PENDEKAR BUTA JILID 031
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Kalau Ching-toanio membawa-bawa orang seperti Bouw Si Ma masih mending karena dia mengetahui orang macam apa adanya Si Mancu murid Pak Thian Lo-cu ini. Akan tetapi tiga orang wanita ini, yang sikapnya sombong dan juga mudah diduga bahwa mereka itu orang-orang undangan atau tamu, benar-benar membuat hwesio itu merasa tak senang hatinya.
Tiga orang wanita itu tersenyum lebar dan saling pandang, kemudian seorang diantara mereka yang mempunyai tahi lalat di ujung hidungnya, orang yang tertua, berkata,
“Tai-su tentulah Ka Chong Hoatsu dan tuan muda itu tentu Pangeran Souw Bu Lai seperti tadi telah diberitahukan kepada kami oleh Bouw Si Ma-enghiong. Jiwi adalah orang-orang besar dan ternama, mana bisa disamakan dengan kami ketiga enci adik yang tidak ada kepandaian, juga tidak ada kedudukan? Akan tetapi, betapa rendahpun, kami adalah undangan dari Ching-toanio, maka berhak berada disini. Kurasa yang tidak berhak hadir adalah yang tidak diundang, bukankah begitu anggapanmu, Tai-su? Hemm, dia itulah yang tak diundang, maka wajib disingkirkan.”
Loan Ki kaget sekali ketika tiba-tiba ada angin berbunyi sampai berciutan di dalam ruangan itu. Ia tadinya menyangka bahwa yang dimaksudkan dengan “tamu tak diundang” oleh wanita itu tentulah ia dan ia sudah siap menghadapi serangan. Akan tetapi serangan yang dilakukan oleh wanita itu benar-benar membuat hatinya berdebar dan matanya terbelalak heran.
Ia tidak tahu pukulan apakah itu, yang dilihatnya hanya lengan tangan wanita itu bergerak ke depan dengan telunjuk menuding, lalu terdengar angin kecil kuat menyambar ke depan, mengeluarkan bunyi mengerikan.
Loan Ki lega hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa bukan dia yang diserang, melainkan seekor cecak yang tadinya merayap diatas jendela, Ketika ia memandang lebih teliti kearah cecak itu, ia bergidik. Cecak itu masih berada di tempat semula, akan tetapi sudah tak bergerak lagi dan dua titik darah menetes dari perutnya!
“Omitohud…….! Bukankah itu yang disebut Hui-seng-kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang)?”
Kemudian hwesio tua itu berpaling kepada Souw Bu Lai, pangeran yang menjadi muridnya sambil berkata,
“Ilmu pedang ini datangnya dari seorang hoan-ceng (pendeta asing) di Thian-tiok (India). Ilmu pedang yang dicampur dengan hoat-sut (ilmu sihir), amat berbahaya dan kalau sudah tinggi tingkatnya hawa pukulannya sudah dapat dipakai untuk merobohkan lawan tanpa menggunakan pedang sekalipun. Melihat toanio ini dapat menggunakan hawa pukulan tanpa pedang, benar-benar mengagumkan dan sudah sepantasnya kalau mereka bertiga diundang oleh Ching-toanio, Aha, siapa kira orang-orang muda sekarang mendapat kemajuan begini hebat? pinceng orang tua benar-benar sudah pikun, tak sadar bahwa dunia ini makin lama tentu akan dikuasai oleh yang muda-muda….. ha-ha-ha-ha!”
Melihat perubahan sikap ini, Bouw Si Ma girang sekali. Dia lalu berkata sambil tersenyum,
“Benar pendapat Tai-su. Sam-wi li-hiap ini bukan lain adalah Ang Hwa Sam-cimoi (Tiga Enci Adik Bunga Merah).”
“Benarkah? Oho, pinceng girang sekali. Pernah mendengar bahwa Ang Hwa Sam-cimoi adalah sumoi (adik seperguruan) dari Hek-hwa Kui-bo yang pinceng kenal baik. Sayang Hek-hwa Kui-bo telah terbang terlampau tinggi sehingga tersandung puncak Thai-san dan roboh.”
Orang tertua dari Ang Hwa Sam-cimoi mengerutkan keningnya.
“Sekali waktu kami bertiga yang bodoh hendak berusaha menggugurkan puncak Thai-san yang telah merobohkan mendiang Hek-hwa suci (kakak seperguruan).”
Ka Chong Hoatsu, hwesio itu, hanya terbahak-bahak lalu bersama muridnya mengambil tempat duduk. Diluar jendela, Loan Ki memandang dan mendengar semua ini dengan hati berdebar.
Setelah mereka duduk, dia memandang penuh perhatian kepada enam orang itu yang mulai minum-minum dilayani oleh pelayan-pelayan yang muda-muda dan cantik-cantik dan berpakaian sutera seragam berwarna indah. Loan Ki tahu bahwa didalam ruangan itu terdapat orang-orang lihai dan makin berkhawatirlah ia karena sekarang makin sulit baginya untuk dapat mencari Kun Hong dan bersama pemuda buta itu meninggalkan pulau berbahaya ini.
Kekhawatiran Loan Ki memang beralasan. Enam orang itu memang merupakan tokoh-tokoh besar yang amat tinggi ilmu kepandaiannya. Bouw Si Ma orang Mancu itu bukanlah orang sembarangan karena dia adalah murid dari tokoh nomor satu di utara, yaitu Pak Thian Lo-cu yang juga menemui kematiannya di puncak Thai-san (baca Rajawali Emas).
Seperti juga Ang Hwa Sam-cimoi yang mendendam atas kematian suci mereka juga Bouw Si Ma ini menaruh dendam kepada Thai-san-pai atas kematian gurunya. Sebagai murid Pak Thian Lo-cu, tentu saja dia mengenal Giam Kin yang menjadi murid Siauw-ong-kwi karena Siauw-ong-kwi adalah sute (adik seperguruan) Pak Thian Lo-cu sehingga antara Bouw Si Ma dan Giam Kin terhitung saudara seperguruan pula.
Bouw Si Ma sebagai saudara tingkat tua dalarn perguruan, tentu saja mengenal pula Ching-toanio dan seringkali mengunjungi pulau ini, apalagi sejak Giam Kin tewas di puncak Thai-san. Dalam banyak hal terdapat persesuaian faham antara Bouw Si Ma dan Ching-toanio.
Mereka sama-sama menaruh dendam terhadap Thai-san-pai, dan keduanya adalah orang-orang yang memiliki ambisi yang tinggi maka seringkali mereka mengincar kedudukan di kota raja semenjak terjadinya kerusuhan dan perebutan kekuasaan setelah kaisar pertama dari Ahala Beng meninggal dunia.
Tiga orang wanita itu, Ang Hwa Sam-cimoi, juga merupakan orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa. Mereka ini tergolong tokoh-tokoh dari ilmu golongan hitam dan selama belasan tahun mereka merantau ke See-thian (dunia barat) sehingga mereka tidak tahu akan nasib suci mereka yaitu Hek Hwa Kui-bo yang tewas pula di Thai-san.
Kini tiga orang enci adik ini pulang dari See-thian dengan kulit agak kehitaman akan tetapi selain ilmu kepandaian yang hebat mereka pelajari, juga seperti halnya Hek Hwa Kui-bo, tiga orang wanita yang usianya sudah mendekati lima puluhan tahun ini masih nampak cantik manis dan muda-muda tidak lebih dari tiga puluh tahun!
Setelah merantau ke See-thian dan menjumpai guru mereka, seorang pendeta di Thian-tiok yang bertapa di Pegunungan Himalaya, kini kepandaian Ang Hwa Sam-cimoi meningkat hebat sehingga melampaui tingkat kepandaian Hek Hwa Kui-bo sendiri. Mereka she Ngo dan nama mereka adalah Kui Ciau, Kui Biau, dan Kui Sian.
Dengan amat cerdiknya Bouw Si Ma yang dalam hal mencari orang pandai untuk sekutu mewakili Ching-toa-nio, segera menggandeng tiga orang enci adik ini, apalagi mengingat bahwa mereka juga mempunyai dendam yang sama di Thai-san atas kematian kakak seperguruan mereka.
Tentang kelihaian tiga orang wanita ini, tadi baru saja didemonstrasikan ilmu pukulan yang amat hebat, merupakan inti daripada Ilmu Pedang Hwa-seng-kiam-sut, yang sudah sedemikian tinggi tingkatnya sehingga dengan kekuatan hoat-sut, hawa pukulan saja sudah sama bahayanya dengan sambaran pedang.
Orang berusia tiga puluhan tahun yang disebut pangeran itu sebetulnya memang masih keturunan Pangeran Mongol. Di dalam cerita Raja Pedang terdapat seorang Pangeran Mongol bernama Souw Kian Bu yang tampan dan cabul, mengandalkan kekuasaan dan kepandaian melakukan pelbagai kejahatan.
Pangeran Mongol yang kini berada di ruangan itu adalah seorang keturunan dari Pangeran Souw Kian Bu ini, bernama Sublai dalam Bahasa Mongol dan dalam dunia kangouw dia menggunakan nama Han dan disebut Souw Du Lai. Kepandaiannya juga tinggi, malah lebih tinggi kalau dibandingkan dengan orang-orang Mongol kebanyakan, karena gurunya adalah tokoh Mongol nomor satu.
Sebagai seorang yang bercita-cita tinggi untuk memulihkan kembali kekuasaan bangsanya atas daratan Tiong-kok, Souw Bu Lai tekun mempelajari segala ilmu silat sehingga dia sekarang menjadi seorang yang luas pengalamannya dalam ilmu silat, pandai mainkan delapan belas macam senjata, pandai pula menunggang kuda melepaskan anak panah dan senjata-senjata rahasia, sedangkan tenaganyapun besar.
Pendeta tinggi besar itulah guru Souw Bu Lai, berjuluk Ka Chong Hoatsu, seorang pendeta Buddha yang pernah merantau ke Thian-tiok dan malah di Tibet pernah menerima hadiah tongkat kependetaannya.
Sayang seribu kali sayang bahwa Ka Chong Hoatsu yang puluhan tahun mempelajari ilmu dan agama, ternyata mengandung cita-cita duniawi yang membikin kotor semua usaha. Dahulu dia bercita-cita menjadi orang tertinggi kedudukannya di samping kaisar melalui keagamaan, sekarang melihat betapa Kerajaan Mongol sudah jatuh, dia bercita-cita membangunnya kembali bersama Pangeran Souw Bu Lai yang menjadi muridnya.
Seringkali dia bermimpi betapa akan tinggi kedudukannya di dunia ini kalau muridnya menjadi kaisar. Tentu dia akan menjadi guru besar negara dan mempunyai kekuasaan yang malah melebihi kaisar sendiri!
Pendeta ini mempunyai kepandaian yang hebat, kiranya tidak akan kalah tinggi daripada tingkat si empat besar yang dahulu ditonjolkan di dunia kangouw yaitu Song-bun-kwi Kwee Lun si tokoh barat, Tai-lek-sin Swi Lek Hosiang si tokoh timur, Siauw-ong-kwi si tokoh utara, dan Hek Hwa Kui-bo si tokoh selatan.
Tongkat pendeta di tangannya itulah yang merupakan senjata utamanya, ampuhnya bukan kepalang, sukar ditandingi karena selain terbuat daripada baja pilihan di Himalaya, Juga amat berat dan kalau dia yang mainkan seakan-akan seperti bulu ringannya, maka dapat bergerak cepat sekali!
Pokoknya enam orang yang berkumpul di pulau Ching-coa-to itu telah mempunyai kepentingan bersama, termasuk Ching-toanio sendiri, yaitu usaha membalas dendam kepada Thai-san-pai dan usaha membangun kembali Kerajaan Mongol yang sudah runtuh.
Setelah beberapa lama enam orang itu makan minum di ruangan itu sambil menanti datangnya Ching-toanio yang sudah diberitahu oleh seorang pelayan, muncullah Ching-toanio dari pintu depan. Begitu masuk wanita berpakaian hijau ini cepat menjura dengan hormat sekali sambil berkata,
“Harap cu-wi (anda sekalian) sudi memaafkan atas kelambatanku menyambut cu-wi. Ada sedikit gangguan di pulau ini. Dua orang yang belum diketahui betul maksudnya telah mencuri masuk dan membikin kacau anak buahku. Mereka adalah seorang laki-laki dan seorang gadis muda, dan aku amat khawatir kalau-kalau mereka itu merupakan mata-mata fihak musuh yang menaruh curiga kepada kita.”
Mendengar ucapan nyonya rumah ini, otomatis enam orang itu mengerling kesana kemari dengan pandang mata penuh selidik.
“He-he-he, gadis cilik berpakaian basah?” tiba-tiba Ka Chong Hoatsu berkata.
“Iblis betina berambut kusut?” kata pula Ngo Kui Biau sambil tersenyum mengejek.
Sebelum yang lain tahu apa yang mereka maksudkan, tiba-tiba Ka Chong Hoatsu mendorongkan tangan kanan kearah jendela diikuti gerakan Ngo Kui Biau yang mencelat kearah jendela pula.
“Brakkkkk!”
Angin dorongan tangan hwesio itu membuat daun jendela menjadi pecah dan dilain saat Ngo Kui Biau telah meloncat masuk kernbali sambil melemparkan tubuh seorang gadis yang pakaiannya basah dan rambutnya kusut, bukan lain orang adalah Loan Ki!
Gadis ini berjungkir balik dengan gerakan indah sehingga tubuhnya tidak terbanting diatas lantai, lalu berdiri tegak memandang penuh ketabahan, sungguhpun kedua matanya masih terbalalak lebar saking heran dan kagetnya. Tadi ia mendengar pula ucapan dua orang itu dan tiba-tiba ada angin besar menyambar kearah jendela.
Cepat ia merendahkan diri untuk mengelak akan tetapi angin pukulan itu membuat daun jendela pecah dan tiba-tiba berkelebat bayangan merah menyambarnya. Loan Ki berusaha mengelak namun gerakan bayangan itu bukan main cepatnya sehingga tahu-tahu tengkuknya telah ditangkap dan ia merasa tubuhnya melayang ke dalam ruangan! Dari dua kejadian itu saja sudah dapat dibayangkan betapa lihainya orang-orang di dalam ruangan itu.
Loan Ki maklum bahwa tak mungkin ia dapat menang menghadapi tujuh orang kosen ini, akan tetapi tidak memperlihatkan muka takut, malah ia tersenyum-senyum kecil dengan mata bermain, menatap wajah mereka seorang demi seorang dengan nakal.
“Bocah liar, siapa suruh kau memata-matai pulau kami?” Ching-toanio menghardik, suaranya penuh ancaman.
Loan Ki mengerling kepada nyonya baju hijau itu dan tersenyum.
“Aku bukan mata-mata. Aku sengaja datang ke Ching-coa-to untuk bertemu dengan pemiliknya, tidak punya maksud buruk. Yang mana diantara kalian pemilik pulau ini?”
Pertanyaan ini ia ajukan dengan suara ringan dan wajar, membuat Ka Chong Hoatsu terkekeh kagum. Bukan main bocah ini, pikir pendeta itu, masuk ke sarang harimau gua naga masih saja begitu tenang dan berani. Dari sikap ini saja dia dapat menduga bahwa tentu gadis ini puteri seorang tokoh besar atau setidaknya murid orang pandai.
“Akulah pemilik pulau ini. Kau mau apa!” Ching-toanio membentak.
032
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI