PENDEKAR BUTA JILID 047

Su Ki Han adalah murid tertua dari Thai-san-pai, seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun, seorang gagah yang sudah dipercaya oleh Beng San. Dia cepat berlutut di depan Beng San dan menjawab,

“Mana teecu (murid) berani tidak mentaati aturan suhu? Sama sekali murid dan para adik seperguruan tidak berani bersikap kurang hormat terhadap tamu. Akan tetapi orang-orang ini tidak memberi kesempatan kepada kami untuk bicara. Datang-datang mereka menyerang kami dan sudah tentu saja kami terpaksa mempertahankan diri dan mempertahankan nama besar Thai-san-pai. Harap suhu sudi menyelidiki dan kalau teecu dan adik-adik seperguruan salah, kami sanggup menerima hukumannya.”

Lega hati Beng San dan dia percaya penuh kepada murid-muridnya ini. Dia lalu menoleh lagi kepada Seng Tek Cu, memandang penuh kekhawatiran dan pertanyaan sambil berkata. 

“Totiang mendengar sendiri ucapan muridku. Sebetulnya apakah yang terjadi dan mengapa Totiang membawa serta pasukan yang terdiri dari saudara-saudara Pek-lian-pai dan malah ada rombongan Kong-thong-pai, lalu datang-datang menyerang murid-muridku?”

Seng Tek Cu, tosu kurus kering bongkok dari Bu-tong-pai ini, mendengar dan tertawa mengejek. 

“Huh, alangkah lucunya kenyataan yang tidak lucu! Pinto dan semua murid Bu-tong-pai, semua orang gagah yang selama hidup menjunjung kegagahan, kebenaran dan keadilan, semua tokoh dunia kang-ouw memandang tinggi kepada ketua Thai-san-pai yang dianggap seorang berilmu yang berjiwa pendekar. Sebulan lewat yang lalu, kalau ada orang bilang bahwa ketua Thai-san-pai seorang pengecut yang tidak mengenal pribudi, pasti pinto (aku) akan turun tangan memukul rusak mulut orang yang bilang demikian itu. Sekarang pinto menyaksikan sendiri betapa kabar orang tentang kehebatan ketua Thai-san-pai ternyata bohong belaka!”

Diam-diam Beng San kaget, namun dia tidak heran. Jawabnya dengan suara masih tenang, 

“Totiang, dunia ini memang makin lama makin kotor oleh perbuatan manusia-manusia yang tidak benar. Banyak kejahatan dilakukan orang, akan tetapi kejahatan yang paling keji adalah fitnah. Dalam urusan inipun saya rasa ada fihak yang melakukan fitnah terhadap Thai-san-pai, harap Totiang suka berhati-hati menghadapi fitnah dan menyelidiki terlebih dulu dengan seksama sebelum menjatuhkan keputusan.”

“Ho-ho, ketua Thai-san-pai! Mata pinto masih belum buta! Tidak hanya pinto melihat dengan kedua mata sendiri, bahkan pinto merasai pukulan-pukulan anak murid Thai-san-pai yang gagah perkasa, he-he, terlalu gagah sehingga sombong dan galak. Kejadian satu setengah bulan yang lalu di lereng ini bukanlah impian buruk, melainkan kenyataan yang pinto alami sendiri. Maka tak perlu kau berpura-pura tidak tahu. Apakah kau begitu pengecut untuk menyangkal kejadian yang disaksikan oleh puluhan pasang mata? Mayat-mayat masih belum hancur di dalam kuburannya, orang-orang yang terluka masih belum sembuh, semua akibat sepak terjang Thai-san-pai, dan kau masih ada muka untuk menyangkal?”

Berubah wajah Beng San. Inilah hebat! Teringat dia akan keadaan di lereng barat, dimana terdapat mayat dua orang tak dikenal dan bekas-bekas pertempuran besar.

“Totiang, dan cu-wi (tuan-tuan sekalian), harap dengarkan keteranganku! Dalam hal ini pasti terjadi salah pengertian yang besar! Memang pada satu setengah bulan yang lalu, aku dan para murid Thai-san-pai melihat bekas pertempuran di lereng barat dan menemukan dua mayat yang tidak kami kenal, dalam keadaan rusak teraniaya. Kami sendiri masih bingung memikirkan siapa adanya dua mayat yang sudah kami kubur itu, tapi……”

“Jahanam! Itulah dua orang murid pinto, Lok-yang Siang-houw Kam-heng-te! Hayo kau ganti nyawa dua orang murid pinto!” tiba-tiba tosu tua yang memimpin rombongan Kong-thong-pai berseru sambil mencabut sebatang golok tipis dari pinggangnya. 

Tosu ini bukan lain adalah Yang Ki Cu, seorang tosu tokoh Kong-thong-pai yang terkenal dengan ilmu goloknya, seorang bekas pejuang. Golok di tangannya ini istimewa sekali, tipis dan mudah melengkung, akan tetapi jangan dipandang rendah karena golok tipis ini amat kuat dan tajam sehingga mampu membabat putus senjata lain yang terbuat daripada baja. Semua anak murid Ko-thong-pai juga mencabut golok mereka dan sikap mereka sudah mengancam sekali.

Beng San makin kaget. Kiranya mayat-mayat itu adalah mayat Lok-yang Siang-houw yang sudah dia kenal nama harumnya. Dia mengangkat tangan mencegah terjadinya pertempuran karena murid-muridnya juga menjadi panas menghadapi fitnah keji terhadap Thai-san-pai ini.

“Ji-wi Totiang dan saudara semua, harap suka bicara dulu sebelum turun tangan! Sebetulnya, apakah yang telah terjadi disini satu setengah bulan yang lalu?”





Sekarang Seng Tek Cu yang bicara, 
“Ketua Thai-san-pai, sebetulnya tidak perlu diulang lagi karena buktinya sudah cukup kuat. Akan tetapi karena pada waktu itu engkau tidak muncul, biarlah kau sekarang mempertanggung jawabkan perbuatan murid-muridmu yang biadab, dibantu oleh mertuamu si iblis Song-bun-kwi. Dengar! Waktu itu pinto dan Koai To-jin ini, juga beberapa saudara Pek-lian-pai, dibantu oleh Lok-yang Siang-houw, mengantar saudara Tan Hok untuk menemuimu dan minta bantuanmu tentang perkara perjuangan yang penting. 

Akan tetapi, ketika saudara Tan Hok naik ke puncak seorang diri, dia bertemu dengan murid-murid Thai-san-pai yang langsung memaki dan menyerangnya. Siapa tahu Thai-san-pai telah dijadikan kaki tangan kaisar baru sehingga mengkhianati perjuangan yang tadinya kau sebagai kakak angkatmu itu. Saudara Tan Hok lalu turun dikejar murid-muridmu yang jahat, tentu saja kami lalu menghadapi murid-muridmu, terjadi pertempuran mati-matian dan muncullah mertuamu si iblis laknat itu membuat kami menderita kekalahan. Saudara Tan Hok tewas di tangan Song-bun-kwi dan kedua saudara Kam juga tewas, disamping banyak saudara Pek-lian-pai yang gugur. Nah, sekarang kau mau bilang apa lagi?”

Kalau ada kilat menyambar dirinya disaat itu, kiranya Beng San tidak akan sekaget ketika mendengar kata-kata ini. Mukanya berubah pucat kehijauan dan dia menoleh kepada murid-muridnya. Serentak para muridnya berseru, 

“Bohong! Fitnah belaka! Bohong semua itu, Suhu. Teecu sekalian tidak pernah bertempur dengan mereka ini!”

Beng San merasa seperti dalam sebuah mimpi buruk sekali. Kakak angkatnya, Tan Hok, tewas di tempat ini dalam perjalanan hendak menemuinya? Dan yang membunuh Tan Hok adalah kakek Song-bun-kwi?

“Tak mungkin ini…….,” dia berkata keras-keras akan tetapi tidak ditujukan kepada siapa-siapa karena kata-katanya ini adalah suara hatinya yang keluar melalui mulutnya, “…….terang tak mungkin murid-muridku malah mengeroyok Tan-twako! Andaikata gakhu (ayah mertua) Song-bun-kwi membunuh Tan-twako dan Lok-yang Siang-houw, tentu disana terjadi kesalah pahaman diantara mereka.”

“Ketua Thai-san-pai! Setelah kau mendengar semuanya, bagaimana tanggung jawabmu? Ataukah kau akan membela murid-muridmu dan memaksa kami turun tangan menghancurkan Thai-san-pai?” 

Suara Seng Tek Cu ini menyadarkan Beng San daripada lamunannya. Dia mengerutkan kening dan mukanya yang kehijauan sudah pulih kembali karena keyakinannya bahwa murid-muridnya pasti tidak melakukan perbuatan seperti difitnahkan orang itu.

“Totiang dan cu-wi sekalian. Sudah terang bahwa terjadi hal hebat dan curang disini. Agaknya ada fihak-fihak hendak merusakkan nama baikku dan Thai-san-pai. Karena anak muridku bukanlah orang-orang jahat, apalagi memusuhi Tan-twako yang menjadi kakak angkatku yang kukasihi. Pertanggungan jawab bagaimana yang cu-wi kehendaki?”

“Kau harus menghukum pembunuh-pembunuh, kau harus membunuh murid-muridmu yang pada malam hari itu mengeroyok kami, membunuh mereka sekarang juga di depan kami. Kalau kau mau melakukan hal itu, barulah pinto dan saudara-saudara disini suka menghabiskan perkara ini dan menganggap saja bahwa kau tetap seorang pendekar besar yang tidak tahu-menahu akan perbuatan keji murid-muridmu di waktu itu,” jawab Seng Tek Cu yang diiringi anggukan kepala para anggauta Pek-lian-pai.

“Thai-san Ciang-bun-jin, kau harus dapat pula mengantarkan kepala si iblis Song-bun-kwi kepadaku sebagai pembalasan atas kematian dua orang muridku yang tidak berdosa, barulah pinto mau menyudahi perkara ini!” kata pula Yang Ki Cu, tosu tua Kong-thong-pai yang suaranya tinggi melengking.

Beng San tertegun. Benar-benar pertanggungan jawab yang hebat dan gila. Mana mungkin dia menghukum mati murid-muridnya yang sama sekali tidak bersalah, yang dia yakin sama sekali tidak tahu-menahu dengan peristiwa di lereng barat itu? Apalagi permintaan tosu Kong-thong-pai itu, mana bisa dia mengantarkan kepala ayah mertuanya, Song-bun-kwi, kepada tosu ini?

“Gila!” bentaknya marah karena merasa tersinggung kehormatan dan kewibawaannya. “Kalian menetapkan sendiri syarat-syarat yang tak mungkin! Mana bisa ini dianggap keputusan orang-orang gagah? Pertanggungan jawab yang kalian ajukan itu gila dan sewenang-wenang, mana bisa dibilang adil?”

“Hemm, kalau menurut pikiranmu, bagaimana seharusnya pertanggungan jawab itu?” tanya Seng Tek Cu menahan marah.

“Totiang, sebetulnya aku sama sekali tidak tahu-menahu tentang peristiwa di lereng sebelah barat itu. Akan tetapi karena peristiwa itu terjadi di wilayah Thai-san, apalagi karena malapetaka itu menimpa Tan-twako dan Lok-yang Siang-houw, juga saudara-saudara Pek-lian-pai, maka sudahlah menjadi kewajibanku untuk membersihkan nama baik Thai-san-pai, membalaskan penasaran Tan-twako dengan jalan mencari sampai dapat pembunuh-pembunuh yang sebenarnya. Tentang gak-hu Song-bun-kwi, biarlah aku mencarinya dan menanyakan hal itu, karena aku masih ragu-ragu apakah betul-betul beliau yang melakukannya.”

“Ketua Thai-san-pai! Telingaku sendiri mendengar betapa Tan Hok sicu menyebut-nyebut nama Song-bun-kwi sebelum tewas dan kedua mataku sendiri melihat iblis tua itu mengamuk. Dan sekarang kau masih hendak menyangkal lagi?” bentak Seng Tek Cu.

“Pinto juga minta pertanggungan jawab sekarang juga! Kematian murid-murid pinto harus dibalas!” Yang Ki Cu juga berseru marah.

“Ganyang penjahat-penjahat Thai-san-pai! Balaskan saudara-saudara kita!” teriak para anggauta Pek-lian-pai yang masih mendendam karena kematian banyak saudara mereka.

Beng San masih bersabar, akan tetapi murid-muridnya yang tidak dapat menahan diri lagi. 

“Suhu, orang menghina Thai-san-pai semaunya. Kesabaran ada batasnya. Teecu tidak takut melayani mereka!” kata Su Ki Han dengan tangan di gagang pedangnya.

Beng San mengangkat tangan mencegah! 
“Nanti dulu, Ki Han. Mereka itu bukanlah musuh, ada orang-orang jahat yang sengaja hendak mengadu domba antara kita dengan mereka…..”

Akan tetapi Beng San tak dapat melanjutkan kata-katanya tiba-tiba terdengar jerit-jerit mengerikan dan robohlah tiga orang dalam rombongan Pek-lian-pai dibarengi robohnya dua orang dirombongan Kong-thong-pai. 

Ribut keadaan disitu, apalagi ketika mereka mendapat kenyataan bahwa lima orang itu telah tewas dengan leher atau ulu hati tertusuk pisau-pisau kecil yang agaknya disambitkan orang-orang secara menggelap.

“Thai-san-pai curang! Serbu dan ganyang Thai-san-pai!” 

Orang-orang di kedua rombongan itu berteriak-teriak dan tanpa menanti komando lagi orang-orang Kong-thong-pai dan Pek-lian-pai menyerbu kearah Beng San dengan senjata di tangan!

Akan tetapi dengan gerakan yang cepat laksana burung terbang, ketua Thai-san-pai ini sudah lenyap dari tempatnya berdiri sehingga penyerangan orang-orang itu disambut oleh murid-murid Thai-san-pai yang sudah marah. 

Terjadilah pertempuran hebat diantara mereka. Murid-murid Thai-san-pai yang pada saat itu berada disitu hanya ada delapan belas orang, akan tetapi mereka ini adalah murid-murid yang bertempat tinggal di Thai-san-pai dan mereka sudah berada disitu semenjak Thai-san-pai berdiri empat tahun yang lalu. Oleh karena itu mereka ini rata-rata sudah memiliki ilmu silat yang tinggi sehingga permainan pedang merekapun lihai.

Su Ki Han murid kepala Thai-san-pai menyambut golok tosu Yang Ki Cu karena dia melihat tosu ini hebat betul permainan goloknya. Murid Thai-san-pai kedua yang bernama Liok Sui menyambut pedang Seng Tek Cu tosu Bu-tong-pai sedangkan murid ketiga yang bernama Coa Bu Heng menghadapi Koai To-jin yang amat berbahaya cambuk dan papan caturnya.

Adapun lima belas orang anak murid Thai-san-pai yang lain menghadapi pengeroyokan puluhan orang musuh sehingga rata-rata seorang harus menghadapi empat lima orang lawan! 

Benar-benar keadaan Thai-san-pai terancam sekali karena segera kelihatan betapa fihak mereka terdesak hebat. Tiga orang murid kepala itupun terdesak oleh tiga orang tosu lihai yang tingkatnya jauh melebihi mereka.







048

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)