PENDEKAR BUTA JILID 037
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Uuuhhh, panas…….” nona itu merintih.
“Tidak apa, Nona. Hawa panas itu kau perlukan untuk mendorong peredaran darah di tubuhmu sehingga engkau akan menjadi sembuh benar-benar.”
Hui Kauw membuka matanya, kaget melihat betapa tubuhnya bagian atas tak berbaju, apalagi melihat Kun Hong berdiri disitu dengan kepala tunduk. Ia cepat bangun dan menyambar bajunya yang berada di dekatnya, terus digunakan untuk menutupi tubuhnya.
“Bagaimana ini……. apa yang terjadi……. kau kenapa berada disini…….?” pertanyaan yang terputus-putus ini diajukan dengan suara gemetar.
Kun Hong dapat menangkap perasaan sedih, malu dan terhina dalam suara itu, maka dia membungkuk dengan hormat, berkata,
“Kau menderita luka-luka, aku berusaha mengobatimu, disaksikan oleh keluargamu, Nona. Sekarang kau sudah selamat, perkenankan aku keluar dari tempat ini.”
Tanpa menanti jawaban, dengan cepat Kun Hong lalu melangkah kearah pintu, membuka daun pintu dan keluar dari situ.
Ka Chong Hoatsu sendiri menyambutnya.
“Bagaimana Kwa-sicu, berhasilkan usahamu?”
“Dengan berkah Thian ia dapat pulih kembali kesehatannya,” jawab Kun Hong sederhana.
Ching-toanio lalu berlari memasuki kamar dan Kun Hong masih mendengar suaranya,
“Aduh, kasihan anakku…….”
Kun Hong mengerutkan kening. Suara Ching-toanio ini adalah suara palsu. Hemm, akan berbuat apa lagikah wanita majikan pulau ini yang sama jahat dan palsunya dengan ular-ular hijaunya yang berbisa? Bukan urusanku, pikirnya, aku harus segera pergi dari tempat ini.
“Ki-moi, hayo kita pergi …….”
Tidak ada jawaban.
“Di mana nona Loan Ki?” tanyanya kepada Ka Chong Hoatsu.
Hwesio tua itu tertawa.
“Semua orang termasuk sahabatmu itu berkumpul di ruangan sembahyang. Mari, Kwa-sicu, karena pada saat ini kaupun menjadi seorang tamu terhormat, kaupun dipersilahkan ikut berpesta sambil ikut merayakan pelepasan perkabungan keluarga Ching-toanio.”
“Pesta apa? Sembahyangan apa?” Kun Hong tak mengerti.
“Suaminya meninggal tiga setengah tahun yang lalu dan hari ini kebetulan diadakan sembahyangan lalu diadakan sedikit pesta untuk merayakan pelepasan perkabungan ibu dan kedua anak.”
“Maaf, Lo-suhu, aku……. aku akan pergi saja. Tolong kau panggilkan nona Tan Loan Ki…….”
“Ha-ha-ha, Kwa-sicu, apakah kau seorang yang sudah banyak merantau di dunia kangouw, tidak mau mengindahkan peraturan? Kau dianggap tamu terhormat, keluarga Ching-toanio ingin menyampaikan terima kasih, dan disini sedang dilakukan upacara sembahyangan pula. Masa kau akan pergi begitu saja?”
Kun Hong menarik napas panjang. Memang betul juga ucapan hwesio itu. Apalagi Loan Ki agaknya sudah berbaik dengan orang-orang itu, maka dia terpaksa mengangguk lemah.
“Baiklah, setelah sembahyang aku akan mengajak Loan Ki segera pergi. Tak usah berpesta, makanan dan arak yang dicuri Loan Ki dari sini sudah cukup mengakibatkan heboh!”
Hwesio itu tertawa lalu berjalan, sengaja memberatkan kakinya agar mudah diikuti oleh Kun Hong yang perjalan di belakangnya sambil meraba jalan dengan tongkatnya. Kiranya tidak jauh dari situ mereka sudah tiba di tempat yang dimaksudkan. Sebuah bangunan yang agak besar dan telinga Kun Hong menangkap suara banyak sekali orang disitu, banyak suara wanita dan agaknya orang-orang pada sibuk bekerja, mungkin mengatur meja sembahyangan karena dia mendengar suara mangkuk-mangkuk ditaruh diatas meja dan tercium bau lilin besar dinyalakan di samping dupa harum memenuhi ruangan itu.
Kun Hong segera duduk diatas sebuah kursi yang sudah disediakan untuknya. Karena tempat itu ramai dengan suara orang, dia tidak dapat tahu apakah Loan Ki berada disitu ataukah tidak, untuk bertanya dia merasa kurang enak.
Tentu saja dia tidak dapat melihat betapa di sudut ruangan itu Loan Ki duduk menyendiri dengan muka pucat dan sepasang mata gadis itu memandang ke arahnya dengan melotot penuh kemarahan!
Dugaannya memang benar. Di tempat itu selain orang-orang kosen yang telah disebutkan tadi berkumpul, makan minum sambil tertawa-tawa di ruangan itu bagian tengah, juga disitu terdapat belasan orang pelayan wanita berpakaian serba indah sedang mengatur meja sembahyangan yang besar dan megah. Dua batang lilin naga berwarna merah dinyalakan diatas meja sembahyangan yang dihias seperti meja sembahyangan pengantin saja!
Kemudian terdengar suara Ka Chong Hoatsu berkata kepadanya,
“Kwa-sicu, silakan kau melakukan sembahyang untuk menghormat abu jenazah mendiang suami Ching-toanio.”
Pendeta itu menyerahkan beberapa batang hio (dupa batang) kepada Kun Hong. Pemuda buta ini bingung, akan tetapi merasa tidak enak untuk menolak. Penghormatan kepada abu jenazah merupakan syarat kesopanan yang tak mungkin ditolak. Dia menurut saja ketika dituntun ke depan meja sembahyang.
“Bersembahyang di depan abu jenazah seorang yang tinggi tingkatnya, harus berlutut,”‘
Ka Chong Hoatsu berbisik dan Kun Hong yang pada dasarnya berwatak sopan dan suka merendahkan diri, kali ini juga tidak membantah, lalu berlutut, menyelipkan tongkat di pinggang dan memegangi batang-batang hio itu diantara tangannya.
Pada saat itu dia mendengar suara banyak kaki secara halus melangkah datang. Disana sini terdengar suara wanita tertawa tertahan, kemudian dia mendengar suara orang berlutut disamping kirinya. Lalu kagetlah dia ketika dia mencium bau harum yang sudah amat dikenalnya, keharuman yang sama benar dengan ganda yang diciumnya ketika dia mengobati Hui Kauw didalam kamar tadi.
Tak dapat diragukan lagi, Hui Kauw tentu orangnya yang sekarang berlutut di sebelah kirinya! Apa artinya ini? Kenapa ia harus bersembahyang di depan abu jenazah itu berdampingan dengan Hui Kauw? Dia ragu-ragu dan menahan diri, tidak segera bersembahyang. Pada saat itu, diantara suara hiruk-pikuk para pelayan, ia mendengar suara Loan Ki, penuh ejekan, penuh kebencian.
“Hah, yang laki buta, yang perempuan bermuka hitam. Belum pernah selama hidupku melihat sepasang pengantin begini buruk!”
Kun Hong kaget setengah mati, tangan kirinya bergerak meraba dan……. dia mendapat kenyataan bahwa Hui Kauw memakai pakaian pengantin, dengan muka berkerudung!
“Apa artinya ini?” Dia berseru dan bangkit berdiri membuang hionya ke samping.
Tiba-tiba sebuah tangan yang kuat menekan pundaknya, jari-jari tangan yang amat kuat itu mencengkeram jalan darahnya di pundak yang mengancam, karena begitu diremas dia akan menjadi lumpuh! Lalu terdengar bisikan suara Ka Chong Hoatsu,
“Orang she Kwa, jangan menolak! Kau telah mencemarkan nama baik nona Giam Hui Kauw, kau malah telah mengobatinya sampai sembuh. Untuk membalas budimu dan untuk membersihkan namanya, kau sudah dipilih menjadi suami yang sah. Nona Hui Kauw sendiri sudah setuju. Bagaimana kau dapat menolaknya?”
Muka Kun Hong sebentar merah sebentar pucat. Dia tidak mengerti bagaimana urusan berbalik menjadi begini. Dia memang suka kepada Hui Kauw, suka dan menaruh simpati besar, juga amat berkasihan menghadapi nasib buruk nona bersuara bidadari ini. Baru suaranya saja sudah mampu merampas rasa kasih sayangnya.
Akan tetapi tentu saja dia tidak mau dijodohkan secara begini, secara paksa dan tiba-tiba. Juga, di lubuk hatinya tidak ada sedikitpun niat untuk menikah dengan wanita lain setelah dia kehilangan Cui Bi. Seorang buta seperti dia mana mampu mendatangkan kebahagiaan kepada seorang isteri?
“Tidak…….. tidak…….! Aku bukan boneka yang boleh kalian permainkan begitu saja! Aku seorang manusia!” bantahnya, tidak perduli betapa tekanan pada pundaknya makin menghebat yang berarti hwesio itu memperhebat pula ancamannya.
“Orang she Kwa, kau tidak boleh menolak! Tidak ada pilihan lain bagimu, menerima dan menjadi mantu Ching-toanio untuk membersihkan nama baik nona Hui Kauw yang kau cemarkan kemudian membantu semua usaha kita bersama, atau kau harus mati sekarang juga!” Kemudian dengan suara lebih perlahan di dekat telinga Kun Hong, “Bocah tolol, tak usah kau berpura-pura. Kau mencinta ia, bukan? Nah, apalagi soalnya?”
“Tidak! Sekali lagi tidak. Tak sudi aku dijadikan begini…….!”
Kun Hong berteriak lagi dengan marah sekali, seluruh urat di tubuhnya sudah menegang untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi terpaksa dia menahan kemarahannya karena ancaman pada jalan darah di pundaknya itu benar-benar berbahaya sekali.
Tiba-tiba Hui Kauw yang berlutut di sampingnya itu terisak-isak menangis, lalu terdengar gadis itu menjerit tinggi satu kali, disusul kata-kata yang memilukan,
“Ya Tuhan…….. apa dosaku sehingga kalian menghina aku begini rupa?”
Setelah itu, cepat laksana kilat gadis ini menerjang ke kanan menyerang Ka Chong Hoatsu dengan pedangnya yang tadi ia sembunyikan dibalik pakaian pengantin yang longgar. Kini kerudung kepalanya sudah dibuka dan wajahnya yang berkulit hitam itu jelas nampak agak pucat dan basah air mata.
Serangan ini hebat bukan main karena Hui Kauw mempergunakan jurus daripada ilmu pedangnya yang ia rahasiakan. Ka Chong Hoatsu adalah seorang tokoh besar yang amat lihai, namun dia terkesiap juga menghadapi serangan luar biasa ini, yang bagaikan halilintar menyambar kearah dadanya.
Terpaksa dia melepaskan cengkeramannya pada pundak Kun Hong dan berjungkir balik ke belakang sambil mengibaskan ujung lengan bajunya yang panjang. Hampir terpental lepas pedang di tangan Hui Kauw ketika dikebut oleh ujung lengan baju ini, Akan tetapi Hui Kauw tidak menyerang terus, melainkan terisak-isak dan meloncat jauh, berlari sambil menangis lenyap dalam gerombolan pohon di hutan. Dari jauh masih terdengar suara tangisnya yang kian menghilang.
Kun Hong bersyukur sekali. Dia maklum bahwa gadis itu tadi menyerang Ka Chong Hoatsu dengan maksud menolongnya terlepas daripada cengkeraman yang membuat dia tidak berdaya. Pada saat itu terdengar Loan Ki berseru.
“Bagus, Hong-ko. Jangan takut, aku bantu kau!”
Dan gadis inipun sudah meloncat ketengah ruangan itu, di depan meja sembahyang, berdiri tegak dengan pedang di tangan di sebelah Kun Hong!
Kembali Kun Hong melengak heran. Bagaimana sih gadis lincah ini? Sebentar membantunya, sebentar mencelakainya, kadang-kadang membelanya, ada kalanya mengkhianatinya. Tadi baru saja mencemooh dan dengan ucapan mengandung suara menghina telah mengejeknya, tetapi sekarang suaranya berbeda sekali ketika menyebut “Hong-ko” dan sekarang malah siap membantunya.
Kun Hong benar-benar bingung, apalagi mengingat perbuatan Hui Kauw tadi. Kenapa gadis yang sudah dapat dia kenal watak perangainya yang halus dan murni itu mau saja disuruh bersembahyang sebagai pengantin dengannya, kemudian kenapa pula gadis itu menangis sedih dan malah menerjang Ka Chong Hoatsu untuk menolongnya, setelah itu malah melarikan diri? Benar-benar dia tidak mengerti akan sikap gadis-gadis ini.
Akan tetapi dia juga merasa khawatir sekali. Dia maklum betapa lihainya orang-orang di pulau ini dan kepandaian Loan Ki masih jauh daripada cukup untuk menghadapi mereka. Dia sendiripun belum tentu akan dapat menangkan mereka yang lihai-lihai itu, apalagi Ka Chong Hoatsu si hwesio tua yang tadi mencengkeram pundaknya.
Andaikata Hui Kauw tidak lari dan mau membantunya, gadis bersuara bidadari itu memiliki kepandaian hebat dan boleh diandalkan. Tadi saja dengan sekali gebrakan, sejurus serangan gadis itu telah mampu memaksa Ka Chong Hoatsu melepaskan cengkeramannya.
“Orang muda, kau benar-benar sombong. Orang telah memperlakukan kau dengan baik, sungguhpun kau telah menimbulkan keributan. Kau dimaafkan, malah kelakuanmu yang merusak dan mencemarkan nama baik seorang gadis telah dimaafkan, sebaliknya daripada dihukum, kau malah diangkat menjadi mantu. Akan tetapi dengan sombong kau menolak, ini bukan saja merupakan penghinaan terhadap nyonya rumah, akan tetapi juga kau telah menghancurkan perasaan seorang gadis dan kau telah menghina pinceng (aku) pula yang bertindak sebagai perantara! Dosamu bertumpuk dan sekarang pinceng takkan sudi lagi memandang kebutaan matamu atau wajah mendiang gurumu, Yok-mo.”
038
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI