PENDEKAR BUTA JILID 023

Seperti tadi, dua orang itu kembali berhimpitan untuk dapat bertukar tempat, kini Kun Hong di depan dan gadis itu di belakangnya. Akan tetapi karena perasaan mereka terlampau tegang, mereka tidak merasakan lagi kecanggungan seperti tadi. 

“Ki-moi, membaliklah ke belakang dan siap dengan pedangmu kalau-kalau ada ular menerobos masuk. Aku akan meluncur ke bawah dulu!”

Loan Ki mendengar suara perlahan lalu disusul suara Kun Hong dari bawah,
“Ki-moi, lekas kau turun. Tidak begitu dalam disini dan aku akan membantumu jangan takut!”

Loan Ki merangkak mundur, ketika kakinya menyentuh sumur, hatinya berdebar juga. Siapa orangnya takkan merasa ngeri kalau harus masuk ke dalam sumur yang begitu gelap? 

Akan tetapi adanya Kun Hong di dalam sumur itu membesarkan hatinya dan tanpa ragu-ragu lagi ia melorot turun sambil mengerahkan ginkangnya ketika tubuhnya melayang ke bawah. Ia memegang pedangnya tinggi-tinggi dan kedua kakinya sudah siap untuk menyentuh tanah di dasar sumur. Akan tetapi tiba-tiba dua buah lengan yang kuat dan cekatan menerima tubuhnya, lalu menurunkannya keatas tanah. Kembali ia kagum akan kehebatan Kun Hong.

“Hong-ko, sumur ini dalam juga, sedikitnya tiga kali tinggi orang. Bagaimana kita akan dapat keluar dari sini?” 

Loan Ki dalam gelap meraba kesana kemari dan hatinya kecut ketika mendapat kenyataan bahwa sumur inipun tidak lebar, hanya cukup mereka berdua berdiri. Tak mungkin meloncat keluar dari tempat sesempit ini.

“Jangan khawatir, aku akan dapat merayap naik,” kata Kun Hong tenang.
“Ini buntalanmu, baru kuingat bahwa kau membawa mahkota kuno itu. Ah, jangan-jangan rusak mahkota itu ketika jatuh.”

Loan Ki menerima buntalan itu dan mengikatnya di punggung. Untuk melakukan ini saja beberapa kali tangan dan sikunya menyentuh dada Kun Hong, begitu sempitnya tempat itu. Hawanya juga panas bukan main. Sumur itu dindingnya adalah batu karang, hanya dasarnya saja tanah lunak. 

Karena tidak ada hawa, atau kalau adapun amat sedikit masuk dari lubang yang kini hampir tertutup rapat oleh batu tadi, disitu amat panasnya. Apalagi hawa yang masuk telah membawa bau amis dari ular-ular yang memenuhi lubang di sebelah luar, maka pernapasan mereka sesak dan sebentar saja Loan Ki menjadi pusing.

Makin lama hawa makin panas. Loan Ki dan Kun Hong biarpun memiliki hawa murni dan Iweekang yang kuat, tetap saja menderita hebat dan tubuh mereka telah penuh keringat. Pakaian mereka basah semua.

“Aduh……. Hong-ko, napasku sesak, aku muak…….. tak kuat bertahan. Kita harus keluar dari neraka ini…….” keluh Loan Ki.

Kun Hong bingung. 
“Bagaimana mungkin, Ki-moi? Kalau kita naik, tentu akan bertemu ular-ular itu di dalam lubang jalan keluar. Menghadapi ular-ular itu memang bisa kita tanggulangi, akan tetapi kau dalam gelap…….ah, dan siapa tahu orang-orang itu masih menjaga diluar. Kau harus dapat bertahan, mungkin besuk pagi-pagi mereka dan ular-ular itu akan keluar dari lubang dan kita dapat menerobos keluar kalau memang ada jalan lain. Setidaknya kalau cuaca terang, kau bisa melihat. Bergerak di malam hari, kita sama-sama buta, tentu payah.”

“Tapi……. aduh, panas dan sesak, Hong-ko…….” 

Gadis itu betul-betul payah dan kini menyandarkan kepalanya yang terasa pusing berputar-putar itu kepada tubuh Kun Hong. Dahi gadis itu ternyata sudah basah semua oleh keringat dan tubuhnya panas sekali. Diam-diam Kun Hong terkejut. Kiranya Iweekang gadis ini belum begitu tinggi tingkatnya dan terang takkan dapat menahan. Dia lalu berusaha untuk berkelakar.

“Wah, kita basah oleh keringat, Ki-moi. Celakanya, keringatku tentu berbau tak enak dan kuingat kau paling tidak kuat kalau mencium bau keringat, seperti ketika kau dikeroyok tempo hari. Jangan-jangan keringatku yang membuat kau muak dan pusing.”

Kun Hong sengaja berkelakar untuk membangkitkan kegembiraan dan kejenakaan gadis ini sehingga berkurang penderitaan itu. Akan tetapi dia gagal karena dengan lemah Loan Ki menjawab, 

“Tidak, keringatmu tidak bau, Hong-ko……. tapi ular-ular itu……. ah, ngeri aku…….” dan gadis itu tiba-tiba saja menangis!

“Lho, kenapa menangis? Adik Loan Ki, jangan bilang bahwa kau takut…….!”





“……. tidak! Tidak takut…… kalau ular-ular itu masuk kesini, kita akan dimakan habis……. ihhh, dan semua ini kesalahanku yang membawamu kesini.”

Kun Hong mendekap kepala di dadanya sambil mengelus rambut yang halus basah itu dengan sikap menghibur, malah dia memaksa diri tertawa. 

“Ah, kau aneh-aneh saja. Ular-ular itu takkan berani menjatuhkan diri ke dalam lubang, juga tidak akan dapat merayap turun, Andaikata ada yang berani, sekali pukul juga akan remuk kepalanya. Takut apa? Tentang datang kesini……. eh, aku sendiripun ingin melihat badut-badut itu dihukum!”

Biarpun lemah dan pusing, bangkit juga kegembiraan Loan Ki mendengar ini dan ia berbisik, 

“…. kau….. melihat??”

“Aha, sampai lupa aku bahwa aku sudah buta. Bukan melihat dengan mataku, tapi aku kan bisa meminjam matamu. Kau yang melihat dan kau ceritakan kepadaku, bukankah sama saja …….?”

Loan Ki dapat juga tertawa. 
“……. Hong-ko, kau……. baik sekali …….”

Tiba-tiba terdengar suara mendesis-desis diatas. Loan Ki merenggutkan kepalanya dan tubuhnya menegang. 

“Celaka……. mereka turun……. ular-ular itu…….” katanya dengan suara mengandung kengerian.

Bau amis makin menghebat, hawa panaspun tak tertahankan lagi oleh Loan Ki. Ia melepaskan buntalan pakaian dan mahkota yang membikin tubuhnya lebih panas lagi. Buntalan itu ia lemparkan begitu saja diatas tanah dan ia bersiap-siap untuk menghadapi perjuangan mati hidup melawan ular-ular itu. 

Buntalan jatuh dan menggelinding diatas tanah, ikatannya terbuka dan tiba-tiba saja keadaan yang amat gelap pekat itu berubah. Ada cahaya yang membuat kegelapan itu berubah remang-remang.

“Hong-ko! Aku bisa melihat! Eh, sekarang tidak segelap tadi…… heeiii, Hong-ko, kiranya mahkota itu yang mengeluarkan cahaya!” 

Suara Loan Ki bersemangat kembali, ia membungkuk, mengambil mahkota itu dan berseru, 

“Betul, Hong-ko, ada tiga batu permata di bagian depan mahkota ini yang mengeluarkan cahaya. Nah, begini baru enak hatiku, bisa melihat kalau ada ular menyerangku!” Suara gadis itu mulai gembira.

Kun Hong dengan pendengarannya dapat menangkap hal yang lebih menggembirakan hatinya lagi. Dia tahu sekarang bahwa kelemahan dan kepusingan gadis itu tadi sebagian besar adalah pengaruh dari rasa ngeri di dalam kegelapan sehingga mengakibatkan pusing. 

Selain ini, dengan girang dia mendengar betapa suara mendesis-desis diatas tadi tiba-tiba saja lenyap dan bau amis tidak begitu hebat lagi, tanda bahwa ular-ular itu takut kepada batu-batu permata yang mengeluarkan cahaya. 

Kun Hong dahulu pernah mendengar dongeng kakek Song-bun-kwi di puncak Thai-san bahwa di dunia ini memang banyak terdapat benda-benda mujijat dan aneh, di antaranya batu-batu mutiara yang disebut Ya-beng-cu. Mutiara Ya-beng-cu ini mengeluarkan cahaya di tempat gelap dan selain itu, juga ditakuti oleh sebagian besar binatang-binatang buas.

“Wah, agaknya Thian Yang Maha Kuasa sengaja menolong kita, Ki-moi. Kalau tidak salah, batu permata di mahkota itu adalah mutiara-mutiara Ya-beng-cu dan aku pernah mendengar bahwa binatang-binatang takut kepada sinarnya. Sekarang kau bersiaplah, kita harus keluar dari tempat ini!”

“Keluar?” Loan Ki kaget. “Bukankah amat berbahaya katamu tadi, Hong-ko? Menghadapi ular-ular itu dalam terowongan sempit, belum lagi para penjaga pulau ini…….”

Kun Hong menggeleng kepala. 
“Sekarang tidak lagi, adikku. Tadi yang paling mengkhawatirkan hatiku adalah kalau melawan ular-ular itu, ular-ular berbisa yang amat jahat, apalagi kita harus menghadapinya dalam terowongan sempit. Akan tetapi sekarang, dengan Ya-beng-cu ada pada kita, ular-ular itu pasti takkan berani mengganggu kita. Kita keluar dan tentang para penjaga, yaaahhh, terpaksa kita menghadapi mereka. Kita jelaskan maksud kedatangan kita yang tidak mengandung maksud buruk, kalau mereka tidak mau menerimanya, kita robohkan mereka dan melarikan diri!”

Loan Ki mengangguk-angguk, tapi ketika melihat ke sekelilingnya adalah dinding batu yang licin, ia mengerutkan kening. 

“Hong-ko, bagaimana kita bisa naik? Meloncat begitu saja? Mungkin sanggup aku meloncat keatas dan menangkap pinggiran sumur, akan tetapi, bagaimana kalau ada ular-ular disana? Pula resikonya terlalu besar kalau sampai tidak berhasil menangkap pinggiran sumur, apalagi kalau di waktu meloncat kepalaku tertumbuk batu karang yang menonjol.”

“Tak usah meloncat, Kau bawa buntalanmu, pakai mahkota itu di kepalamu.”

Gadis itu terdiam, agaknya heran. Tapi diambilnya buntalan pakaian dan diikatkan ke pundak. Tiba-tiba ia tertawa, tawa jenaka seperti yang sudah-sudah sehingga Kun Hong ikut tersenyum gembira. Agaknya di dunia ini sukar mencari orang yang takkan ikut tersenyum mendengar suara yang mengandung kesegaran watak itu.

“Hi-hi-hik, Hong-ko……. mahkota ini pas betul dengan kepalaku. Menurut dongeng permaisuri Kerajaan Tang yang memakai mahkota ini adalah seorang puteri cantik jelita yang terkenal dengan julukan Puteri Harum karena tubuhnya memiliki keharuman seribu bunga. Kiranya kepalanya hanya seukuran dengan kepalaku……. hi-hik…….!”

Mendengar kegembiraan gadis itu yang berarti bahwa semangatnya telah kembali, Kun Hong girang. Perjalanan keluar dari tempat itu, bahkan keluar dari Pulau Ching-coa-to, bukanlah hal yang mudah dan mungkin akan menghadapi bahaya-bahaya dan rintangan. Maka timbulnya semangat gadis ini kembali merupakan hal yang amat penting. Mengingat ini, dia segera terjun ke dalam kegembiraan itu dan berkata,

“Apa anehnya persamaan kepala itu, Ki-moi? Memang cocok dongeng itu, kalau kepala permaisuri Kerajaan Tang itu seperti kepalamu, maka sudah semestinya dia cantik jelita dan mempunyai ukuran kepala yang tepat.”

“Eh, Hong-ko kau mana bisa melihat kepalaku?”

“Melihat sih tidak, akan tetapi tadi……. eh, meraba saja sudah cukup jelas bagiku …….”

Loan Ki teringat betapa dalam gelap tadi ia menangis dan bersandar di dada Kun Hong, malah kepalanya dielus-elus oleh pemuda buta itu, Hal ini mendebarkan jantungnya sungguhpun ia tidak mengerti mengapa dadanya berhal seperti itu, berdenyar-denyar.

“Tapi, Hong-ko, mana kau tahu aku……. cantik jelita?”

Kun Hong tertawa, geli juga mendengar ucapan kekanak-kanakan ini. 
“Apa susahnya? Mendengar suaramu saja sudah cukup bagiku.”

Hening sejenak, lalu gadis itu berkata perlahan, 
“Orang bilang aku cantik, tapi belum tentu secantik puteri pemakai mahkota ini. Pula, ia terkenal sebagai Puteri Harum, mana aku bisa sama? Ih, tadi keringatku tentu membasahi bajumu, Hong-ko……”

“Akupun berkeringat sampai basah semua pakaianku, Ki-moi, dan tentang keharuman itu, hemmm……. kurasa keringatmu pun……. sedap …….” 

Kun Hong setengah berbohong. Mana ada keringat sedap di dunia ini? Akan tetapi memang baginya, keringat Loan Ki tidak berbau tak enak. Dia sengaja melebih-lebihkan dan mengatakan sedap hanya untuk menambah kegembiraan hati gadis kekanak-kanakan ini agar semangatnya tidak menurun. 

Gadis itu tidak berkata apa-apa, malah suara ketawanya terhenti dan ia diam saja sampai agak lama setelah ucapan Kun Hong terakhir ini. Kun Hong heran, miringkan kepala dan bertanya,

“Ki-moi, kenapa diam saja, kau?” 

Dia mengulur tangan ke depan, menyentuh tangan gadis itu dan memegangnya. Akan tetapi Loan Ki cepat merenggutnya terlepas dan terdengar suaranya agak gemetar.







024

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)