PENDEKAR BUTA JILID 117
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Tentu saja, Kun Hong. Siapa diantara mereka ini berani menghadapimu satu lawan satu? Aku berani bertaruh potong kepalaku kalau diantara mereka ada yang dapat menangkan kau!” Hui Kauw menambahi “api” yang dinyalakan Kun Hong.
Akal ini berhasil membikin panas hati para tokoh itu, terutama sekali The Sun, Lui-kong Thian Te Cu, Bhok Hwesio, Ka Chong Hoatsu dan Ang-hwa Sam-ci-moi. Yang lain-lain biarpun panas namun diam-diam mengaku bahwa mereka tidak akan dapat menangkan Kun Hong kalau seorang lawan seorang.
Hek Lojin paling panas perutnya
“Heh, memalukan sekali ! Kita adalah orang-orang yang mengaku gagah. Masa keroyokan? Apa sih kepandaian bocah buta ini? Kita harus bersikap gagah dan tegas. Tadipun tiga orang pengawal, biar mereka itu anak buah muridku, sekali turun tangan kubunuh karena mereka mengintai. Yang tidak dapat berlaku tegas dan gagah, percuma saja mengaku orang gagah hendak membantu kaisar.”
“Ha-ha-ha, Hek Lojin, percuma saja kau mendongkol dan uring-uringan seperti ini! Orang-orang dari Ching-toa-to mana ada yang patut disebut orang gagah? Mereka itu adalah pengecut-pengecut tidak tahu malu, apalagi Ching-toanio yang diam-diam mengajak kawan-kawannya menyerbu Thai-san-pai. Tanpa keroyokan, mana mereka berani berkelahi? Ha-ha, marilah Hui Kauw, kita keluar saja dari ruangan ini. Terlalu banyak kutu busuk disini, baunya tidak tertahan, Hek Lojin, aku menanti diluar, ditempat lega kita boleh bertempur sampai mati!”
Sambil menggandeng tangan Hui Kauw, Kun Hong mengajak nona itu keluar dari ruangan. Hui Kauw maklum bahwa Pendekar Buta ini menghendaki tempat yang lega sehingga leluasa bergerak kalau terjadi pertempuran yang tidak dapat disangsikan lagi tentulah menjadi pengeroyokan.
Hati nona ini menjadi besar. Kalau tadi ia tidak takut mati, sekarang ia malah bergembira karena berada di samping orang yang dikasihinya. Mati atau hidup, bersama Kun Hong ia rela. Maka dialah yang kini menarik tangan Kun Hong diajak keluar melalui pintu. Biarpun ia tidak memegang senjata, Hui Kauw siap untuk bertempur dengan tangan kosong, melawan mati-matian.
Ching-toanio marah bukan main mendengar ucapan Kun Hong yang amat menghinanya tadi. Apalagi melihat Hui Kauw menuntun Kun Hong keluar dengan sikap begitu mesra, hatinya seperti dibakar. Ingin sekali bacok ia membikin mampus dua orang yang amat dibencinya itu. Betapapun juga, ia adalah majikan Pulau Ching-coa-to yang sudah terkenal. Ilmu silatnya tinggi dan ia adalah bekas kekasih Siauw-coa-ong Giam Kim! Mana ia sudi dihina begitu saja? Ia berkedip memberi isyarat kepada Bouw Si Ma sambil melompat keluar dan berseru,
“Iblis buta, jangan sombong! Hui Kauw perempuan hina, tanganku sendiri yang akan merenggut nyawamu!”
Sambil tertawa-tawa Hek Lojin juga melangkah keluar menyeret tongkat hitamnya, dikuti semua yang hadir dalam ruangan itu. Ternyata Kun Hong sudah berdiri diluar bangunan, di tempat yang lega.
Akan tetapi pagi hari itu matahari tidak muncul karena tertutup mendung-mendung tebal yang agaknya memberi tanda bahwa pada hari itu akan terjadi pertempuran hebat dan mandi darah manusia. Para anggauta Ngo-lian-kauw dan para anggauta pasukan istana tertarik oleh keadaan kacau ini dan berdatangan. Kun Hong dan Hui Kauw tetap tenang walaupun maklum bahwa mereka telah terkurung banyak orang lawan.
“Siapa berani maju?” Kun Hong bertanya, suaranya tetap ramah tetapi mengandung ejekan. “Satu-satu ataukah keroyokan? Terserah kepada kalian! Asal kalian ingat bahwa aku Kwa Kun Hong tidak pernah mencari permusuhan dengan kalian, melainkan kalianlah yang memusuhi aku dan Hui Kauw. Kalau kalian tidak mengganggu kami, kamipun akan pergi baik-baik tanpa mengganggu kalian. Akan tetapi kalau kalian menyerang, sudah barang tentu kami akan membela diri.”
“Kun Hong, enak saja kau bicara. Sudah jelas kau pengkhianat, kau pemberontak hendak melawan pemerintah yang sah dan perempuan ini adalah pembantumu, kau masih pandai pura-pura suci!” The Sun berkata lantang.
Kening Kun Hong berkerut mendengar suara The Sun. Dia benci orang ini dan biarpun dia bukan seorang yang suka membunuh, rasanya dia akan suka membunuh pemuda ini mengingat akan perbuatannya yang biadab terhadap mendiang janda Yo. Akan tetapi dia menahan kemarahannya. Urusan pribadi tidak akan dicampur adukkan dengan urusan sekarang ini.
“The Sun, kau ular belang! Kau tahu dengan baik bahwa aku bukanlah seorang yang mencampuri urusan negara. Memang aku mempertahankan mahkota kuno dan rahasianya karena aku hendak membantu usaha mendiang paman Tan Hok, menyelesaikan tugasnya menyampaikan mahkota kuno dan rahasianya kepada yang berhak. Sayang, paman Tan Hok yang gagah perkasa itupun tewas oleh kecurangan orang-orangnya Ching-toanio. Memang pengecut dan curang sekali nenek Pulau Ching-coa-to itu!”
Ching-toanio menjerit marah. Dalam kemarahannya mengingat sikap wanita itu kepada Hui Kauw, Kun Hong telah menggunakan makian yang benar-benar menusuk perasaan dan keangkuhan Ching-toanio. Andaikata ia dimaki iblis wanita sekalipun, kiranya Ching-toanio tidak akan semarah kalau dimaki nenek! Ia memang sudah tua, namun hatinya melebihi gadis remaja mudanya!
“Kwa Kun Hong pengemis buta. Kau berani menghina nyonya besarmu?” sambil berteriak demikian Ching-toanio sudah melompat maju dengan pedang terhunus.
Gerakannya ini diikuti oleh Bouw Si Ma yang juga sudah mencabut pedang yang hitam dan ampuh.
“Kwa Kun Hong, akupun harus menagih hutang nyawa guruku, Pak-thian Locu, kepadamu!” kata tokoh Mancu ini dengan suara berat.
Kun Hong terkejut. Kiranya Bouw Si Ma si orang Mancu yang pandai memainkan pedang dan memiliki tenaga Iweekang yang lihai ini adalah murid Pak-thian Locu. Agaknya baru sekarang dia ini tahu bahwa gurunya dahulu tewas dalam pertandingan menghadapinya.
Namun dia tidak menjadi gentar karena pernah dia mengukur kepandaian orang Mancu ini, juga pernah dahulu bergebrak dengan Ching-toanio. Tadi Hui Kauw sudah membisikinya bahwa dia harus berhati-hati menghadapi beberapa orang yang berada disitu, terutama sekali Bhok Hwesio, Ka Chong Hoatsu, dan ketiga Ang-hwa Sam-ci-moi. Lima orang itulah yang merupakan lawan berat, sekarang ditambah lagi dengan Hek Lojin yang kiranya tidak kalah lihainya, dibandingkan dengan yang lima orang itu.
“Kalian maju berdua hendak mengeroyokku ? Silakan!” tantang Kun Hong yang mendengar gerakan Ching-toanio dan Bouw Si Ma.
Tiba-tiba Hui Kauw berseru,
“Ching-toania, mengingat bahwa kau pernah menjadi ibu angkatku, lebih baik kau jangan melawan Kun Hong dan pulanglah saja ke Ching-coa-to dengan aman. Kau tidak akan menang dan aku tidak ingin melihat kau tewas di tangan Kun Hong.”
Ucapan Hui Kauw ini keluar dari hati sejujurnya. Biarpun ibu angkat ini kerap kali bersikap sewenang-wenang dan tidak baik kepadanya, namun ia masih ingat bahwa ketika kecil ia dirawat dan dididik nyonya galak ini. Akan tetapi dasar watak Ching-toanio memang sombong dan galak, ucapan ini diterimanya salah dan ia malah menjadi marah sekali.
“Hui Kauw perempuan rendah! Tidak usah banyak cerewet, lihat pedangku akan menembus jantungmu!”
Ucapan ini ia tutup dengan sambaran sepasang pedangnya kearah Hui Kauw dalam penyerangan maut karena sekaligus sepasang pedang itu menabas leher dan menusuk dada.
Tentu saja Hui Kauw yang sudah mengenal watak ibu angkatnya ini sejak tadi sudah bersiaga, maka melihat berkelebatnya sepasang pedang itu, cepat ia mengelak dan melompat ke belakang. Sebelum Ching-toanio sempat menyerang lagi, Kun Hong sudah menghadangnya sambil tersenyum.
“Siapapun juga tidak boleh mengganggu Hui Kauw. Akulah lawanmu!”
“Bangsat buta, apamukah dia itu?” bentak Ching-toanio, suaranya menggetar penuh kemarahan.
“Dia……. isteriku! Hemmm, kau sendiri yang mengawinkan kami, Ching-toanio. Lupakah kau?”
Ching-toanio mengeluarkan seruan keras dan sepasang pedangnya berkelebat menyambar, dibarengi oleh pedang hitam di tangan Bouw Si Ma yang juga sudah menerjang maju.
Pendekar Buta ini menyontekkan tongkatnya dua kali dan dua orang itu tergetar mundur karena pedang pedang mereka sekaligus sudah kena ditangkis dengan tepat. Namun mereka cepat menyerang lagi dan terjadilah pertempuran mati-matian.
Girang hati Kun Hong ketika ternyata olehnya betapa mudah dan ringannya menghadapi dua orang ini setelah dia memainkan ilmu silat gabungan Kim-tiauw-kun dan Im-yang-kim-hoat yang dia ciptakan di bawah petunjuk Sin-eng-cu Lui Bok.
Ketika bertempur di Ching-coa-to dahulu, biarpun dia dapat juga mengatasi dua orang ini, namun dia masih merasa agak berat. Sebaliknya, sekarang telinganya dapat menangkap semua gerakan itu seperti menangkap gerakan yang tidak asing karena ilmu silatnya sendiri dapat memecahkan setiap daya serangan lawan.
Dengan ilmu silatnya yang baru dia merasa seakan-akan dirinya terlindung benteng baja daripada serangan dari luar kilat sinar pedang dalam tongkatnya cukup untuk menendang pergi semua ancaman pedang lawan dan dia masih mempunyai waktu dan kesempatan banyak sekali untuk membobolkan pertahanan kedua lawannya dengan jurus-jurus aneh dari tongkatnya ditambah hawa pukulan yang keluar dari tangan kirinya.
Kun Hong menguatkan hatinya, menyingkirkan perasaan yang biasanya pantang membunuh dengan pikiran bahwa dua orang ini adalah orang-orang jahat yang sudah sepatutnya disingkirkan dari dunia karena kalau mereka ini dibiarkan hidup, tentu kelak akan menimbulkan banyak malapetaka, terutama sekali terhadap Hui Kauw.
Di samping ini, dia harus pula berusaha mengurangi tenaga para musuhnya yang begitu banyak dan yang tentu harus dia hadapi semua dalam pertempuran-pertempuran berikutnya. Karena pikiran inilah, tanpa banyak sungkan lagi tongkatnya bergerak, menyambar-nyambar secara aneh sekali, dibarengi gerakan tangan kiri yang terbuka jari-jarinya melakukan pukulan-pukulan yang mengundang hawa kadang-kadang panas kadang-kadang dingin. Tangan kirinya ini hebat sekali karena mulai kelihatan uap putih keluar dari sela-sela jari tangannya.
Ching-toanio sesungguhnya seorang ahli pedang yang tidak boleh dipandang ringan. Gerakannya lincah dan pedangnya memiliki gerakan seperti ular. Memang sesungguhnya ia telah mewarisi Ilmu Pedang Ular dari mendiang Siauw-coa-ong Giam Kin si Raja Ular.
Selain sepasang pedangnya itu ujungnya mengandung racun ular yang amat berbahaya, juga nyonya galak ini selalu siap mencari kesempatan untuk menyerang lawannya secara menggelap, menggunakan jarum-jarum beracun yang juga telah direndam racun ular yang sekali mengenai sasaran sukar diharapkan korban itu akan dapat tertolong.
Adapun Bouw Si Ma si tokoh Mancu adalah murid tunggai Pak-thian Locu, jadi dia masih terhitung kakak seperguruan dari Giam Kin karena guru Giam Kin, mendiang Siauw-ong-kwi adalah adik seperguruan Pak-thian Locu. Memang harus diakui bahwa tingkat kepandaian Pak-thian Locu masih lebih tinggi daripada tingkat Siauw-ong-kwi namun tidak dapat dikatakan bahwa Bouw Si Ma lebih lihai daripada Giam Kin.
Dalam hal ilmu silat, mereka berdua ini memiliki keistimewaan masing-masing dan boleh dikata mereka setingkat, sungguhpun Bouw Si Ma mungkin lebih unggul dalam hal tenaga dalam, karena Gim Kin menghambur-hamburkan tenaganya dalam mengumbar hawa nafsu.
Akan tetapi Giam Kin jauh lebih berbahaya karena orang ini merupakan iblis muda yang amat ganas dan keji, penuh akal dan tipu muslihat. Sebaliknya, Bouw Si Ma tidak selicin Giam Kin dan orang Mancu ini dalam setiap pertempuran sepenuhnya mengandalkan kepandaian silatnya yang sudah cukup tinggi. Betapapun juga, tingkatnya masih melebihi tingkat Ching-toanio dan pedang hitam di tangannya merupakan pedang yang ampuh karena terbuat daripada baja hitam yang hanya terdapat di dekat kutub utara.
Akan tetapi kali ini kepandaian dua orang itu tidak banyak artinya ketika mereka mengeroyok Kun Hong. Dua macam ilmu silat yang digabung menjadi satu itu seakan-akan hilang keampuhannya, lenyap keganasannya seperti arus sungai banjir memasuki lautan.
Perlu diketahui bahwa ilmu kepandaian yang kini dimiliki Kun Hong adalah ilmu sakti yang bersumber pada Ilmu Im-yang-bu-tek-cin-keng, peninggalan dari Pendekar Sakti Bu Pun Su. Ilmu silat ini berdasarkan Im dan Yang, sepasang tenaga berlawanan atau bertentangan yang menggerakkan seluruh kehidupan di dunia ini. Ilmu kesaktian ini sudah mencakup seluruh inti silat yang manapun juga, maka tidaklah mengherankan apabila kedua orang itu seakan-akan merasa bahwa mereka menghadapi lawan yang memiliki tenaga mujijat dan ilmu silat ajaib.
Pedang mereka seperti mental sendiri sebelum terbentur tongkat dan serangan-serangan mereka telah gagal dan buyar sebelum dilancarkan sepenuhnya, seakan-akan tertahan atau terhalang di tengah jalan!
118
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI