PENDEKAR BUTA JILID 029

Kun Hong dapat menangkap perasaan di balik kata-kata ini yang merupakan teguran dan penyesalan karena perbuatan itu hanya akan menimbulkan kesulitan baginya sendiri. Nona yang bersuara dan berwatak bidadari ini tidak menaruh sesal bahwa perbuatannya itu akan menjerumuskan si nona dalam kesulitan. Kembali dia menarik napas dan menjadi makin kagum.

“Sesungguhnya, tiada seujung rambutpun maksud hatiku membuat keonaran, Nona. Aku dan nona Loan Ki berani mengunjungi pulau ini dengan maksud untuk minta maaf kepada penghuni Pulau Ching-coa-to ini atas kelancangan dan kenakalan nona Loan Ki yang telah merampas makanan dan minurnan. Siapa kira perbuatan ini akan berakibat panjang…….”

Dengan singkat dia lalu menuturkan tentang kenakalan Loan Ki mencuri makanan, kemudian penyerangan koki dan jagal, lalu keputusan mereka untuk datang ke pulau minta maaf. Memang inilah sebetulnya isi hatinya dan tentu saja dia tidak menceritakan maksud hati si nakal Loan Ki yang ingin melihat nenek koki itu ditenggelamkan ke dalam air dan si jagal dipukuli kepalanya!

Mendengar penuturan ini, Hui Kauw tersenyum, lalu menghela napas. 
“Alangkah senangnya dapat hidup bebas merdeka seperti nona cilik itu! Alangkah gembiranya sekali waktu dapat menurutkan dorongan darah muda yang selalu penuh oleh petualangan, dapat meliar dan melakukan yang tidak berlebihan. Apamukah nona Loan Ki itu?”

“Bukan apa-apa, hanya bertemu di jalan. Kami baru sehari dua berkenalan, dan ia seorang gadis berjiwa pendekar.”

“Ah, baru bertemu sudah menaruh belas kasihan bagi seorang buta, suka mencarikan makanan biarpun dengan jalan merampas. Ia seorang anak yang liar dan nakal, akan tetapi berdasarkan pribudi yang mengandung welas asih. Ia tentu bukan orang jahat.”

Kembali Kun Hong menjadi kagum mendengar ini. Bukan main! Suaranya sehalus suara bidadari, ucapan-ucapannya bijaksana seperti seorang ahli filsafat. Kekagumannya membuat dia lancang berkata,

“Kau bijaksana dan berbudi mulia, Nona. Alangkah jauh bedanya dengan adikmu, seperti bumi dan langit…….”

Hui Kauw tersenyum, ini dapat dirasai oleh Kun Hong, akan tetapi dia tak dapat melihat betapa senyum itu adalah senyum yang pahit. 

“Tentu saja jauh bedanya seperti bumi dan langit. Adikku Hui Siang adalah seorang dara yang luar biasa cantik jelitanya, sedangkan aku……. aku seorang buruk rupa…….”

“Nona, biarpun aku seorang buta, kau tidak mungkin dapat mengelabuhi aku. Kau seribu kali lebih cantik jelita daripada adikmu…….” 

Kembali ucapan ini terlontar keluar dari mulutnya tanpa pengendalian, namun Kun Hong setelah sadar tidak menyesal karena memang ingin dia memuji nona ini.

“……. pandangan seorang buta……. ah, andaikata kedua matamu dapat melihat, mungkin berbeda ucapanmu……. ah, alangkah besar inginku melihat kau tidak buta untuk sebentar saja sehingga aku dapat mendengarkan pendapatmu lagi…….” nona itu menarik napas panjang lagi dan kali ini Kun Hong mendengarkan penyesalan dan kekecewaan yang besar.

“Sahabat buta, siapakah namamu?”

“Aku Kwa Kun Hong, nama yang tidak ada artinya bagi seorang seperti Nona.”

“Hemm, kau pandai merendah. Kulihat tadi ilmu kepandaianmu amat tinggi, aku sendiri belum tentu dapat melawanmu. Heran aku bagaimana seorang seperti kau ini bisa buta……. dan adikku tadi bilang bahwa ia melihat kau……. eh, menangis dan menciumi saputanganku. Betulkah itu?”

Jantung Kun Hong berdebar. Bagaimana dia harus menjawab? Dia tidak akan berkeberatan untuk berbohong kalau saja itu tidak akan merugikan siapapun juga. Akan tetapi kalau kali ini dia membohong, berarti dia seperti melontarkan fitnah kepada Hui Siang gadis galak itu. Dengan muka berubah merah dia mengangguk tanpa menjawab. Hening lagi sejenak.

“Kalau begitu……. ucapan adikku tadi benar semua, bahwa……. bahwa kau mengatakan aku ini pacarmu?”





“Tidak…….! Sungguh mati dan demi Tuhan tidak! Memang aku tadi lupa diri……. dengar baik-baik Nona. Tadi aku telah berada disini ketika kau bercakap-cakap dengan ibumu, aku mendengarnya semua. Aku mendengar pula kau berlatih ilmu pedang, dan mendengar kau bersajak. Aku kagum sekali, aku kasihan kepadamu. Kemudian kau pergi……. dan seperti dalam mimpi aku melangkah kesini, menemukan saputangan itu diatas meja……. dan aku……. ah, mungkin aku sudah gila……. aku teringat akan seorang yang telah tiada di dunia ini, aku terharu……. dan mungkin aku menangis sambil menciumi saputangan itu. Kau maafkan aku, Nona, dan semoga Thian menghukumku kalau aku mengandung maksud tidak senonoh terhadap dirimu, maafkan aku.”

Hening lagi sejenak. 
“Lagi-lagi korban hidup, dalam hal ini agaknya……. asmara yang menyeretmu. Kau seorang terpelajar pandai dan berilmu tinggi, sampai menjadi begini tentu akibat penderitaan batin. Hemm, saudara Kwa, silahkan duduk.”

“Terima kasih, Nona. Tak berani aku mengganggu lebih lama lagi dan kalau kau suka aku mohon pertolonganmu agar supaya sahabatku Loan Ki itu dapat terbebas daripada bahaya. Aku masih belum tahu bagaimana keadaan dan nasibnya.”

Pada saat itu terdengar suara gaduh dan banyak orang memasuki taman itu. Kun Hong miringkan kepala dan tahulah dia bahwa orang-orang yang memasuki taman kali ini bukanlah para pelayan, melainkan orang-orang yang memiliki ilmu silat tinggi. 

Tiba-tiba terdengar suara nyaring yang membuat Kun Hong menjadi kaget, girang dan juga heran karena suara itu adalah suara Loan Ki yang datang-datang menegurnya,

“Heii, Hong-ko! Benarkah kata orang bahwa kau berpacaran dengan nona muka hitam ini? Kau benar-benar mata keranjang tapi kali ini kau salah pilih!”

Terdengar suara ketawa geli menyambut teguran Loan Ki kini. Agaknya yang membuat orang tertawa adalah sebutan mata keranjang, sebutan yang lucu dan aneh bagi seorang yang tidak bermata! 

Akan tetapi Kun Hong sama sekali tidak memperhatikan atau memperdulikan ini karena hatinya diliputi keheranan bagaimana Loan Ki bisa datang bersama-sama orang-orang itu dan siapa adanya mereka? Tentu saja dia sama sekali tidak tahu bahwa kedatangan Loan Ki tidak sewajarnya karena gadis ini kedua tangannya ditelikung ke belakang dan diikat dengan sehelai tali panjang yang dipegangi ujungnya oleh seorang laki-laki tinggi besar muka hitam yang tertawa-tawa.

Pembaca tentu heran pula bagaimana Loan Ki si dara lincah itu bisa tiba-tiba muncul dan menjadi tawanan? Baiklah kita ikuti pengalamannya dan sebelum itu lebih baik kita berkenalan lebih dulu dengan penghuni Pulau Ching-coa-to dan para tamunya yang sekarang menggiring Loan Ki memasuki taman.

Pemilik Ching-coa-to adalah seorang wanita setengah tua yang terkenal dengan sebutan Ching-toanio. Nama ini hanya sebutan saja, mungkin sengaja ia pakai untuk disesuaikan dengan nama pulaunya dan memang nyonya ini selalu berpakaian hijau (ching). 

Biarpun usianya sudah hampir lima puluh tahun, namun jelas kelihatan bahwa dahulunya Ching-toanio adalah seorang wanita yang cantik manis. Memang demikianlah, dahulu ketika ia masih bernama Liu Bwee Lan, wajahnya cantik, bentuk tubuhnya menarik dan ilmu silatnya juga tinggi. Sayang bahwa anak yang cantik dan cerdik ini semenjak kecilnya tidak mendapat pendidikan yang baik karena memang ia hidup di lingkungan keluarga penjahat. Ayah bundanya merupakan perampok yang terkenal dan semenjak kecil telah tertanam bibit kejahatan dalam batin Liu Bwee Lan.

Dua puluh tahun yang lalu, ketika ia berusia dua puluh tahun lebih dan sudah menjadi seorang nona dewasa yang cantik dan garang, Liu Bwee Lan berdikari dan menjadi perampok tunggal. Pada suatu hari ia melakukan perampokan di kota raja, suatu perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh seorang penjahat yang berkepandaian tinggi karena amatlah berbahaya melakukan perampokan di kota raja dimana banyak terdapat jagoan-jagoan pandai. 

Liu Bwee Lan ini dengan nekat dapat merampok rumah gedung keluarga hartawan, malah karena amat tertarik melihat seorang anak kecil berusia setahun kurang lebih, ia membawa atau menculik bayi ini pula!

Akan tetapi hampir saja ia celaka ketika beberapa orang penjaga keamanan kota yang berilmu tinggi mengejar dan mengepungnya. Baiknya pada saat itu muncul seorang tokoh kang-ouw yang namanya amat terkenal, seorang tokoh muda yang berwajah tampan dan berwatak seperti iblis, yaitu bukan lain adalah Siauw-coa-ong Giam Kin (baca Raja Pedang dan Rajawali Emas). 

Karena dasar kedua orang muda ini memang sama, keduanya adalah golongan hitam, pertemuan yang didahului dengan pertolongan Giam Kin yang menyelamatkannya, disambung dengan jalinan cinta kasih dan terjadilah hubungan gelap antara kedua orang ini. 

Giam Kin amat mencinta Liu Bwee Lan dan sebaliknya, biarpun Liu Bwee Lan sadar setelah terlambat bahwa ia hanya dijadikan barang permainan tokoh itu, namun ia dengan cerdik mengeduk keuntungan sebanyaknya daripada hubungannya dengan Giam Kin. 

Ia minta diberi pelajaran silat dan mengeduk semua kepandaian suami tak sah ini, malah mewarisi pula ilmu memelihara dan menguasai ular-ular berbisa. Dalam kemanjaannya karena Giam Kin sedang tergila-gila kepadanya, Liu Bwee Lan malah berhasil dengan permintaannya yang gila-gilaan, yaitu minta dibuatkan tempat tinggal dengan memiliki sebuah pulau yang penuh rahasia dan penuh pula dengan ular-ular hijau berbisa!

Demikianlah, sampai Giam Kin menjadi seorang bercacat (baca Rajawali Emas) kemudian tewas di puncak Thai-san, Liu Bwee Lan menjadi pemilik Pula Ching-coa-to dan berganti nama Ching toanio. Hubungannya dengan Giam Kin itu menghasilkan seorang anak perempuan. 

Dengan demikian ia mempunyai dua orang anak perempuan, yang pertama adalah anak yang ia culik dari rumah keluarga hartawan di kota raja dan yang ia beri nama Hui Kauw, sedangkan anaknya sendiri ia beri nama Hui Siang. Untuk nama keturunan, ia memakai she Giam untuk kedua anaknya itu. 

Sudah tentu saja orang berwatak seperti Ching-toanio ini, kasih sayangnya yang sesungguhnya hanya terjatuh pada anak kandungnya, Hui Siang. Adapun kasih sayangnya kepada Hui Kauw hanya pulasan atau palsu belaka dan seberapa dapat ia akan mempergunakan anak pungut ini demi keuntungan diri sendiri.

Malah ketika Hui Kauw baru belasan tahun usianya dan Giam Kin belum tewas, ia selalu dikejar-kejar dan diancam oleh kekejian Giam Kin yang hendak menjadikan anak pungut yang amat cantik jelita ini menjadi korban keganasannya. 

Baiknya ada Ching-toanio yang karena cemburu, selalu menghalangi maksud ini. Malah kemudian karena dorongan iri hati terhadap kecantikan anak pungut yang melebihi anak sendiri, atau mungkin juga karena cemburu melihat suami tidak sah itu tergila-gila, Ching-toanio melakukan perbuatan yang amat keji, yaitu malam-malam ia menggunakan bedak berbisa melabur muka Hui Kauw yang telah dipulaskan dengan obat tidur. 

Dapat dibayangkan betapa hancur hati gadis cilik itu ketika pada keesokan harinya di waktu bangun tidur, ia merasa mukanya sakit-sakit, gatal-gatal dan perih dan kemudian setelah sembuh, muka yang semula putih kemerahan dan halus sepprti sutera itu telah berubah menjadi hitam seperti pantat kuali!

Dalam hal ilmu silat, Ching-toanio menurunkan kepandaiannya kepada dua orang anak perempuan itu tanpa perbedaan, karena memang ia ingin melihat Hui Kauw menjadi pandai pula agar dapat dipergunakan tenaganya. Dan memang tidak aneh kalau Hui Kauw menjadi lebih maju dalam segala macam kepandaian dibandingkan dengan Hui Siang karena otaknya memang lebih cerdik. 

Karena tekunnya Ching-toanio mengajar, kepandaian dua orang gadis itu tidak banyak selisihnya dengan si ibu sendiri. Akan tetapi, tentu saja diluar dugaan Hui Siang dan ibunya bahwa secara rahasia, Hui Kauw telah mempelajari ilmu silat sakti yang ia dapat baca dari sebuah kitab kuno, kitab yang ia temukan diantara kitab-kitab hasil rampasan ibunya dahulu ketika menjadi perampok ganas. 

Ibunya sendiri tidak suka akan bacaan, malah tidak mempelajari kesusasteraan sampai mendalam. Berbeda dengan Hui Kauw yang mempelajari dengan amat tekun, malah di waktu kecil ia merengek-rengek minta kepada ibunya untuk mendatangkan guru sastera yang pandai dan hal inipun dipenuhi oleh ibunya yang memaksa datang seorang guru sastera terkenal untuk melatih sastera kepada Hui Kauw. 

Inilah keuntungan Hui Kauw dan agaknya karena gadis inipun merasa betapa ia dibedakan, diam-diam ia merahasiakan ilmu silat sakti yang ia pelajari secara diam-diam dari kitab kuno itu.

Demikianlah sedikit keterangan tentang keadaan para penghuni Ching-coa-to, yaitu Ching-toanio dan dua orang gadisnya. Tentu saja di samping tiga orang majikan ini, disitu terdapat banyak pembantu dan pelayan, karena Ching-toanio memiliki harta benda yang amat banyak, simpanan dari hasil rampokan dahulu ditambah pemberian Giam Kin ketika masih tergila-gila kepadanya,


********







Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)