah!”
Janda itu memandang kekanan kiri, melihat betapa para penduduk memandangnya dengan mata terbelalak, dengan wajah mereka yang kurus-kurus dan pakaian mereka yang tambal-tambalan. Mendadak janda muda itu sambil memondong anaknya lari kearah gerobak, melihat lima kantong uang perak bertumpuk disitu, lalu berpaling kepada seorang dusun yang sudah tua.
“Chi-lopek (uwak Chi), kau turunkan tiga karung dan kau bagi-bagikan rata kepada semua saudara penduduk dusun kita,”
Hampir saja semua orang tak dapat percaya apa yang mereka dengar ini, kemudian setelah janda itu mengulangi perkataannya, terdengar mereka bersorak sorai dan memuji-muji nyonya Yo. Malah beberapa orang wanita lari menghampiri, memeluknya, menciuminya sambil menangis. Yang lelaki pada tertawa lebar, wajah yang kurus-kurus itu berseri-seri timbul harapan baru dengan adanya tambahan bantuan uang yang tidak sedikit itu.
Kun Hong mengangguk-angguk, diam-diam dia kagum sekali dan benar-benar dia puas telah menolong seorang yang memiliki pribadi setinggi nyonya janda itu. Biarpun seorang dusun, ternyata wanita ini benar-benar seorang bidadari, pikirnya dan terbayanglah wajah Cui Bi di depan mukanya.
Setelah selesai tiga karung diturunkan, Kun Hong lalu melepaskan tuan tanah, dengan jari tangannya dia menotok punggung dan pangkal paha. Tuan tanah itu berteriak dan roboh, dari mulutnya keluar darah.
“Kau tidak akan mati,” kata Kun Hong “akan tetapi ingat, sekali lagi kau melakukan gangguan kepada orang-orang tak bersalah, aku akan datang kembali dan membikin perhitungan yang lebih hebat denganmu. Pulanglah!”
Tuan tanah itu merangkak bangun, segera dituntun dan diangkat oleh orang-orangnya, Dia tidak tahu bahwa, semenjak saat itu dia takkan mampu lagi melakukan perbuatan hina, tidak akan dapat mengganggu wanita lagi karena dengan kepandaiannya, Kun Hong telah membuatnya menjadi seorang laki-laki lemah.
Kemudian Kun Hong menyembuhkan lima orang tukang pukul tadi, akan tetapi mereka inipun mendapat bagian. Dengan memijat urat darah terpenting Kun Hong membuat mereka berlima itu kehilangan tenaga pada kedua lengannya, sehingga selanjutnya mereka takkan dapat menjadi tukang pukul lagi!
“Karena kau masih saudara misan Yo-twaso, kau kuampuni. Akan tetapi kau harus mengantar Yo-twaso ke Cin-an sampai bertemu dengan pamannya. Awas, jangan kau main-main karena sekali kau menyeleweng, nyawamu takkan tertolong lagi,” kata Kun Hong kepada Lao Tiu sambil cepat-cepat dia menyentuh jalan darah di dadanya.
Lao Tiu merintih, merasa betapa jantungnya berdetak keras dan ada rasa nyeri dan perih di dekat lehernya.
“Kau terancam maut oleh luka di dadamu,” kata Kun Hong, “dan obatnya hanya akan dimengerti oleh Yo-twaso. Kalau kau sudah mengantarkan ia dengan selamat sampai di Cin-an dan bertemu dengan pamannya, baru dia akan memberi tahu kepadamu cara pengobatannya sampai kau sembuh. Nah, dengan jaminan ini, sekali kau menyeleweng, kau akan mampus dan tubuhmu akan menjadi busuk sebelum nyawamu melayang.”
Kun Hong sengaja mengeluarkan ancaman ini, padahal yang dia lakukan itu hanyalah totokan biasa saja dan sama sekali tidak ada bahayanya, dalam waktu sebulan rasa tak enak itu akan hilang sendiri. Akan tetapi dia perlu mengancam dan menakut-nakuti orang berwatak buruk seperti Lao Tiu.
“Yo-twaso, mari kita masuk pondok. Akan kuberi tahu rahasia pengobatan dia itu dan aku akan menukar pakaianku.”
Dengan tongkat meraba-raba ke depan Kun Hong memasuki pondok Nyonya Janda Yo sambil menggandeng tangan A Wan berlari mengikuti. Sampai di dalam pondok, janda muda ini tak dapat menahan lagi hatinya yang penuh perasaan haru, girang, dan bahagia. Sambil terisak menangis ia menubruk Kun Hong dan merangkulnya, menangis tersedu-sedu.
“In-kong…………. ah, In-kong……….. kau telah menyelamatkan hidupku………. menyelamatkan nama baikku………. In-kong, budimu setinggi gunung…… dan………….. kau seorang buta…………! Ah, betapa inginku membalas budimu………. In-kong, andaikata dapat, aku rela memberikan kedua mataku untukmu!”
Dengan penuh perasaan nyonya muda itu menarik leher Kun Hong dan tanpa malu-malu karena perasaan terima kasih yang meluap-luap ia lalu menciumi kedua mata yang buta itu!
“Twa-so, jangan…………..!”
Suara Kun Hong tersedak karena dia menahan perasaannya dan kedua tangannya memegang pundak wanita itu, didorong menjauh. Sejenak wanita itu menatap wajahnya, melihat betapa mata yang buta itu bergerak-gerak, celah-celah belahan pelupuk membasah, hidung yang mancung itu kembang-kemping, bibirnya bergerak-gerak gemetar.
“In-kong………..!” wanita itu lalu menjatuhkan dirinya, kini memeluk kedua kaki Kun Hong dan menciumi sepatu yang kotor, membasahi dengan air mata dan menggosok-gosoknya dengan rambut.
“In-kong, selama hidupku takkan dapat aku bertemu dengan manusia seperti In-kong………… apa artinya menempuh hidup baru di Cin-an kalau aku takkan dapat bertemu dengan orang sepertimu lagi? In-kong, biarlah aku membalas budimu dengan menghambakan diri…………. biarlah aku menjadi bujangmu. A Wan juga………….. biarkan kami berdua merawatmu, biarkan aku menuntunmu…………”
“Yo-twaso, diam…………..!” Kun Hong mengeluarkan suara bentakan dan sekali tarik dia membuat wanita itu berdiri. “Kau wanita baik-baik, kau seorang suci dan mulia hatimu. Thian pasti akan memberkatimu. Hayo kita keluar, kau harus berangkat sekarang juga. Mana pakaianku?”
Dengan masih terisak wanita itu berkata sedih,
“Tidak akan kukembalikan, In-kong. kalau tak dapat berkumpul dengan orangnya, biarlah pakaiannya menjadi kenang-kenangan. Kuganti dengan pakaian suamiku pula………….. pergi meninggalkan kami berdua……………” ia terisak lagi.
Kun Hong maklum bahwa paling berat adalah mempertahankan nafsu hati, oleh karena itu dia tidak mau banyak ribut tentang pakaian, segera dia menuntun tangan A Wan keluar dari pintu, diikuti oleh janda itu. Sambil terisak janda itu minta diri dari semua tetangganya, lalu ia naik gerobak bersama A Wan. Lao Tiu sudah duduk di depan, orang ini sekarang taat benar.
“Aku akan mengantar sampai keluar dusun,” kata Kun Hong dan berangkatlah mereka.
Gerobak ditarik kuda berjalan perlahan meninggalkan kampung, di belakang gerobak, Kun Hong berjalan sambil memegang tongkat. Di belakangnya, orang-orang dusun mengantar sampai ke pinggir dusun, melambaikan tangan kepada A Wan dan ibunya.
Setelah gerobak meninggalkan dusun itu sejauh sepuluh li dan tiba di jalan simpang empat, Kun Hong berkata,
“Lao tiu, berhenti dulu.”
Gerobak berhenti dan dia berkata kepada janda Yo,
“Yo-twaso, nah, sampai disini kita berpisah. Selamat jalan dan semoga kau bahagia. A Wan, jaga ibumu baik-baik, ya? Sudah, Lao Tiu, sekarang kau balapkan kudamu.”
“Nanti dulu ……….!” Nyonya janda itu melompat begitu saja turun dari gerobak, lari menghampiri Kun Hong dan berlutut di depannya. “Sekali lagi, In-kong……….. bolehkan aku dan A Wan menghambakan diri padamu? Biar kami ikut kemana kau pergi………….” Suaranya penuh permohonan.
“Bodoh, kau orang baik. Aku seorang buta, seorang pengemis…………….”
“Tidak apa, aku masih bermata. Mataku sama dengan matamu, dan aku………. aku sanggup bekerja untukmu……….. andaikata mengemis sekalipun……………. aku yang akan mengemis, In-kong ………..”
“Cukup semua ini! Twa-so, jangan lemah, ingatlah anakmu. Aku berjanji, kelak akan kucari kau dan A Wan di Cin-an.”
“Betulkah?” Terdengar suara mengandung harapan. “In-kong, sampai kini belum kuketahui namamu yang mulia,”
Kun Hong tersenyum pahit,
“Apa artinya nama? Kenalilah aku sebagai sibuta……… dan eh, jangan lupa ……….”
Ia mendekatkan mukanya sambil mengangkat janda itu bangun berdiri.
“…… si Lao Tiu tidak kuapa-apakan, kelak bilang saja obatnya minum abu hio, sehari satu sendok sampai sebulan. Nah, selamat jalan!”
Kun Hong yang tak ingin wanita itu menunda-nunda perjalanannya, tiba-tiba mengangkat tubuh wanita itu dan………….. melontarkannya ke depan.
Janda itu menjerit lirih, tubuhnya melayang dan………… jatuh dalam keadaan duduk diatas gerobak, di dekat A Wan yang tertawa-tawa melihat ibunya “terbang” tadi.
016
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI