PENDEKAR BUTA JILID 103
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Akan tetapi, melihat betapa Loan Ki didesak hebat oleh Gui Hwa, Nagai Ici mengeluarkan pekik menyeramkan dan dengan tangan kosong dia maju menyerbu, menerkam Gui Hwa tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri!
Gui Hwa terkejut sekali, cepat menghindar, namun ujung bajunya kena dipegang oleh Nagai Ici dan terdengar suara keras ketika baju itu terobek oleh cengkeraman pemuda ini. Baju robek menjadi dua sehingga tampaklah pakaian dalam nenek itu.
Dasar Loan Ki seorang yang nakal. Melihat ini, saking girangnya karena Nagai Ici ternyata berani mati membelanya, ia mengejek,
“Hi-hik, nenek buruk, baju siapakah yang robek?”
Gui Hwa menjerit marah, pedangnya berkelebat kearah dada Nagai Ici merupakan tusukan maut. Kini ia tidak main-main lagi. Tadi sengaja ia tidak mau melukai Loan Ki, hanya berusaha mendesaknya dan mencari kesempatan untuk merobek-robek pakaiannya. Sekarang dalam kemarahannya, ia menggunakan jurus mematikan untuk membalas perbuatan Nagai Ici yang ia anggap penghinaan besar itu.
Agaknya pemuda ini tidak akan mampu mempertahankan dirinya lagi. Baiknya Loan Ki yang melihat bahaya ini, cepat menangkis pedang Gui Hwa sehingga Nagai Ici terlepas daripada bahaya maut.
“Minggirlah, kau sudah terluka…….” pinta Loan Ki sambil mendorong pemuda itu ke pinggir.
Ia sendiri menghadapi Gui Hwa yang kini menyerangnya tanpa sungkan-sungkan lagi. Semua jurus yang ia lancarkan dalam penyerangan ini adalah jurus yang mengandung hawa maut, tidak main-main lagi seperti tadi.
Loan Ki berusaha mempertahankan diri, namun pada suatu saat ia kurang Cepat dan “breett!” ujung bajunya terbabat putus sebagai pengganti lengannya! Ia menjadi pucat, tetapi tetap melawan terus, biarpun ia didesak hebat.
Kembali Nagai lci meloncat dan menerkam Gui Hwa karena melihat betapa Loan Ki hampir kalah. Dia khawatir sekali kalau-kalau gadis pujaan hatinya itu akan terluka hebat, maka dengar nekat dia menerjang lagi tanpa memperdulikan larangan Loan Ki.
Gui Hwa sudah siap, begitu melihat tubuh pemuda itu maju selagi pedangnya bertemu dengan pedang Loan Ki, ia memapaki dengan tendangan.
“Bleeeggg!” tubuh Nagai Ici terjengkang dan pemuda ini muntahkan darah segar.
Namun dia bangkit lagi, menekan dada dan dengan nekat dia hendak maju menerjang lagi untuk membantu Loan Ki.
Sementara itu Loan Ki yang melihat Nagai Ici tertendang, kaget dan marah sehingga perasaan ini membuat langkah-langkah ajaibnya menjadi kacau. Pedang Gui Hwa menyambar, tak dapat ia mengelak lagi, terpaksa menerima dengan pedangnya. Dua pedang menempel dan kedudukan Loan Ki sudah terjepit. Gui Hwa sudah mengulur tangan kiri hendak merobek pakaian gadis itu.
“Tahan….!” terdengar bentakan mengguntur dan tiba-tiba Gui Hwa terjengkang ke belakang, terhuyung dan cepat menarik pedangnya bersiap-sedia.
Kiranya Sin-kiam-eng Tan Beng Kui yang mendorongnya tadi untuk menolong puterinya. Semua orang memandang kearah ayah dan anak yang kini berhadapan muka.
“Ayah, kau membiarkan anakmu dihina orang, sekarang kau mau apa? Aku tidak tahu menahu tentang surat, dan aku tidak sudi digeledah, lebih baik mati!”
Loan Ki berkata dengan sikap menantang, lehernya tegak, kepala dikedikkan, sepasang mata bersinar-sinar akan tetapi air mata mengalir turun keatas kedua pipinya, bibirnya pucat tetapi digigitnya sendiri untuk memperkuat kenekatan hatinya.
“Loan Ki, berani kau bersumpah bahwa kau tidak tahu menahu akan surat rahasia itu?” bentak ayahnya.
“Aku bersumpah, demi arwah Ibu!”
Terpukullah hati Beng Kui mendengar sumpah ini, diingatkan dia bahwa puterinya ini semenjak kecil tidak lagi ditunggui ibunya. Hatinya perih sekali dan tiba-tiba dia menoleh kepada Nagai Ici yang masih berdiri tegak dengan muka pucat, tetapi dengan sikap nekat membela Loan Ki.
“Siapa dia?” tanya Sin-kiam-eng.
“Dia sahabat baikku, Ayah, tadinya hendak kubawa kepadamu agar menjadi muridmu. Dia bernama Nagai Ici.”
“Apa…….? Seorang Jepang? Bajak laut…….?” Tan Beng Kui kaget sekali, kaget dan kecewa.
“Siapa bilang dia bajak laut?” Loan Ki juga berteriak, tidak kalah nyaringnya dengan suara ayahnya. “Dia adalah seorang pendekar, berjuluk Samurai Merah! Dia seorang gagah yang datang kesini dengan maksud mencari guru yang pandai. Dia sahabatku, Ayah, dan buktinya tadi, kalau ayahku sendiri tidak perduli akan keadaanku, dia membantuku mati-matian!”
Tan Beng Kui menundukkan kepala, menarik napas panjang, lalu berpaling kepada Bhok Hwesio.
“Bhok-losuhu, anakku tidak membawa surat itu. Aku minta supaya dia dan sahabatnya dilepas dan jangan diganggu lagi.”
“Hemmm, mana mungkin begitu, Sicu? Pinceng pernah mendengar dari pengawal istana Tiat-jiu Souw Ki bahwa yang merampas mahkota dahulu dari tangannya adatah puterimu inilah, dibantu oleh Kun Hong si pemberontak buta. Jelas bahwa anakmu ini membantu para pemberontak. Mana bisa pinceng percaya bahwa surat itu tidak berada padanya? Kalau memang sudah digeledah tidak ada, biarlah pinceng memandang persahabatan diantara kita dan pinceng perbolehkan dia pergi.”
“Bhok-losuhu, apakah kau tidak percaya kepadaku?”
Kembali hwesio itu tertawa dengan tenang.
“Tan-sicu, memang biasanya seorang gagah di dunia kang-ouw paling memegang teguh kata-kata yang keluar dari mulutnya. Akan tetapi sekarang kedudukan kita lain lagi. Kita bekerja demi keselamatan negara, dan karenanya peraturan yang berlaku juga peraturan negara, bukan peraturan kang-ouw. Sebagai petugas, mau tidak mau pinceng harus mendahulukan kepentingan negara. Pinceng kira bagimu juga seharusnya demikian, kepentingan tugas lebih tinggi daripada kepentingan antara ayah dan anak. Biarkan It-to-kiam Gui Hwa memeriksanya, kalau memang dia tidak membawa surat itu, boleh dia pergi.”
“Aku tidak sudi! Lebih baik mati daripada menyerah dibawah penghinaan kalian!” Loan Ki berseru marah.
“Jangan takut, Loan Ki. Aku membantumu, kalau perlu kita mati bersama!” kata pula Nagai Ici dengan tabah dan gagah.
Sin-kiam-eng Tan Beng Kui kembali menghadapi puterinya, memandang tajam kepada dua orang muda itu sampai lama, kemudian suaranya terdengar menggetar,
“Nagai Ici, kau siap melindunginya dengan jiwa ragamu?”
“Siap!” seru Nagai Ici dengan sikap tegak.
“Kau……. kau mencinta Loan Ki dengan seluruh jiwa ragamu?”
“Ya!” jawab pemuda itu pula, tanpa ragu-ragu. “Aku siap mati untuk Loan Ki !”
Tan Beng Kui tersenyum getir, kemudian berkata kepada Loan Ki,
“Anakku, kau merasa bahagiakah di samping Nagai Ici?”
Merah muka yang pucat itu seketika dan air matanya deras mengalir.
“Ayah……. dia baik sekali…….” jawabnya perlahan.
“Cukup! Nagai Ici, mulai saat ini aku menyerahkan keselamatan anakku ke tanganmu. Nah, pergilah jauh-jauh dan jangan mencampuri urusanku, jangan mencampuri urusan negara lagi.”
“Pergilah! Cepat!”
Agaknya Nagai Ici maklum akan isi hati pendekar pedang ini, dia lalu menggandeng tangan Loan Ki dan diajaknya gadis itu pergi dari tempat itu.
“He, jangan pergi dulu!” seru Lui-Thian Te Cu.
“Sing!!”
Sinar pedang berkelebat dan tahu-tahu Sin-kiam-eng Tan Beng Kui sudah menghadang Thian Te Cu dengan pedang di tangan dan sikapnya keren serta gagah menantang. Sepasang matanya menyala-nyala ketika dia menatap tiga orang di depannya, Bhok Hwesio, Thian Te Cu dan Gui Hwa.
“Aku mengganti mereka dengan nyawaku! Siapa yang mengejar mereka akan berhadapan dengan pedangku.”
Suaranya nyaring dan bergema, terdengar pula oleh Loan Ki yang menoleh dan menoleh lagi sambil terisak menangis, akan tetapi Nagai Ici terus menyeretnya pergi.
“Omitohud! Tan-sicu apakah hendak memberontak?”
“Bhok Hwesio, baru kali ini kau muncul dalam urusan negara, tetapi sudah hendak membuka mulut besar bicara tentang pemberontakan? Huh, kau mau bersikap sebagai pahlawan? Dengarlah kalian bertiga!! Di jamannya mendiang kaisar ketika masih menjadi pejuang Ciu Goan Ciang, aku Tan Beng Kui sudah menjadi pejuang mengusir penjajah Mongol. Kalian tahu apa tentang perjuangan? Sekarang kalian hanya datang dan enak-enak mendapatkan kedudukkan tinggi dan kemuliaan, sudah akan bersikap sombong menganggap diri sendiri benar? Menjemukan sekali !”
“Tan Beng Kui, kau bicara apa ini?” Bhok Hwesio marah. “Kalau kau memang tidak mempunyai hati memberontak terhadap kaisar kiranya kau akan mementingkan urusan tugas, tidak memberatkan anakmu. Kau membiarkan anakmu terlepas, apa kau kira pinceng tak dapat mengejarnya?”
“Harus melalui pedang dan mayatku!” teriak Tan Beng Kui marah. “Anakku sudah bersumpah demi arwah ibunya. Ini jauh lebih kuat, lebih penting daripada segala urusan tetek-bengek. Selama aku masih dapat menggerakkan pedang, jangan harap kalian akan dapat mengganggu Loan Ki!”
“Kau memang pemberontak ! Dahulupun pernah menjadi pemberontak, siapa tidak tahu?”‘
Lui-kong Thian Te Cu berseru marah dan senjatanya tanduk rusa sudah bergerak menyerang. Juga It-to-kiam Gui Gwa sudah menerjang dengan pedangnya. Sambil memutar pedang, Sin-kiam-eng Tan Beng Kui maju menghadapi dua orang itu. Ilmu pedangnya bukan main hebatnya. Ilmu Pedang Sin-li Kiam-sut yang sudah dikuasainya benar sehingga baik It-to-kiam Gui Hwa maupun Lui-kong Thian Te Cu yang lihai merasa terkesiap dan terdesak oleh sinar pedang yang bergulung-gulung itu,
“Omitohud, semua pemberontak harus dibasmi, baru aman negara!” seru Bhok Hwesio sambil melangkah maju.
Dia bertempur dengan tangan kosong saja, akan tetapi jangan dikira bahwa dia boleh dipandang ringan karena tidak bersenjata. Sepasang ujung lengan bajunya merupakan sepasang senjata yang amat ampuh, kalau digunakan memukul melebihi kerasnya ruyung baja dan kalau menotok tiada ubahnya senjata toya. Juga kibasan kedua tangannya sama ampuhnya dengan tabasan pedang tajam, baru angin pukulannya saja sudah mendatangkan angin dingin dan terasa tajam menusuk kulit.
Sesungguhnya ilmu pedang dari Tan Beng Kui amat hebat. Hal ini tidaklah aneh kalau diingat bahwa dia adalah murid tertua dari mendiang Raja Pedang Cia Hui Gan yang berjuluk Bu-tek-kiam-ong (Raja Pedang Tanpa Tanding). Kalau mau bicara tentang ilmu pedang, kiranya tiga orang lawan yang mengeroyoknya ini tidak akan mampu menandinginya, biarpun It-to-kiam Gui Hwa juga memiliki ilmu pedang tingkat tinggi dari Kun-lun-pai.
Akan tetapi, ilmu pedang saja bukan merupakan ilmu yang mutlak dapat menentukan kemenangan, karena dalam banyak hal lain, dia kalah ampuh oleh tiga orang lawannya. It-to-kiam Gui Hwa memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang luar biasa, setingkat lebih tinggi daripada ilmunya sendiri sehingga dengan keringanan tubuhnya itu, It-to-kiam Gui Hwa dapat menutupi kekurangannya dalam hal ilmu pedang.
Lui-kong Thian Te Cu memiliki khi-kang yang hebat, sehingga tiap kali mengeluarkan bentakan dalam pertempuran, membuat jantung Sin-kiam-eng Tan Beng Kui tergetar dan mengacaukan permainan pedangnya.
Lebih hebat lagi adalah Bhok Hwesio karena hwesio ini benar-benar kosen dan gagah sekali. Hwesio Siauw-lim ini memiliki tenaga dalam yang hebat. Dorongan kedua tangannya mengeluarkan angin pukulan yang selalu dapat memukul miring pedang di tangan Tan Beng Kui.
104
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI