PENDEKAR BUTA JILID 020
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Agaknya kakek itu ragu-ragu, lalu mengomel,
“Heran benar, masa Hek-kui-nio (Iblis Betina Hitam) tak dapat menangkap seorang gadis cilik?” Kemudian dia menoleh kepada Kun Hong. “Orang muda, bukan aku Ban-gu-thouw (Selaksa Kepala Kerbau) golongan cianpwe hendak menghina yang muda, tetapi sahabatmu gadis liar itu agaknya terlalu lincah untuk Hek-kui-nio. Terpaksa aku harus menangkapnya!”
Akan tetapi pada saat itu terdengar Hek-kui-nio berteriak kesakitan dan ia berjingkrak-jingkrak dengan kaki kanannya karena kakinya yang kiri kena digajul (ditendang dengan ujung sepatu) oleh Loan Ki sehingga bukan main nyerinya, ngilu dan menusuk-nusuk tulang sumsum!
Laki-laki tinggi besar yang berjuluk Ban-gu-thouw itu dengan marah lalu memutar-mutar golok pemotong babinya, atau mungkin juga pemotong kerbau sesuai dengan julukannya.
Angin menderu dan diam-diam Kun-Hong menjadi kaget dan khawatir, jelas terdengar olehnya betapa Ban-gu-thouw ini memiliki tenaga dahsyat yang tak boleh dipandang ringan. Biarpun dia maklum bahwa ilmu silat pedang yang dimiliki Loan Ki jauh lebih hebat dan mempunyai dasar yang tinggi tingkatnya, namun menghadapi seorang lawan kasar yang bertenaga besar dan memegang senjata yang agaknya amat berat, tetap merupakan bahaya bagi Loan Ki.
“Locianpwe, jangan memperhebat permusuhan!”
Kun Hong berseru, tubuhnya tiba-tiba melesat kearah si tinggi besar itu, kedua tangannya bergerak dengan jari-jari tangan terbuka dan……. dilain saat Kun Hong sudah berhasil merampas golok pemotong kerbau itu!
Ban-gu-thouw berteriak keras saking kagetnya. Cepat dia membalikkan tubuhnya dan memandang dengan mata terbelalak.
“Heeei, kalau begitu kau tidak buta!”
“Siauwte memang seorang buta,” jawab Kun Hong.
“Kalau buta bagaimana dapat merampas golokku!”
Tanpa menjawab Kun Hong mengangsurkan golok itu kepada pemiliknya. Ban-Gu-Thouw menerima kembali goloknya dan wajahnya merah sekali karena pada saat itu Loan Ki tertawa haha-hihi. Dia menjadi marah dan berkata,
“Orang muda buta, kenapa kau merampas golokku?”
“Kuharap Locianpwe tidak melanjutkan pertempuran yang tidak ada gunanya. Makanan itu sudah masuk perutku, dan aku sudah sanggup untuk minta maaf.”
“Enak saja kau bicara! Kami berdua yang akan menerima hukuman dari twa-nio dan siocia, tapi karena omonganmu tadi enak didengar, kami akan melupakannya saja dan siap menerima hukuman. Siapa tahu sahabatmu si harimau betina itu suka menghina orang dan sekarang kau malah merampas golokku. Ban-gu-thouw dan Hek-kui-nio tidak bisa menerima hinaan orang!”
Kun Hong cepat menjura.
“Harap sekali lagi kalian orang-orang tua sudi memaafkan kami orang-orang muda. Kalau perlu, biarlah kami menghadap majikan kalian untuk minta maaf. Kurasa majikan kalian akan menghabiskan urusan makanan yang tak berarti ini.”
Dua orang itu saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak, membuat Kun Hong yang tak dapat melihat itu terheran-heran. Malah nenek yang sekarang sudah tidak nyeri lagi kaki kirinya itu tertawa tak kalah kerasnya oleh temannya. Kemudian Ban-gu-thouw berkata,
“Ha-ha, bagus sekali. Kalian mau menghadap twa-nio atau siocia? Ha-ha-ha, orang muda, benar-benar lucu kalau ada orang berani begini tenangnya menyatakan hendak menghadap majikan kami setelah berani mencuri makanan. Tapi agaknya kalian mengandalkan kepandaian kalian, dan kau ini orang buta agaknya juga berkepandaian. Sebelum kau menghadap majikan kami, biar kucoba dulu. Bisakah kau merampas golokku sekali lagi? Awas serangan!”
Dengan gerakan kuat sekali Ban-gu-thouw membacok kearah kepala Kun Hong. Pemuda ini dengan tenang miringkan kepala, jari tangannya meluncur kearah pergelangan tangan disusul cengkeraman kearah gagang golok dan……. sebelum Ban-gu-thouw tahu mengapa tiba-tiba tangannya menjadi gringgingen (kesemutan), goloknya telah pindah ke tangan orang buta itu! Dan tanpa berkata apa-apa kembali Kun Hong mengangsurkan golok kepada pemiliknya.
“Hek-cici, dia ini siluman, lebih baik kita pulang siap menerima hukuman!” kata Ban-gu-thouw sambil menyambar goloknya dan berlari pergi diikuti temannya.
Loan Ki mengikuti mereka dengan suara ketawanya yang nyaring sampai mereka tidak kelihatan lagi punggung mereka.
“Hi-hik alangkah lucunya dua orang badut itu!”
Loan Ki berkata sambil duduk di depan Kun Hong yang sudah duduk pula diatas akar pohon.
“Apanya yang lucu! Ki-moi, kau benar-benar keterlaluan. Sudah mencuri, memperolok mereka yang tentu akan menerima hukuman dari majikan mereka. Hanya aku amat heran, siapakah majikan yang mempunyai koki dan jagal seperti mereka itu? Kepandaian mereka itu tak patut dimiliki seorang koki dan jagal biasa. Tentu majikan itu luar biasa pula dan bukan orang sembarangan. Sudah sepatutnya kita datang kesana minta maaf.”
Loan Ki cemberut.
“Tak sudi aku minta maaf! Apalagi kepada twa-nio dan siocia yang mereka sebut-sebut tadi. Huh, lebih baik kupergunakan pedangku memberi hajaran kepada mereka.”
Kun Hong menghela napas.
“Sudahlah, kalau begitu kita tidak usah pergi kesana. Tapi tak baik pula kita tinggal bersama-sama disini, kalau mereka datang lagi tentu hanya akan menimbulkan keributan belaka. Ki-moi, aku sungguh merasa beruntung dapat berkenalan denganmu. Adik yang baik, selanjutnya kau berhati-hatilah melakukan perjalanan, lebih baik kalau kau segera pulang dan jangan merantau seorang diri. Seorang dara remaja seperti kau ini lebih aman kalau berada di rumah orang tuamu sendiri. Jauhkan permusuhan, jangan terlalu menurut nafsu hati. Nah, Ki-moi kita berpisah disini. Mudah-mudahan lain waktu ada kesempatan bagi kita untuk saling bertemu kembali.”
Kun Hong tidak tahu betapa gadis itu memandangnya dengan mata terbelalak seperti orang kaget. Agaknya ia sama sekali tidak ingat bahwa pertemuan itu akan berakhir dengan perpisahan. Tiba-tiba ia memegang tangan Kun Hong dan ditariknya pemuda buta itu berdiri.
“Hong-ko, hayo berangkat!” ajaknya.
“Eh, kemana? Jalan kita bersimpang disini.”
“Iihh, siapa bilang? Kita mengejar mereka, mengunjungi majikan dua orang badut tadi.”
“Heh?” Kun Hong melengak heran, “Kau bilang tadi tak sudi kesana, tak sudi minta maaf!”
“Sekarang aku ingin sekali kesana! Ingin aku melihat si muka hitam kepala kerbau itu dipukuli kepalanya oleh twa-nio sampai bengkak-bengkak dan melihat si nenek setan itu menyelam di air sampai perutnya kembung, hi-hi-hik!”
Kun Hong hanya dapat menarik napas panjang karena gadis itu sudah menariknya dan diajak lari. Sebetulnya dia tidak ingin pergi berdua lebih lama lagi dengan gadis yang merupakan penggoda batinnya ini, akan tetapi diapun tidak tega membiarkan gadis itu pergi seorang diri menemui majikan yang aneh dan mencurigakan itu. Dia tahu dengan pasti bahwa sekali menyatakan keinginan hatinya, tidak ada lautan api yang dapat menghilangkan gadis kepala batu ini.
Perumahan itu ternyata luas sekali, terdiri dari sembilan buah bangunan gedung besar dan tinggi bertingkat. Dari jauh saja sudah kelihatan catnya yang beraneka warna. Hebatnya, perumahan itu dikelilingi oleh air sehingga merupakan pulau kecil di tengah danau yang besar dan luas.
Memang demikian halnya. Tadinya, di dalam hutan itu terdapat sebuah danau besar dan di tengah danau terdapat pulaunya. Sudah hampir tiga puluh tahun yang lalu danau itu dijadikan perumahan. Memang janggal kelihatannya di tempat sunyi itu, jauh dari kota, terdapat rumah-rumah gedung di tengah danau.
Penduduk dusun-dusun yang paling dekat terletak dua puluh li dari danau itu mengenal tempat itu dengan nama Ching-coa-ouw (Danau Ular Hijau) dan pulau itupun disebut Ching-coa-to (Pulau Ular Hijau). Mereka ini tidak tahu betul siapa penghuni perumahan mentereng itu, hanya tahu betul bahwa majikan daerah Ular Hijau ini mempunyai banyak pelayan yang galak-galak, aneh-aneh, dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi sehingga sekitar sepuluh li di sekeliling danau itu yang disebut “Daerah Ular Hijau” seakan-akan berada di bawah kekuasaan majikan Ular Hijau.
Orang yang mencari kayu kering sekalipun tidak akan berani mencari nafkahnya dalam daerah Ular Hijau! Memang terdapat sebuah jalan besar yang cukup rata menuju ke danau itu dan jalan ini merupakan jalan umum, akan tetapi setibanya di danau kecil itu, mereka akan mendapatkan jalan buntu.
Para pedagang sayur-sayuran dan kebutuhan sehari-hari lainnya banyak mendapatkan untung kalau menjual dagangan mereka di tempat itu akan tetapi tak seorangpun diantara mereka pernah berurusan sendiri dengan majikan Ular Hijau karena segala urusan tentu dibereskan oleh para pelayan. Para pelayan inilah yang kemudian menyeberang ke pulau dengan perahu-perahu yang memang banyak dimiliki oleh majikan Ular Hijau.
Ada desas-desus diantara penduduk dusun di sekitarnya, desas-desus yang merupakan dongeng bahwa majikan Ular Hijau bukanlah manusia biasa, melainkan seorang dewi dan seorang puteri yang secantik bidadari dan yang pandai “berlari di atas air” dan pandai “terbang”!
Sudah tentu saja hal ini merupakan dongeng dari mulut ke mulut karena kalau ditanya sungguh-sungguh, tak seorangpun pernah menyaksikan dengan mata sendiri.
“Hong-ko, keadaan mereka amat aneh,” di tengah jalan Loan Ki bercerita sambil menuntun Kun Hong. “Aku mendengar dari orang-orang dusun bahwa daerah Ching-coa itu merupakan daerah terlarang. Entah orang-orang macam apa yang menguasai daerah ini. Dari jauh kulihat rumah-rumah gedung diatas pulau kecil di tengah danau, sunyi bukan main.”
“Kalau begitu, bagaimana kau dapat pergi ke gedung itu?”
“Aku tidak pergi kesana. Tadinya aku hendak mencari makanan, siapa kira tempat ini sepi sekali, tak kulihat sebuah dusun. Akhirnya aku bertemu dengan pedagang sayur yang hendak mengantarkan sayuran kepada Ching-coa-to, maka aku ikut dengan dia. Sampai di pinggir telaga, pedagang itu berurusan dengan pelayan tempat itu. Kebetulan sekali datang gerobak yang membawa masakan-masakan lezat itu, juga arak. Aku minta beli, tapi malah dimaki-maki. Aku hilang sabar, menotok roboh empat orang pelayan dan merampas makanan dan arak.”
“Kau memang nakal.”
“Kalau perut lapar orang jadi nekat, Hong-ko. Keadaan mereka benar-benar aneh dan mencurigakan. Kita tak mungkin dapat secara berterang mengunjungi mereka.”
“Habis bagaimana?”
“Aku ada akal. Kulihat tadi ada sekumpulan perahu bercat hijau diikat di pinggir telaga. Kurasa perahu-perahu itupun milik majikan Ching-coa-to. Kita pergunakan saja perahu itu, kita menyeberang dan melihat keadaan disana.”
“Sesukamulah, asal kau jangan menimbulkan onar,” jawab Kun Hong yang juga mulai tertarik oleh penuturan tentang keadaan penuh rahasia itu.
Betul saja seperti diceritakan oleh Loan Ki tadi, jalan itu sunyi sekali dan sampai mereka tiba di pinggir telaga, keadaan tetap sunyi tak tampak seorangpun manusia. Dari tempat itu kelihatan tembok perumahan diatas pulau akan tetapi juga tidak kelihatan ada manusia di sekitar telaga.
Hari sudah menjelang senja, matahari yang kemerahan membayangkan cahayanya diatas air telaga yang berkeriput seperti sutera biru kemerahan. Akan tetapi Loan Ki tidak memperhatikan keindahan alam di senja hari ini, sedangkan Kun Hong yang suka akan keindahan alam tidak dapat melihatnya. Gadis itu sedang mencari-cari dengan matanya dan akhirnya ia menarik Kun Hong ke dalam hutan kecil di sebelah kiri jalan, lalu menyelinap diantara pohon-pohon.
“Hong-ko, aku melihat ada perahu di pinggir sana. Hayo lekas kita pergunakan perahu itu sebelum pemiliknya datang melihat kita.”
“Huh, kau hendak mencuri lagi?”
“Ih, bukan mencuri, hanya pinjam sebentar untuk kita pakai menyeberang. Kau benar-benar terlalu suci hatimu, Hong-ko!” Loan Ki mengomel dan Kun Hohg terpaksa tersenyum.
“Baiklah. Kalau tidak dituruti kehendakmu, aku takut kau menangis.”
021
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI