PENDEKAR BUTA JILID 071
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Keduanya memeriksa pedang, kemudian saling pandang dengan napas terengah-engah. Nagai Ici tertawa lebih dulu, kagumnya bukan kepalang, akan tetapi dia juga puas dan bangga karena betapapun juga, gadis luar biasa itu sudah berkenalan dengan samurainya yang lihai.
“Hek-heh, kau benar hebat, Nona. Selama hidupku baru kali ini aku melihat seorang gadis muda yang begini hebat. Sebelum ini, mendengarpun belum pernah. Ilmu pedangmu luar biasa, kepandaianmu hebat. Akan tetapi, betapapun juga kau takkan mampu mengalahkan aku.”
“Ih, sombongnya! Baru mengandalkan pedang bengkok itu saja sudah berani membuka mulut besar. Kau tidak merasa bahwa aku tadi sengaja mengalah mengingat bahwa kau orang asing? Huh, benar-benar tak punya perasaan dan tidak malu. Pedang bengkokmu itu siapa sih yang takut? Kalau mau, dalam segebrakan aku sanggup membikin putus lehermu, tahu?”
“Ha-ha-ha, Nona benar-benar pandai berkelakar! Sudah jelas kita bertanding sampai mandi keringat belum ada yang terluka, belum ada yang kalah atau menang, bagaimana kau bisa bilang dalam segebrakan dapat memenggal leherku? Ha-ha-ha, lucu!”
“Hemm, dasar tak tahu malu, tak berperasaan. Kau mau bukti?”
Tentu saja Nagai Ici tidak percaya, dia merasa penasaran sekali. Dia, Samurai Merah yang di Jepang sudah terkenal sekali, mana mungkin dalam segebrakan saja terpenggal lehernya oleh seorang gadis cilik?
“Boleh! Kau buktikanlah dan coba kau penggal leherku, tidak dalam segebrakan, malah dalam seribu gebrakan sekalipun boleh!” dia menantang dan sengaja dia mengulur lehernya.
“Huh, kau kira aku algojo?” Loan Ki mendengus marah. “Biarpun kau kurang ajar setengah mati, tadi kau menentang penjahat, berarti kau bukan penjahat. Aku tidak biasa membunuh orang yang bukan penjahat. Tetapi aku bisa buktikan, bahwa aku seribu kali lebih pandai daripadamu dan bahwa tadi aku sengaja mengalah, hanya kau yang buta perasaan tidak tahu diri.”
“Heh-heh, kau tekebur sekali. Bagaimana kau akan membuktikan?”
“Kau boleh gunakan pedang bengkok pemotong babi itu untuk melawan aku yang akan melayanimu dengan bertangan kosong!”
Loan Ki tersenyum mengejek dan tanpa perdulikan wajah lawan yang kelihatan kaget itu ia menyambung,
“Lebih dari itu malah, dengar wahai kadal, kuda, babi! Tidak saja aku melayani pedang bengkokmu itu dengan tangan kosong, juga aku akan membiarkan kau menyerang sesukamu tanpa membalas. Kalau aku membalas sekali pukulan saja boleh dianggap kalah!”
Nagai Ici melengak. Benar-benar terlalu gadis liar ini, pikirnya dengan perut terasa panas. Menghina orang tanpa takaran. Mana ada aturan seperti ini? Seorang jantan tulen seperti dia menyerang seorang gadis bertangan kosong menggunakan samurai? Dan gadis itu malah tidak akan membalas sama sekali? Waduh, dia dianggap anak kecil yang masih ingusan saja oleh gadis nakal itu, keparat!
“Nona, apakah otakmu waras?”
Kini Loan Ki yang melengak, lalu membanting-banting kaki tanda marah.
“Kau yang edan! Kau yang gila, gendeng dan miring otakmu!”
Ia memaki-maki marah lagi sejadi-jadinya asal hatinya yang mengkal dapat merasa “plong”.
Melihat sikap yang sungguh-sungguh itu, mulai meragulah hati Nagai Ici. Siapa tahu gadis ini bicara sungguh-sungguh? Wah, hebat kalau begitu.
“Nona, begini saja sekarang. Bukan watakku untuk menyerang seorang lawan, apalagi seorang gadis seperti kau, menggunakan samurai sedangkan yang kuserang bertangan kosong dan tidak akan membalas. Sekarang begini saja, aku menerima tantanganmu tapi caranya begini. Aku akan menyerangmu selama tiga jurus dan aku tanggung dalam tiga jurus itu, aku akan dapat memilih dengan samuraiku satu diantara empat macam benda di tubuhmu, yaitu pertama pita rambutmu, kedua ujung ikat pinggangmu, ketiga ujung ronce pedangmu dan keempat ujung lengan bajumu. Dalam tiga jurus saja pasti sebuah diantara yang empat tadi dapat kubabat putus, malah mungkin lebih dari satu atau keempatnya sekaligus! Tapi kalau hal ini terjadi, kau harus menyatakan bahwa aku tidak kalah olehmu dan bahwa kepandaianku tidak berada di bawah kepandaianmu. Nah, bukankah ini adil namanya!”
Loan Ki mengernyitkan hidungnya, ditarik keatas ujung hidungnya sehingga nampak lucu sekali.
“Aduh-aduh, sombongnya! Tiga jurus katamu? Jadikan tiga puluh jurus baru aku sudi melayani. Nah, tiga puluh jurus kau boleh menyerangku dengan pedang pemotong babi itu, kalau dapat kau tabas sedikit saja sebuah diantara yang empat itu, biarlah aku mengaku kalah. Akan tetapi kalau dalam tiga puluh jurus tak berhasil bagaimana?”
“Tiga puluh jurus? Tidak berhasil? Tak mungkin!”
“Janji tinggal janji, jangan menyombong dulu. Wah laki-laki kok ceriwis amat, bicara saja!”
“Biarlah aku berjanji, kalau dalam tiga puluh jurus pedangku ini tidak berhasil membabat putus sebuah diantara empat benda tadi, biarlah aku mengangkat kau menjadi guruku!”
“Hi-hik, punya murid macam kau bikin repot saja! Kau berjanji akan merubah sikapmu, tidak ceriwis dan cerewet lagi dan akan taat dan menuruti segala perintahku, bersedia menjadi bujang atau pelayanku?”
Merah wajah Nagai Ici. Inilah penghinaan besar. Akan tetapi dia yakin bahwa dia tak mungkin kalah dalam taruhan ini. Andaikata dia kalah, hal itu berarti bahwa gadis ini benar-benar seorang dewi yang sakti, lebih sakti daripada gurunya di Jepang, maka sudah sepatutnya kalau dia angkat menjadi gurunya yang baru dan sebagai murid, tentu saja dia harus mentaati gurunya dan rela mengabdi dan menjadi pelayan.
“Baik, aku berjanji!” Dia berkata sambil mengacungkan samurainya keatas di depan dahi sebagai tanda sumpah.
“Nah, mulai seranglah!” seru Loan Ki setelah menyimpan pedangnya.
Sengaja ia miringkan tubuh melambai-lambaikan ujung lengan baju, ikat pinggang, pita rambut dan ronce pedangnya agar mudah dibabat pedang lawan! Melihat ini, Nagai Ici berseru keras lalu mulai menyerang. Samurainya berkilat menyambar, kemerahan dan dengan kecepatan yang dahsyat.
Namun tiba-tiba jago muda Jepang itu berseru terheran-heran. Dia melihat betapa gadis itu kini bergerak amat aneh, jauh bedanya dengan gerakan tadi ketika melawannya dengan pedang. Tadi gadis itu gerakannya lemah gemulai, seperti seorang penari dari surga, begitu indah menarik. Sekarang, gadis itu melangkah kesana kemari dengan kaku dan aneh, terhuyung-huyung dan meloncat-loncat sambil jongkok berdiri tidak karuan, tubuhnya ditekuk kesana kemari, miring kekanan kiri depan belakang.
Pendeknya gerakan gadis itu sekarang amatlah buruk dilihat seperti gerakan orang mabuk. Akan tetapi hebatnya, semua sambaran samurainya mengenai angin belaka dan betapapun cepat dan kuat dia menerjang, dia seakan-akan menghadapi dan menyerang bayangannya sendiri.
Tentu saja jago muda Jepang ini tidak pernah mimpi bahwa gadis itu sekarang menggunakan langkah ajaib dari Ilmu Silat Kim-tiauw-kun, ilmu yang tergolong di deretan paling tinggi di dunia persilatan. Inilah ilmu langkah ajaib yang diberi nama Hui-thian-jip-te (Terbang ke Langit Ambles ke Bumi) dan yang dipelajari oleh Loan Ki dari Si Pendekar Buta Kwa Kun Hong! Kiranya karena memiliki modal ilmu ini maka Loan Ki berani menantang dan bersombong di depan Samurai Merah itu.
Tadi ia telah mengerahkan seluruh kepandaiannya, namun ia maklum bahwa untuk merobohkan lawan tangguh ini, bukanlah hal mudah baginya. Akan tetapi sebaliknya, Samurai Merah juga takkan mungkin dapat merobohkannya, apalagi kalau ia menggunakan Hui-thian-jip-te untuk menyelamatkan diri.
Makin lama Nagai Ici menjadi makin penasaran. Dia bertekad mencapai kemenangan, mengeluarkan pekiknya yang dahsyat, samurainya menyambar-nyambar laksana naga sakti mengamuk, namun hanya tampaknya saja samurainya hampir mengenai sasaran, kenyataannya selalu hanya berhasil membacok angin kosong.
Setelah belasan kali serangannya tidak berhasil, mulailah dia merasa kaget, heran, dan kagum, malah kemudian bulu tengkuknya berdiri meremang saking ngerinya melihat betapa dengan berjongkok dan melompat-lompat seperti katak atau seperti seorang anak kecil bermain-main, gadis itu dengan mudah sekali menghindarkan diri dari sambaran samurainya! Ilmu ibliskah yang dipergunakan gadis ini?
Tiga puluh jurus lewat dan jangankan samurai itu mengenai sasaran. Mencium sedikitpun tak pernah. Nagai Ici adalah seorang laki-laki sejati. Tepat setelah jurus ke tiga puluh lewat tanpa hasil, dia lalu menghentikan serangannya, melempar samurainya keatas tanah lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Loan Ki dan berkata,
“Mulai saat ini murid mentaati segala petunjuk dan perintah Guru.”
Terbelalak mata Loan Ki memandang. Tapi yang dipandangnya tetap berlutut dengan kepala tunduk sehingga yang tampak olehnya hanya rambut hitam digelung keatas itu. Inilah sama sekali tak pernah diduganya! Sama sekali ia tidak pernah mengira bahwa pemuda ini benar-benar hendak memenuhi janjinya dan mengangkatnya sebagai guru!
“Gila!” teriaknya. “Siapa sudi menjadi gurumu? Kalau kau muridku, berarti aku gurumu dan kau akan menyebut ibu guru kepadaku? Setan, jangan kau menghina, ya? Aku belum tua, lebih muda daripadamu, mana bisa menjadi guru orang dewasa?”
Nagai Ici mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat dalam keadaan masih berlutut.
“Saya sudah menikmati kehebatan ilmu kepandaian Guru dan sudah kalah janji. Terserah bagaimana kehendak Guru, murid hanya akan menurut dan mentaati.”
“Baik, kalau begitu dengarkan perintahku. Pertama, kau tak boleh berlutut, hayo lekas berdiri. Aku bukan ratu, bukan pula puteri istana dan kau lebih tua daripadaku. Bisa kualat aku kalau kau sembah-sembah. Berdirilah!”
Nagai Ici bangkit berdiri dengan sikap hormat.
“Nah, sekarang dengarkan perintahku selanjutnya. Namaku Loan Ki, Tan Loan Ki dan di dunia kang-ouw aku diberi julukan Bi-yan-cu (Si Walet Jelita). Kau tak boleh menyebut aku ibu guru, sebut saja namaku. Akupun akan menyebutmu Nagai Ici begitu saja. Mengerti!”
Nagai Ici mengangguk, di dalam hatinya bingung dan juga geli melihat sikap gadis yang luar biasa dan yang sekaligus meruntuhkan hatinya ini, Juga lima orang gadis tawanan yang sejak tadi menonton, diam-diam saling pandang dan tersenyum simpul.
“Sekarang tugasmu yang pertama adalah membantuku mengantar para gadis tawanan itu pulang ke kampung masing-masing.”
“Baik, Nona. Tapi……….. izinkanlah murid mengubur………..”
Berhenti Nagai Ici ketika melihat betapa Loan Ki melotot rnarah,
“Mengapa mesti menyebut diri sendiri murid? Aku bukan gurumu! Bilang saja aku, habis perkara!”
“Maaf, aku……. aku akan mengubur mayat-mayat itu lebih dulu…….”
Loan Ki mengangguk. Hatinya setuju dan diam-diam ia memuji pribadi orang ini, akan tetapi mulutnya mengomel.
“Manusia jahat seperti binatang, mayatnya sama pula dengan bangkai, perlu apa banyak rewel? Hayo lekas, cepat saja kubur jangan biarkan aku terlalu lama menunggu.”
Nagai Ici tersenyum dan cepat-cepat dia menggali lubang untuk mengubur mayat-mayat para penjahat yang menjadi korban samurainya tadi. Adapun Loan Ki mendekati para gadis tawanan yang menyambutnya penuh hormat. Dengan terharu mereka menjawab pertanyaan Loan Ki tentang kampung halaman mereka dan tentang pengalaman mereka diculik oleh para penjahat Hui-houw-pang untuk dibawa secara paksa kekota raja.
Mereka ini kiranya adalah gadis-gadis yang tinggal di kampung dekat Sungai Kuning, anak dari para petani. Memang mereka cantik-cantik karena memang mereka adalah kembang yang paling cantik di dalam dusun masing-masing. Menurut penuturan mereka, sudah terlalu sering terjadi perampokan gadis-gadis ini, baik oleh orang-orang Hui-houw-pang maupun oleh para bajak Kiang-liong-pang atau para penjahat lain yang berusaha untuk mengeduk keuntungan sebesar-besarnya atau mencari muka baik dari kaisar baru dan para pejabat tinggi di kota raja yang akan menyambut gembira persembahan berupa gadis-gadis cantik itu.
Loan Ki mendengarkan dengan hati sakit. Ia seorang gadis berjiwa sederhana yang tidak mengerti tentang tata negara, tidak tahu-menahu akan keadaan di kota raja dan tentang kehidupan para pembesar. Akan tetapi, mendengar penuturan yang disertai cucuran air mata oleh para gadis itu, pendekar wanita ini menggertak gigi dan menyatakan kebenciannya terhadap kaisar baru dan para kaki tangannya dengan memaki-maki sejadinya.
072
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI