PENDEKAR BUTA JILID 089
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Dari percakapan ini ia dapat menduga bahwa dara remaja itu tentu adik si pemuda, apalagi kalau dilihat wajah mereka memang terdapat persamaan. Akan tetapi pemuda ini menyebut Kwee-taijin sebagai ayahnya. Kalau ayah mereka, Kwee-taijin yang dimaksudkan itu, benar-benar adalah ayahnya yang sejati, dengan sendirinya kedua orang muda ini adalah adik-adiknya! Berpikir sampai disini, hatinya berdebar tidak karuan dan ia pun balas memandang penuh perhatian.
Makin berdebar hatinya ketika muncul pelayan yang berkata hormat.
“Taijin menanti para tamu di ruangan depan. Silakan sam-wi masuk.”
The Sun dan Bhong Lo-koai bangkit berdiri, Hui Kauw juga mengikuti gerakan dua orang itu. Dua orang anak muda tadi pun berdiri dan sambil tersenyum manis dara remaja itu berkata kepada The Sun,
“Kami juga akan berangkat, The-kongcu. Kalau kau sudah selesai dengan urusanmu dan ada waktu, kami akan girang sekali jika kau menyusul kami ke hutan sebelah selatan.”
The Sun hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum dan memandang dua orang muda itu yang berlarian keluar rumah dimana telah menanti para pelayan yang telah mempersiapkan dua ekor kuda besar. Sebentar kemudian terdengarlah derap kuda mereka meninggalkan tempat itu.
The Sun memberi isyarat kepada Hui Kauw untuk ikut memasuki ruangan depan yang ternyata lebih luas dan lebih mewah daripada ruangan tamu. Dengan mata tak berkedip Hui Kauw memandang laki-laki setengah tua yang bangun dari kursinya menyambut kedatangan mereka bertiga.
Laki-laki ini usianya tentu sudah lima puluh tahun lebih, rambutnya sudah berwarna dua, akan tetapi yang amat menarik adalah alisnya yang sudah putih seluruhnya. Wajahnya kurus, lebih kurus daripada badannya yang berkerangka besar, tampan dan gerak-geriknya halus. Jari-jari tangan yang diangkat ke dada untuk memberi hormat itu memiliki kuku-kuku yang panjang terawat, kuku seorang sasterawan di jaman itu, senyumnya melebar menyembunyikan sinar duka yang tergores di mukanya sebagai bekas kepahitan hidup.
“Ah, kiranya The-kongcu dan Bhong-losu yang datang berkunjung. Tidak tahu siapa Nona ini?” pembesar itu menyambut dengan suaranya yang halus.
Sikap yang tidak angkuh dan halus itu serta merta mendatangkan kesan baik dan mengharukan dihati Hui Kauw yang cepat-cepat memberi hormat bersama The Sun dan Bhong Lo-koai.
“Kwee-taijin,” kata Bhong Lo-koai setelah mereka dipersilakan duduk, “Justeru kedatangan kami berdua ini untuk mengantar Nona ini yang katanya masih terhitung keluarga dengan Kwee-taijin.”
Hening sejenak, hening yang mencekam hati Hui Kauw, mendatangkan heran bagi Kwee-taijin dan kedua orang jagoan itu hanya menanti sambil memandang penuh perhatian.
“Nona siapakah…….?”
Sepasang mata itu mengeluarkan sinar menyusuri wajah dan bentuk tubuh Hui Kauw, lalu kembali ke wajah gadis itu dan menjadi ragu-ragu dan malah curiga ketika melihat muka yang menghitam itu.
Rasa kecewa memenuhi hati Hui Kauw, membuat ia ingin sekali menangis. Kalau benar dia ini ayahnya, mengapa tidak mengenalnya lagi? Bagaimana ia mungkin mengaku begitu saja sebagai puterinya? Puteri seorang bangsawan kaya raya? Apakah orang takkan menyangka dia seorang penipu? Apa buktinya bahwa ia anak pembesar ini? Dan bagaimana pula kalau ternyata bukan anaknya?
Suaranya gemetar ketika ia berkata,
“Mohon maaf sebanyaknya, Taijin. Sesungguhnya, urusan ini mengharuskan kehadiran Nyonya Taijin. Apabila diijinkan, saya mohon agar Nyonya Taijin dipersilakan datang, baru saya akan bicara tentang urusan ini…….”
Berubah wajah Kwee-taijin, agaknya dia akan marah, akan tetapi karena yang mengajukan permintaan yang aneh ini adalah seorang gadis, dia dapat menahan kesabarannya. Adapun Bhong Lo-koai dan The Sun tidak heran mendengar ini malah The Sun segera berkata,
“Kwee-taijin, Nona ini tahu bahwa belasan tahun yang lalu puteri taijin lenyap diculik orang……”
“Ahhh…….!” Pembesar itu berseru kaget. “Kau tahu…..? Dimana dia itu sebenarnya? Dimana anakku…….?”
Kemudian pembesar ini sadar akan kegugupannya, maka dia segera bertepuk tangan memanggil pelayan, lalu katanya,
“Pergi menghadap nyonya besar dan katakan bahwa aku minta ia datang ke ruangan depan sekarang juga.”
Pelayan pergi dan keadaan hening kembali. Kini Kwee-taijin menatap wajah Hui Kauw penuh perhatian dan seperti tadi dia menjadi curiga dan ragu-ragu melihat wajah yang hitam itu karena sepanjang ingatannya, dia tidak mempunyai keluarga atau anak kemenakan yang berwajah hitam seperti nona ini.
“Kau betul-betul tahu tentang puteriku yang diculik orang itu?”
“Saya tahu betul, Taijin,” jawab Hui Kauw perlahan dan didalam hatinya nona ini berdoa semoga nyonya pembesar ini kalau memang betul-betul ibu kandungnya, akan mengenalnya.
Sementara itu, diam-diam The Sun dan Bhong Lo-koai telah siap siaga menjaga segala kemungkinan untuk melindungi pembesar itu dan isterinya, karena merekapun merasa curiga kepada nona muka hitam itu.
Dengan pandang mata tajam The Sun menatap wajah Hui Kauw dan melihat betapa wajah nona yang kehitaman itu menjadi pucat tiba-tiba ketika terdengar langkah ringan dan halus dari sebelah dalam, langkah seorang wanita. Benar saja, tak lama kemudian muncullah seorang wanita setengah tua yang masih amat cantik dan halus gerak-geriknya, tapi bermata sayu tanda penderitaan batin dan wajahnya yang pucat menandakan kesehatan yang buruk.
Begitu melihat wajah nyonya ini, seketika Hui Kauw memandang dengan mata terbelalak dan ia seperti terkena pesona. Inilah wajah yang seringkali ia lihat di dalam mimpi, dan sekaligus hatinya jatuh. Kasih sayang dan keharuan memenuhi hatinya, membuat kedua matanya tak dapat menahan lagi bertitiknya dua air mata, mulutnya serasa kering, lehernya serasa tercekik dan jantung di dalam dada meloncat-loncat.
Juga nyonya itu seperti tercengang melihat Hui Kauw, keningnya berkerut mengingat-ingat karena ia merasa seperti pernah melihat wajah gadis ini. Hanya muka yang kehitaman itu membuat ia ragu-ragu karena seingatnya belum pernah ia mengenal seorang nona bermuka hitam seperti nona ini.
Melihat adanya The Sun dan Bhong Lo-koai yang sudah dikenalnya, ia segera menjura dengan hormat yang cepat dibalas oleh kedua orang tamu itu, kemudian ia menghadapi suaminya sambil berkata halus,
“Ada keperluan apakah maka aku dipanggil kesini?”
Karena hatinya masih merasa tegang, Kwee-taijin hanya menuding kearah Hui Kauw sambil berkata,
“Nona ini……. dia bilang tahu tentang……. Ling-ji (anak Ling)……..”
Seketika wajah yang sudah pucat itu menjadi semakin pucat dan mata yang sayu itu memandang terbelalak kepada Hui Kauw, kedua kakinya yang kecil melangkah maju sampai dekat.
“Kau tahu……. kau tahu……. mana dia Ling Ling anakku…….?”
Hati Hui Kauw seperti ditusuk-tusuk rasanya. Ia terharu sekali dan diam-diam ia merasa bahagia karena ibu ini ternyata amat kasih kepada puterinya yang hilang diculik orang. Akan tetapi ia tidak boleh Sembrono, tidak boleh begitu saja mengaku sebagai anak mereka, karena biarpun hubungan darah diantara mereka telah menggetarkan jiwanya, akan tetapi ia tidak mempunyai bukti yang sah. Bagaimana kalau wanita ini bukan ibunya?
“Nyonya…….” suaranya gemetar dan sukar keluarnya, “Dapatkah Nyonya katakan, apakah anakmu yang hilang itu mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri sehingga dapat dikenal kembali?”
Nyonya itu meramkan kedua matanya, seakan-akan hendak membayangkan kembali anak kecil yang lenyap di waktu malam itu, ingat ketika dengan amat gembira dan penuh bahagia ia memandikan anak itu setiap hari, anak tunggal yang amat disayanginya.
Dengan jelas tampak dalam bayangan ini betapa anak-nya itu mempunyai sebuah tanda merah di belakang leher, seperti tahi lalat tapi merah, dan dulu seringkali ia menggosok-gosok agar tanda itu hilang. Malah suaminya menghiburnya bahwa tanda tahi lalat seperti itu tidaklah buruk, apalagi kalau anak itu sudah besar kelak tentu akan tertutup oleh rambutnya, pula tanda sekecil itu kiranya malah menjadi penambah manis pada leher yang berkulit putih.
“Ada……. ada…….” katanya sambil membuka mata dan memandang suaminya. “…….kau tentu masih ingat, tahi lalat merah di belakang leher…….”
Kwee-taijin mengerutkan kening mengingat-ingat, kemudian berkata sambil tersenyum penuh harapan,
“Betul, ada tahi lalat merah di tengkuk, ibunya selalu meributkan hal itu……”
Mendengar ini menggigil kedua kaki Hui Kauw dan serta merta ia menjatuhkan diri berlutut di depan nyonya itu, memeluk kedua kakinya sambil menangis! The Sun dan Bhong Lo-koai sudah mencelat dari tempat duduk masing-masing karena tadinya mengira bahwa gadis aneh itu hendak melakukan penyerangan, akan tetapi melihat Hui Kauw hanya menangis sambil memeluk dan menciumi kaki nyonya itu, mereka saling pandang dan berdiri bengong. Juga Kwee-taijin berdiri dari kusinya dan memandang dengan penuh keheranan.
“Nyonya……. kau periksalah ini…….”
Hui Kauw sambil menangis dan dengan kepala tunduk menyingkap rambutnya memperlihatkan tengkuk. Nyonya Kwee, suaminya dan juga dua orang tamu itu memandang dan karena Hui Kauw berlutut diatas lantai, mudah bagi mereka untuk melihat betapa kulit yang kuning halus dari tengkuk itu ternoda oleh sebuah tahi lalat merah sebesar kedele.
Hening sejenak, semua orang seperti kena sihir, kemudian Nyonya Kwee mengeluh, membungkuk meraba tengkuk, memandang lagi, mulutnya berbisik-bisik,
“……. ah, mungkinkan ini…….? Kau……. Ling Ling…….? Kau anakku……?”
Juga Kwee-taijin tak dapat menahan diri berseru,
“Mungkinkah ini? Tidak kelirukah…….?”
Mendengar keraguan suami isteri itu, dengan terisak Hui Kauw bangkit berdiri, tegak memandang suami isteri itu dan berkata, suaranya tegas.
“Taijin dan Nyonya, memang amatlah berat bagiku untuk memperkenalkan diri setelah melihat bahwa ayah dan ibuku adalah orang-orang kaya raya dan orang bangsawan berpangkat. Alangkah akan mudahnya aku dituduh penipu! Lihatlah baik-baik mukaku, mataku, diriku, andaikata Taijin berdua tidak mengenalku sebagai anak yang diculik orang belasan tahun yang lalu, biarlah aku pergi dari sini.”
Keadaan tegang sekali. The Sun dan Bhong Lo-koai merasai ketegangan ini dan mereka hanya berdiri tegak menjadi penonton. Kwee-taijin nampak bingung, ragu-ragu dan pandang matanya tidak pernah lepas daripada wajah Hui Kauw. Harus dia akui bahwa wajah ini cantik sekali dan mirip wajah isterinya di waktu muda, akan tetapi mengapa hitam sehingga tampak buruk? Dia ingat betul bahwa dahulu Ling-ji tidak berwajah hitam, malah kulit muka anaknya dahulu itu putih sekali. Bagaimana dia dapat menerima gadis yang bermuka hitam, yang menjadi seorang gadis kang-ouw dengan pedang selalu di pinggang ini sebagai puterinya?
Nyonya Kwee mengejar maju dan memegang tangan kiri Hui Kauw dengan kedua tangannya yang dingin dan gemetar, bibirnya berbisik,
“……. lihat tanganmu……. aku ingat betul……. di bawah jari manis kiri terdapat guratan seperti huruf THIAN…….”
Ia membalikkan tangan gadis itu, menariknya dekat dan memandang penuh perhatian. Benar saja, disitu terdapat diantara guratan-guratan telapak tangan itu, guratan yang mirip dengan huruf THIAN, yaitu dua tumpuk garis melintang dipotong garis tegak lurus yang di bawahnya bercabang dua!
“…… ahh …… kau betul Ling Ling…… kau anakku……!”
“…… ibuuuu……!”
Dua orang wanita itu berpelukan, berciuman dan mereka bertangis-tangisan. Pertemuan yang amat mengharukan.
“Ling Ling…… inilah Ayahmu……… berilah hormat kepada Ayahmu……”
Hui Kauw menjatuhkan diri berlutut di depan Kwee-taijin sambil terisak berkata,
“…… Ayahhhh……”
090
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI