PENDEKAR BUTA JILID 016
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
n perjalanannya sambil bernyanyi.
“Wahai kasih, aku disini…………..! Menyongsong sinarmu yang hangat…..”
Kata-kata dalam nyanyian Kun Hong selalu berbeda, disesuaikan dengan keadaan dan perasaannya disaat itu, namun selalu didahului dan diakhiri dengan kata-kata
“wahai kasih, aku disini…………!”
Hal ini adalah karena dalam setiap nyanyiannya, pikirannya selalu melayang dan terkenang kepada Cui Bi, kekasihnya yang telah tiada. Baginya, sinar matahari, kicau burung, desir angin, dendang air sungai, harum bunga dan rumput, semua itu adalah pengganti diri Ciu Bi baginya! Sebetulnya pada saat itu dia merasa lapar sekali, akan tetapi setelah berjalan setengah hari lebih belum juga dia bertemu orang atau dusun, maka terpaksa dia menahan lapar dan bernyanyi-nyanyi.
“Wahai kasih aku disini………….! Dalam perjalanan nan sunyi………………..”
Tiba-tiba Kun Hong miringkan kepalanya seperti tak disengaja, akan tetapi sebetulnya dia mengelak sambaran sebuah benda yang menyambar kepalanya dari atas.
“Plok!”
Benda itu jatuh ke tanah dan pecah. Kiranya sebutir buah apel masak yang menyambarnya tadi dari atas pohon di pinggir jalan. Tak mungkin buah masak jatuh seperti itu cepatnya, pasti disambitkan orang, pikir Kun Hong. Dia menghentikan langkahnya dan dengan telinga memperhatikan keatas pohon.
“Perutku memang amat lapar dan bau buah masak itu sedap benar. Kuminta belas kasihan sahabat yang bermata untuk memberi beberapa butir kepadaku,” akhirnya dia berkata sambil mendongak keatas.
“Hik, hik!” terdengar suara wanita, suara ketawa merdu yang membuat Kun Hong mengerutkan keningnya.
Serasa pernah dia mendengar suara ketawa ini. Lalu tubuh orang itu dengan ringannya melayang dari atas pohon, turun di depannya tanpa mengeluarkan banyak suara gaduh.
Ternyata ginkang (ilmu meringankan tubuh) orang ini tinggi juga. Kembali ada benda-benda melayang kearah Kun Hong. Pemuda buta ini menggunakan kedua tangannya menangkap dan ternyata buah-buah yang masak dan harum baunya berada di tangannya. Dia tersenyutn girang, lalu makan buah yang manis dan sedap itu. Dengan mulut penuh daging buah dia berkata.
“Terima kasih…… terima kasih………” sambil membungkuk-bungkuk ke depan, kearah pemberi buah.
“Siapa sih yang kau rindukan sepanjang jalan itu? Ingin benar aku tahu, si genit puteri Hui-hou-pangcu ataukah si janda muda tak tahu malu?”
Kun Hong tersedak, cepat batuk-batuk untuk mencegah makanan memasuki jalan pernapasannya. Kiranya wanita ini adalah Bi-yan-cu, gadis lincah yang mengaku puteri Sin-kiam-eng Tan Beng Kui!
“Eh, kiranya kau……….. Bi-yan-cu, Nona? Ah, sambitanmu tadi membikin kaget orang saja……………”
Sungguh sama sekali diluar dugaannya, ucapannya ini membuat gadis itu tiba-tiba menjadi marah! Gadis ini membanting-banting kakinya dan berkata, suaranya penuh kejengkelan.
“Kalau lengan kananku yang terkutuk ini tidak begini nyeri, tak mungkin sambitanku tidak mengenai kepala seorang buta! Aku tidak biasa menyambit dengan tangan kiri!”
Kun Hong tersenyum, diam-diam merasa aneh dengan watak gadis ini, akan tetapi dia tidak menjawab, melainkan menghabiskan dua butir buah dengan lahap dan enaknya.
Kediaman kembali membangkitkan amarah gadis itu, terbukti dengan suaranya yang nyaring merdu penuh kejengkelan,
“Ih, orang macam apa kau ini, tidak menjawab omongan orang hanya makan saja, tidak ingat dari siapa kau menerima buah itu!”
“Aku sudah bilang terima kasih tadi,” jawab Kun Hong tenang, memasukkan sisa terakhir buah itu ke dalam mulut.
“Siapa butuh terima kasihmu? Yang kubutuhkan sekarang jawabanmu.”
“Jawaban apa?”
“Siapa yang kau rindukan sepanjang jalan, si genit puteri Hui-houw pangcu ataukah si janda muda?”
“Bagaimana kau tahu tentang janda itu?”
“Cih, kau kira aku buta? Tentu saja aku tahu, hemm, siapa tidak melihat kau bermalam di rumahnya, menolongnya mati-matian dan siapa pula tidak melihat adegan sandiwara mesra di perempatan jalan tadi pagi? Hi-hik, semua ditinggalkan, lalu dijalan nyanyi-nyanyi seorang diri penuh rindu. Lucu benar kau!”
Suara gadis itu penuh ejekan dan muka Kun Hong menjadi merah. Namun dia tersenyum dan diam-diam dia heran sekali karena benar-benar sukar untuk dapat menyelami hati dan watak seorang gadis seperti ini. Dia tidak merasa sakit hati mendengar gadis itu bicara tentang buta, karena dari suaranya dia maklum bahwa gadis itu tidak sengaja hendak menghina atau menyakiti hatinya.
“Aku tidak merindukan siapa-siapa, tidak mereka berdua.”
“Habis, siapa itu kasih?” Lalu dengan suara keras menggemaskan ia meniru suara Kun Hong bernyanyi tadi, “Wahai kasih, aku disini…………..!”
Kun Hong hanya tersenyum.
“Kau benar-benar hebat, tahu segalanya. Masih begini muda, pandai menyelidiki keadaan orang lain. Hai, adik nakal, kenapa kau semenjak kemarin terus mengikuti aku?”
“Ih, ngawur! Dua kali ngawur! Pertama-tama, bagaimana kau berani memanggil aku adik, padahal aku jauh lebih tua daripadamu.”
“Tak mungkin! Usiamu belum ada dua puluh tahun!”
“Ih, ngawurnya! Kau tidak bisa melihat aku, mana tahu aku tua atau muda? Umurku sudah dua kali umurmu, tahu?”
Kun Hong tertawa. Biarpun menyinggung-nyinggung kebutaannya, namun jelas bahwa dara remaja ini bukan bermaksud menyakiti hati, melainkan bermaksud mempermainkannya. Hal ini dapat dia tangkap jelas pada suara gadis itu. Hemm, seorang dara remaja yang biasa dimanjakan, keras hati, keras kepala, keras segala-galanya. Tapi belum tentu jahat, buktinya pernah turun tangan menolongnya ketika dia dikeroyok.
“Kau bocah nakal! Biarpun mataku buta tak dapat melihatmu, aku berani bertaruh potong kepala bahwa usiamu belum ada dua puluh tahun dan bahwa kau seorang dara lincah yang nakal, cantik jelita, dan manja!”
“Idihhh, ngawur lagi. Bagaimana kau bisa katakan aku cantik jelita? Dasar laki-laki mata keranjang kau……….. eh, tak bermata? mana bisa mata keranjang? Kau………. kau hidung belang, buktinya setiap bertemu wanita lalu memuji dan main gila seperti yang kau lakukan dengan puteri Hui-hou-pangcu dan janda muda.”
“Bohong! Fitnah belaka itu!”
“Bohong apa? Fitnah apa? Hayo kau sangkal, bukankah puteri Lauw-pangcu yang genit itu minta kau memijatinya waktu malam? Hi-hik, biar matamu buta, apakah jari-jari tanganmu juga buta? Dan janda itu, kau bermalam di gubuknya, kau menolongnya, kau…….. sudahlah, kau menjemukan!”
Kun Hong makin geli. Anak ini benar-benar manja. Bilang menjemukan tapi malah mengajak dia bercakap-cakap dan tidak mau pergi dari situ.
“Yah, sudahlah. Aku ngawur, tapi baru satu kali. Yang kedua kalinya lagi ngawur dalam hal apa?”
“Kau bilang aku mengikutimu sejak kemarin. Cih, siapa sudi mengikutimu? Apa ingin menontonmu? Kalau orang gila, masih boleh dan menarik ditonton, tapi orang buta, apa sih menariknya untuk ditonton? Paling-paling hanya menimbulkan kasihan dihati……………….”
“Wah, kau berkasihan kepadaku, Bibi tua? Aku yang muda menghaturkan terima kasih atas belas kasihanmu itu dan…….”
“Gila! Kau buta gelap! Kau ngawur, kau menghina, ya? Panggil bibi tua, setan………….!”
Mendengar gadis itu mencak-mencak disebut bibi tua, Kun Hong tertawa bergelak,
“Ha-ha-ha-ha-ha!”
“Setan alas, masih tertawa lagi! Kau minta dihajar barangkali.”
“Ampun, Bibi tua. Keponakanmu ini takkan berani nakal lagi. Kau tadi bilang bahwa kau dua kali lebih tua daripadaku, bukankah sepatutnya kalau aku menyebutmu bibi tua? Kenapa marah-marah seperti kebakaran jenggot?”
“Gila lagi. Aku mana berjenggot?”
Kun Hong tertawa makin geli mendengar ini dan gadis itupun tertawa kini.
“Betul juga kau, aku yang salah. Sudah, jangan sebut aku bibi tua lagi, bisa menangis aku!”
“Nona yang lucu, coba kau katakan, kalau kau tidak mengikuti aku, biarpun sesungguhnya aku tidak tahu dan tidak menduga, habis bagaimana kau bisa tahu tentang janda dan segala yang kualami itu?”
“Aku mengikuti rombongan itu untuk mengambil ini.”
Lupa akan kebutaan Kun Hong, gadis itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam buntalannya, dan benda itu adalah……….. mahkota yang tadinya sudah dirampas oleh Tiat-jiu Souw Ki. Biarpun Kun Hong tak dapat melihatnya, namun dia mendengar angin gerakan gadis itu yang mengeluarkan sesuatu dari buntalan, dia dapat menduga benda apa itu.
Kun Hong terkejut juga, karena hal ini benar-benar tak pernah disangkanya.
“Hah, kau sudah merampasnya kembali?”
“Tentu saja! Setelah kau main gila dengan janda itu, aku mengejar mereka dan apa artinya mereka bagiku?” Suaranya bernada sombong. “Kemarin aku kalah karena mereka mengeroyokku, puluhan, malah ratusan orang banyaknya! Dan sebenarnya kemarin itupun aku tidak akan kalah kalau saja…………”
“Kalau apa?”
Kun Hong tersenyum, diam-diam geli hatinya. Gadis ini benar-benar lincah dan lucu dan bagaikan penambah cahaya matahari mendatangkan perasaan gembira, menularkan kepadanya sifat gembira dan tiba-tiba saja Kun Hong kehilangan watak pendiamnya dan jadi bersendau-gurau dengan gadis ini!
“Kalau saja aku tidak muak oleh bau keringat mereka!”
“Bau keringat? Ho-ho, kok aneh amat!”
“Aneh apanya? Ratusan orang laki-laki kasar tak pernah mandi mengeroyokku, keringat mereka bercucuran, baunya melebihi biang cuka, membuat aku sesak bernapas. Mau muntah rasanya, mana mungkin bertempur dengan baik!”
Kun Hong tak dapat menahan kegelian hatinya dan tertawalah dia terbahak-bahak tidak tahu bahwa gadis itu memandangnya dengan cemberut karena merasa ditertawai. Selama tiga tahun ini agaknya baru kali ini dia dapat tertawa seenak ini. Tapi ketika dia teringat akan kekejaman gadis ini merobohkan lawan-lawannya tiba-tiba ketawanya terhenti, keningnya berkerut ketika dia bertanya,
“Dan kau bunuh mereka semua dua puluh satu orang itu?”
017
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI