PENDEKAR BUTA JILID 107
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Andaikata seorang biasa yang melakukan hal ini, kiranya akan makan waktu lama sekali. Akan tetapi Kun Hong bukanlah orang biasa, tenaga sinkangnya hebat sekali sehingga sekali sedot saja dia sudah menghisap bersih racun pada satu luka. Setelah meludahkan darah segar sudah mulai keluar dari luka kecil pertama itu, dia menyedot luka kedua, kemudian ketiga.
Dapat dibayangkan betapa jengah dan malunya Hui Siang. Tentu saja ia mengenal kehebatan jarum-jarumnya sendiri dan andaikata ia membekal obat penawarnya, tentu ia tidak sudi diobati secara demikian oleh Kun Hong. Akan tetapi apa daya, ia lupa membawa obat bekalnya dan iapun tahu bahwa jalan satu-satunya untuk menolongnya memang seperti yang dilakukan Kun Hong itulah.
Teringat ia akan keadaan cici angkatnya dahulu ketika diobati oleh Kun Kong dan hatinya tertusuk. Mulailah timbul penyesalannya akan sikap-sikapnya dahulu terhadap Hui Kauw dan Kun Hong. Pendekar Buta ini kiranya benar-benar seorang manusia yang berbudi luhur, yang mengobati siapa saja tanpa pamrih sesuatu. Buktinya, sebelum ia sadar, tentu si buta ini tidak mengenalnya siapa.
Betapapun juga, merasa betapa muka dan mulut orang buta itu menempel pada dadanya, Hui Siang tidak dapat menahan rasa malunya dan ia menutupi muka dengan kedua tangan, mukanya yang tadinya pucat sekarang menjadi merah seperti udang rebus.
Ketika Kun Hong sedang menghisap luka ketiga atau yang terakhir dan tubuhnya sedang berlutut itu, tiba-tiba terdengar bentakan keras dan……. sebuah tendangan kilat yang amat kuat membuat tubuh Kun Hong terlempar beberapa meter jauhnya dan jatuh terguling-guling.
Baiknya Kun Hong keburu mengerahkan Iweekangnya sehingga dia tidak terluka, hanya terlempar dan bergulingan saja. Tadi dia hanya mendengar bentakan itu, akan tetapi karena seluruh perhatiannya sedang ditujukan kepada pengobatan, sedang sinkangnya pun sedang disalurkan kepada mulut yang menyedot, dia tidak sempat membela diri.
Ketika dia cepat melompat bangun, Kun Hong mendengar suara Bun Wan yang penuh kemarahan.
“Kwa Kun Hong jahanam besar! Dahulu kau telah menghancurkan hubunganku dengan perbuatanmu yang tidak tahu malu terhadap Cui Bi, sekarang kembali kau melakukan penghinaan terhadap Hui Siang! Kun Hong kau benar-benar seorang berhati binatang, sampai matamu menjadi buta masih saja kau merupakan manusia iblis. Kali ini aku tidak akan suka menerima penghinaan begitu saja. Keparat!”
“Wan-koko…….. jangan menuduh yang bukan-bukan…….!”
Suara Hui Siang lemah dan tercampur isak. Nona ini sudah dapat bangun dan tadi saking kagetnya ia tidak mampu bicara, hanya cepat-cepat menutup bajunya yang robek. Dadanya masih terasa nyeri, akan tetapi tidak sesak lagi dan kekuatannya sudah pulih. Dengan mata terbelalak ia melihat betapa Kun Hong terguling-guling dan begitu mendengar suara Bun Wan, baru ia sadar kembali bahwa kekasihnya itu telah salah duga.
Akan tetapi Bun Wan tidak mendengar ucapan Hui Siang ini karena pada saat itu dia sedang marah bukan main. Siapa orangnya yang tidak akan marah kalau begitu dia sadar dari pingsannya melihat apa yang dilakukan Kun Hong terhadap kekasihnya tadi? Dengan amarah meluap-luap dia sudah melompati Kun Hong dan mengirim serangan mati-matian, tidak memperdulikan punggungnya yang masih terasa ngilu dan nyeri.
Tiba-tiba terdengar lengking tinggi dan rajawali emas telah menerjang Bun Wan, menggantikan Kun Hong yang masih berdiri termangu-mangu. Burung itu marah sekali. Biarpun hanya seekor binatang, dia tadi mengerti bahwa sahabatnya sedang mengobati atau menolong dua orang yang menjadi korban keganasan Hek Lojin, akan tetapi mengapa yang ditolong oleh sahabatnya itu kini berbalik menyerang Kun Hong? Maka marahlah dia dan serta merta gerakan Bun Wan tadi dia sambut dengan kepakan sayap dan cengkeraman kukunya yang runcing.
Bun Wan kaget sekali, namun dia tidak kehilangan akal. Melihat bahwa gerakan burung ini mengandung kekuataan luar biasa besarnya, dia segera menjejak tanah dan tubuhnya melayang ke belakang, terluput daripada serbuan burung itu. Rajawali emas memekik lagi dan menerjang maju, lebih hebat daripada tadi.
“Kim-tiauw-ko, jangan……. !!”
Kun Hong berseru dan tubuhnya mencelat kearah burung rajawali. Burung itu meragu ketika mendengar teriakan Kun Hong, menunda serbuannya dan dilain saat lehernya telah dirangkul oleh Kun Hong.
“Jangan serang dia…….” kata pula Kun Hong, suaranya sedih.
“Kun Hong, kau manusia tidak tahu malu!” kembali Bun Wan memaki dengan dada turun naik saking marahnya. “Apakah kau tidak bisa mendapatkan lain wanita kecuali calon-calon isteriku? Apakah karena matamu menjadi buta maka tidak ada wanita sudi kepadamu? Kami sedang pingsan dan engkau hendak menggunakan kesempatan ini berlaku hina kepada Hui Siang, benar-benar iblis berwujud manusia, jahanam! Kalau memang laki-laki, hayo kita mengadu nyawa, seorang diantara kita harus menggeletak mampus disini!”
Kun Hong hanya tersenyum sedih dan menundukkan mukanya. Sementara itu wajah Hui Siang menjadi pucat sekali ketika mendengar ucapan kekasihnya ini. Cepat ia memegang lengan Bun Wan dan diguncang-guncangkan seperti seorang membangunkan seseorang daripada mimpi buruk.
“Wan-koko, diamlah…….! Sudah, diamlah jangan bicara……. !” Setelah Bun Wan selesai memaki-maki Kun Hong, baru ia berkata, “Wan-koko, kau salah duga……. ah, bagaimana kau bisa menjatuhkan tuduhan sekeji itu kepadanya? Wan-koko, kau lihat ini…….”
Ia membuka bajunya yang robek itu sehingga tampaklah luka bekas jarum-jarum itu pada kulit dadanya yang putih halus.
“Aku tadi terluka oleh tiga batang jarumku sendiri, aku pingsan dan pasti aku tidak akan dapat berkumpul lagi dalam keadaan hidup denganmu kalau tidak ada dia yang menolongku. Dia tidak berlaku kurang ajar, Koko……. ah, jangan salah duga……. dia tadi berbuat begitu untuk menghisap keluar darah yang sudah terkena racun. Tanpa usahanya itu, darah beracun akan menjalar terus dan merusak jantung. Wan-koko…….. kau sadarlah…”
Bun Wan merasa seakan-akan mendengar halilintar menyambar dihari terang. Matanya berkedip-kedip, mulutnya melongo ketika dia mendengar ini sambil menatap Kun Hong yang membelai-belai leher kim-tiauw. Dia tadi merasa kepalanya nanar dan pening, sekarang dia menggoyang-goyang kepalanya untuk mengusir kepeningan itu. Kemudian dia merangkul leher Hui Siang, mendekap kepala gadis itu pada dadanya, matanya dimeramkan dan ketika dibuka kembali tampak dua butir air mata menitik turun.
“Kun Hong…….” suaranya serak, hampir tidak terdengar, “…….Kun Hong…….. ternyata biarpun aku melek ternyata aku lebih buta daripadamu. Maafkan aku, Kun Hong…….”
Kun Hong tersenyum, bukan senyum sedih lagi, dia gembira dan juga terharu. Sekaligus dia melupakan sikap Bun Wan yang menyakitkan hati tadi, dan untuk melenyapkan suasana tidak enak, serta merta dia bertanya,
“Bun Wan, siapakah kakek keji yang merobohkan kalian tadi?”
Bun Wan masih dalam keadaan terpukul dan terharu, maka jawabnya masih dengan suara menggetar,
“……. aku……. aku tidak kenal, dia mengaku bernama Hek Lojin.”
Diam-diam Kun Hong terkejut. Pernah dia mendengar ceritera Hui Kauw bahwa The Sun pemuda cerdik dan sakti itu adalah murid Hek Lojin. Hemm, pantas begitu lihai, kiranya guru The Sun, pikirnya.
“Kenapa dia menyerang kalian dan merobohkan secara keji?”
Orang yang merasa telah melakukan sesuatu yang salah, dan merasa amat menyesal akan kesalahannya yang membuat dia nampak tidak baik itu, akan selalu berusaha mengemukakan alasan segi baiknya untuk menutupi kesalahannya tadi, atau setidaknya mengurangi kesan-kesan buruk akibat kesalahannya. Apalagi kalau orang itu memang memiliki watak yang angkuh.
Demikian pula dengan Bun Wan, dia seorang pemuda keturunan ketua Kun-lun-pai, selamanya menjunjung tinggi kegagahan, merasa bahwa dia sebagai keturunan pendekar dan patriot, maka kesalahan tadi amat memalukan dan membuatnya menyesal. Sekarang mendengar pertanyaan Kun Hong, terbukalah kesempatan untuk menonjolkan diri, untuk menonjolkan segi-segi baik dari dirinya.
“Karena……. agaknya dia berfihak kaisar dan membenciku karena mendengar bahwa aku adalah utusan raja muda di utara. Dia menghina Kun-lun-pai, memaki-maki mendiang kakek guru dan para tokoh Kun-lun yang dikatakannya pemberontak. Aku marah tetapi dia lihai……. bukan lawan aku dan Hui Siang.”
Berubah wajah Kun Hong mendengar ucapan ini, hatinya berdebar keras dan dia menjadi amat terharu. Alangkah jauh menyeleweng pikirannya terhadap Bun Wan selama ini. Kiranya pemuda ini adalah seorang pejuang pula, malah seorang yang amat penting, yaitu utusan Raja Muda Yung Lo! Inilah malah orangnya yang dimaksudkan untuk menerima surat rahasia itu.
Dalam sekelebatan saja otaknya mengingat-ingat dan bekerja. Ah, tidak aneh, semenjak dahulu memang orang-orang Kun-lun-pai membantu perjuangan dan sudah terkenal kecerdikan mereka melakukan pekerjaan penyelidik atau mata-mata. Masih teringat dia akan ceritera ayahnya tentang diri Pek-lek-jiu Kwe Sin, bekas tunangan ibunya, tokoh Kun-lun-pai yang juga menjadi tokoh mata-mata amat lihai dan cerdik (baca Raja Pedang). Kiranya pemuda ini menyelundup ke Ching-coa-to hanya untuk mempelajari keadaan, untuk menyelidiki keadaan para tokoh kang-ouw sampai kepada tokoh-tokoh jahatnya!
Dan agaknya dalam menjalankan tugasnya ini, pemuda gagah itu tersandung batu asmara dan terlibat tali-talinya yang ruwet dengan Hui Siang ! Dia menjadi terharu lalu cepat-cepat dia mengulurkan tangan memegang tangan Bun Wan.
“Wah, aku sampai lupa. Saudara Bun Wan, kau duduklah bersila. Kau harus mendapat pengobatan cepat-cepat karena lukamu di dalam akibat pukulan pada punggung cukup parah.”
Ucapannya kini terdengar halus dan penuh sayang. Bun Wan merasa akan hal ini, akan tetapi dia tidak membantah karena diapun maklum akan bahayanya luka oleh tamparan tangan kakek sakti tadi. Cepat dia duduk bersila dan membiarkan Kun Hong mengobatinya.
Pendekar Buta itu bersila pula di belakangnya, menempelkan kedua telapak tangan di punggung dan leher sambil mengerahkan sinkangnya. Bun Wan merasa betapa dari kedua telapak tangan itu menjalar hawa yang panas dan dingin, hawa panas dari telapak tangan kanan dan hawa dingin dari yang kiri.
Diam-diam dia kagum bukan main dan menjadi terharu. Alangkah hebat dan baiknya Pendekar Buta ini dan alangkah buruk nasibnya. Diam-diam dia melamun. Urusan dahulu dengan Cui Bi terbayang dalam benaknya. Dan teringatlah dia akan urusannya sendiri dengan Hui Siang.
Seperti juga dia dan Hui Siang, Pendekar Buta ini dahulu terlibat oleh tali asmara dengan Cui Bi, tanpa diketahui bahwa Cui Bi telah ditunangkan dengannya sehingga percintaan itu berakhir amat menyedihkan. Sekarang, kembali dia tadi telah mendatangkan penghinaan, menuduhnya yang bukan-bukan. Padahal Kun Hong hanya menolong Hui Siang, mungkin merenggut nyawa kekasihnya itu daripada tangan maut.
Dan dia sudah menghinanya, menuduh yang bukan-bukan seperti yang pernah dia lakukan beberapa tahun yang lalu di puncak Thai-san, seperti yang dia lakukan pula belum lama ini di Ching-coa-to, menuduh Kun Hong mempermainkan Hui Kauw. Kiranya hanya sakit hati karena urusan Cui Bi saja yang mendatangkan pikiran yang bukan-bukan terhadap diri Pendekar Buta ini, membuat Pendekar Buta ini selalu salah dalam pikiran.
Ternyata semua itu tidak benar. Kun Hong benar-benar seorang pendekar yang bersih dan sekarang ditambah lagi dengan bukti bahwa betapapun sudah berkali-kali dihina olehnya kini Pendekar Buta itu duduk berada di belakangnya mengerahkan tenaga dalam untuk menyembuhkannya!
Tidak terasa lagi beberapa butir air mata mengalir turun dari pelupuk mata Bun Wan. Kalau dia ingat sekarang, dengan pikiran baru karena kesadarannya, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menggagalkan hubungan antara Kun Hong dan Cui Bi, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menghancurkan kebahagiaan Kun Hong. Semua itu masih dia tambah dengan sengaja untuk menghinanya, mendakwanya yang bukan-bukan, menanam bibit kebencian didalam hatinya. Dan Kun Hong membalasnya dengan kebaikan, dengan pertolongan besar, mungkin dengan penyelamatan nyawa dia dan Hui Siang karena siapa tahu kalau-kalau dia dan kekasihnya tidak dibunuh kakek sakti itu karena kedatangan Kun Hong!
Dia akan segera bertanya tentang ini setelah selesai pengobatan itu. Sekarang tidak mungkin, Pendekar Buta itu diajak bicara karena dia tahu bahwa Kun Hong tengah mengerahkan tenaga sinkang untuk menyembuhkannya. Makin lama hawa panas itu makin membakar di samping hawa dingin terasa menusuk-nusuk. Kedua hawa itu berputaran disekitar punggungnya dan mendatangkan rasa nikmat luar biasa, mengusir rasa pegal dan sesak di dadanya.
108
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI