PENDEKAR BUTA JILID 063
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Hidung dan telinga Kun Hong meneliti penuh perhatian, namun tidak ada sesuatu yang aneh bagi penciuman dan pendengarannya. Terpaksa dia bertanya kuatir,
“Locianpwe, ada apakah??”
Kakek itu melangkah maju, terus maju, diikuti dari belakang oleh Kun Hong yang mulai merasa gelisah karena tempat ini benar-benar sunyi. Setelah tiba di puncak, kenapa Beng San dan isterinya, juga murid-murid Thai-san-pai tidak ada yang keluar menyambut?
“Locianpwe, kenapa begini sunyi? Ada apakah? Dimana mereka, mengapa tidak ada orang menyambut kita?”
Masih saja Song-bun-kwi berjalan kesana kemari, berputaran disekitar puncak. Kemudian dia membanting-banting kaki dan berkata,
“Celaka……….. agaknya belum lama ini Thai-san-pai tertimpa malapetaka. Wah, hebat………! Kun Hong, Thai-san-pai telah dibakar orang, dibasmi sampai ke pohon-pohonnya habis dan rusak binasa.”
“Apa…….???”
Kun Hong berteriak, lalu melangkah kesana kemari, tangan yang memegang tongkat meraba-raba tanah yang sudah rata dan tidak ada sebatang pun pohon tumbuh lagi disitu.
“Bagaimana hal ini bisa terjadi………..?” pertanyaan ini keluar dari hatinya yang penuh kegelisahan, terdengar agak gemetar.
“Bagaimana kita bisa tahu? Tidak ada seorangpun tinggal disini. Agaknya mereka semua sudah………..”
Song-bun-kwi sendiri yang biasanya tidak perdulian itu, kini sikap dan bicaranya tidak bisa percaya kalau Thai-san-pai dapat dibakar dan dibasmi orang dan semua penghuni puncak Thai-san sampai lenyap semua.
“Tidak mungkin, Locianpwe! Tak mungkin paman Beng San beserta bibi dan semua anak murid dapat dibasmi begitu saja! Aku tidak percaya!”
“Tuh disana ada bayangan orang bergerak, mari kita kesana!” tiba-tiba kakek itu berseru dan menarik tangan Kun Hong diajak lari menuruni puncak, lalu mendaki sebuah puncak yang lebih kecil.
Setelah tiba disitu, dia melihat bayangan orang tadi ternyata adalah seorang laki-laki yang kini sudah duduk bersila di sebuah kuburan yang puluhan jumlahnya. Kuburan-kuburan yang masih baru mengelilingi orang itu yang berpakaian putih, berambut awut-awutan seperti orang gila.
Meremang bulu tengkuk Song-bun-kwi melihat kuburan-kuburan ini. Bukan karena seramnya, karena dia sendiri adalah seorang iblis yang tidak takut akan sesuatu, apalagi hanya kuburan dan orang aneh itu. Akan tetapi yang membuat dia merasa seram dan ngeri adalah dugaan yang timbul ketika melihat kuburan-kuburan itu. Siapa tahu di antaranya adalah kuburan Beng San dan Li Cu!! Segera dia melompat ke depan dan sekali sambar saja sudah berhasil mencengkeram leher laki-laki itu sambil membentak dengan suara menyeramkan,
“Siapa kau dan apa yang kau lakukan disini?”
Tubuh itu sudah dia angkat tinggi-tinggi dan siap dibantingkan keatas batu-batu besar yang banyak terdapat di tanah kuburan itu.
Akan tetapi dengan gerakan yang amat tangkas dan cekatan, orang itu menggoyang tubuh dan ……….. “brettt!” leher bajunya robek akan tetapi dia berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Song-bun-kwi!
Kakek ini kaget dan kagum. Jarang ada orang, apalagi semuda itu dapat melepaskan diri pada cengkeraman tangannya. Dia sudah siap untuk menerjang lagi karena sekaligus timbul rasa penasaran, juga kegembiraannya karena akan mendapat lawan yang lumayan. Akan tetapi tiba-tiba orang itu berseru,
“Kwee-locianpwe………..!”
Lalu dia menjatuhkan diri berlutut dan menangis menggerung-gerung. Diantara tangisnya, dia menyebut nama Kun Hong,
“Kwa-taihiap……….. celaka………..!” Sukar dia bicara karena tangisnya terus menyesakkan kerongkongannya.
Bukan main kagetnya hati Song-bun-kwi ketika mengenal bahwa orang yang mukanya pucat seperti mayat matanya cekung dan tubuhnya kurus dengan rambut awut-awutan dan pakaian putih seperti orang gila ini bukan lain adalah Su Ki Han, murid kepala Thai-san-pai!
“Ki Han, bukankah kau ini? Apa yang terjadi? Hayo cepat ceritakan!”
Sepasang mata Song-bun-kwi liar memandang kearah tanah-tanah kuburan yang masih baru itu. Adapun Kun Hong yang tiba-tiba merasa kedua kakinya lemas saking gelisahnya, lalu duduk diatas batu besar, telinganya mendengarkan penuh perhatian. Jantungnya berdebar-debar, karena kebutaannya membuat dia tidak dapat melihat sesuatu dan hal ini menambah kegelisahannya.
Alangkah besar keinginan hatinya untuk dapat menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana keadaan puncak Thai-san yang dikatakan rusak binasa dan terbasmi itu. Hampir-hampir saja tak dapat dia percaya bahwa tempat tinggal pamannya yang demikian saktinya itu dapat dihancurkan musuh.
“Ah, Kwee-locianpwe……….. celaka sekali……….. malapetaka hebat menimpa Thai-san-pai, dua pekan yang lalu….”
“Ki Han, bukankah kau murid kepala Thai-san-pai? Kenapa sekarang menangis seperti anak kecil? Huh, mana jiwa pendekarmu? Memalukan sekali. Hayo, bangun kau bicara yang betul kalau tidak mau kutendang mampus!” bentak Song-bun-kwi.
Su Ki Han, murid Thai-san-pai yang hancur luluh perasaan hatinya itu oleh kedukaan terbangun semangatnya. Dia segera bangkit berdiri, menunduk dan berkata,
“Maafkan saya, Locianpwe, maafkan kelemahan hati saya yang tak kuat menderita kedukaan ini. Siapa orangnya yang takkan hancur hatinya. Thai-san-pai hancur binasa, siauw-sumoi (adik seperguruan kecil) diculik orang, subo lenyap melakukan pengejaran, kemudian suhu juga turun gunung mengejar, malah menyatakan bahwa Thai-san-pai dibubarkan untuk sementara waktu. Sembilan orang suteku tewas, sisanya sekarang tersebar tidak karuan. Kwee-locianpwe, hati siapa takkan menjadi sedih?”
Terdengar teriakan menyeramkan keluar dari kerongkongan Kun Hong yang sudah bangkit berdiri dengan muka pucat.
“Iblis jahanam! Siapa berani melakukan hal itu terhadap Thai-san-pai? Su Ki Han, hayo kau ceritakan sebenarnya apa yang telah terjadi!”
Suara Kun Hong menggeledek, tanda bahwa dia dalam keadaan marah besar sehingga mendatangkan rasa kaget dan heran pada Song-bun-kwi yang biasanya mengenal pemuda itu sebagai seorang yang amat lemah lembut dan penyabar. Sebetulnya hal ini tidaklah aneh.
Kun Hong cukup maklum betapa hancur luluh hati ibu Cui Bi ketika gadis kekasihnya itu tewas secara menyedihkan. Sekarang, setelah mempunyai seorang anak perempuan lagi sebagai pengganti Cui Bi, ternyata diculik orang, Thai-san-pai dibasmi dan dibumi-hanguskan, anak-anak murid Thai-san-pai banyak yang tewas. Benar-benar merupakan malapetaka yang maha hebat dan inilah yang menyakitkan hatinya.
Dengan suara tersendat-sendat saking sedihnya, Su Ki Han lalu bercerita, bagaimana orang-orang Pek-lian-pai dan Kong-thong-pai yang marah sekali datang menyerbu sehingga terjadi pertempuran yang amat tak dikehendaki ketua Thai-san-pai, karena maklum bahwa bentrokan antara mereka yang sehaluan itu adalah karena hasutan dan fitnah musuh rahasia.
Diceritakan pula betapa kemarahan Pek-lian-pai dan Kong-thong-pai itu adalah karena kematian Tan Hok dan murid-murid Kong-thong-pai yang terjadi di lereng Thai-san dan yang mereka katakan dilakukan oleh anak-anak murid Thai-san-pai. Lalu bagaimana pada saat pertempuran berlangsung, puncak Thai-san-pai diserbu musuh yang tidak diketahui siapa.
Nyonya ketua Thai-san-pai dengan gagah berani dapat menghalau musuh, akan tetapi tak dapat mencegah penculikan terhadap Cui Sian puterinya dan pembunuhan terhadap para pelayan. Dengan air mata bercucuran Ki Han menutup ceritanya,
“Kwee-locianpwe……….. Kwa-taihiap…….. alangkah hancur hati saya melihat suhu seperti itu. Suhu mengamuk setelah subo (ibu guru) pergi melarikan untuk mencari puterinya……….. suhu menghancurkan segala yang ada di puncak……….. lalu menyatakan pembubaran Thai-san-pai……..”
“Iblis neraka!” Song-bun-kwi membanting kakinya saking marah. “Keparat Pek-lian-pai dan Kong-thong-pai! Awas kalian, Song-bun-kwi akan melakukan pembalasan, membasmi semua orang Kong-thong-pai dari muka bumi”
Tiba-tiba Su Ki Han memandang terbelalak ke depan, lalu dia menjadi pucat dan berkata,
“Kwa-taihiap…….”
Song-bun-kwi cepat memutar tubuh memandang kearah Kwa Kun Hong dan dia sendiripun terbelalak. Bukan main keadaan Kun Hong di waktu itu. Berdiri tegak dengan alis mata seakan-akan berdiri, sepasang mata yang buta itu terbuka lebar memperlihatkan dalamnya yang kosong menghitam. Mukanya berubah merah seperti terbakar, tubuhnya menggigil mengeluarkan hawa getaran, hidungnya kembang-kempis dan mulutnya terbuka berkali-kali tanpa mengeluarkan suara.
Tangan kanannya memegang tongkat dan tangan kirinya bergerak-gerak perlahan dengan jari-jari terbuka tertutup seperti cakar harimau hendak mencengkeram. Tiba-tiba kedua tangannya membuat gerakan berbareng yang amat aneh, tangan kiri mencengkeram ke depan dengan gerakan melengkung dari bawah keatas miring kekanan, sedangkan tangan kanan yang memegang tongkat membuat gerakan membabat dari kanan kekiri, menyerong dari atas ke bawah. Gerakan yang berlawanan dari kedua tangan itu menimbulkan suara angin bersiut keras dibarengi bentakannya yang amat hebat,
“Haaiiii!!”
Hebat akibatnya. Batu besar berwarna hitam, sejenis batu gunung yang amat keras, yang tadi dia duduki, terkena serangan ini. Batu itu sama sekali tidak bergerak dan seakan-akan tangan kiri dan tongkat tadi lewat begitu saja menembus batu, sedangkan kedua kaki Kun Hong membuat gerakan ke depan, langkah ajaib.
Ketika tubuhnya menggeser lewat meninggalkan batu itu, mendadak batu itu bergoyang dan runtuh bagian atasnya, sapat di tengah-tengah seperti agar-agar teriris pisau tajam, belah menjadi dua dan bagian atas yang terkena cengkeraman tangan kiri tadi, perlahan-lahan runtuh hancur seperti tepung!
Song-bun-kwi memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga. Dia melihat betapa dari ubun-ubun kepala Kun Hong mengepul uap putih, betapa muka yang sekarang menjadi amat menyeramkan itu mengeluarkan keringat besar-besar seperti kacang kedele dan betapa dada pemuda buta itu melembung seperti hendak meletus.
Sekali lagi Kun Hong yang meraba dengan tongkatnya mendapatkan batu besar dan diserangnya seperti tadi. Sekali serang dengan gerakan aneh tadi, batu itupun hancur lebur tanpa mengeluarkan suara! Sekarang dia melangkah lagi dan mulutnya berbisik-bisik.
“Keji………… keji……….. manusia-manusia iblis……….. keji………..!”
Tiba-tiba Song-bun-kwi melayang ke depan sambil berseru,
“Kun Hong, ingat! Kau bisa mencelakakan dirimu sendiri. Ingatlah dan tekan perasaanmu……….!”
Tubuh kakek itu menyambar ke depan dengan maksud hendak memegang pundak Kun Hong dan menyadarkannya. Akan tetapi alangkah kaget dan ngeri hatinya ketika tiba-tiba Kun Hong memapakinya dengan gerakan seperti tadi, tangan kiri mencengkeram dan tongkat membabat.
“Aya……….. celaka…………!”
Kakek itu memekik, cepat mengerahkan segenap tenaganya, melejit merendahkan tubuh untuk mengelak daripada sambaran maut tongkat itu sedangkan kedua tangannya dia pergunakan untuk menghantam lengan kiri Kun Hong yang bercuitan bunyinya mengarah iganya.
Juga kali ini tak terdengar suara ketika lengan kiri Kun Hong bertemu dengan kedua lengan kakek itu. Akan tetapi akibatnya hebat bukan main. Tubuh kakek itu terlempar seperti selembar layang-layang putus talinya, lalu jatuh berdebuk dalam jarak enam tujuh meter jauhnya sedangkan tubuh Kun Hong dengan kedudukan kaki masih tetap seperti tadi, tergeser mundur sampai satu meter lebih, kedua kakinya membuat guratan dalam tanah sedalam sepuluh senti!
Song-bwn-kwi tertawa bergelak dengan suara aneh menyeramkan, lalu dia merangkak bangun dan…….. darah segar tersembur keluar dari mulutnya!
064
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI