RAJA PEDANG JILID 04
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Benar saja, ia merasa agak hangat badannya dan perasaan ini demikian nyamannya membuat ia melupakan perut laparnya dan tertidur lagi terbungkus kulit ular. Tentu saja ia tidak tahu bahwa kehangatan yang datang kepadanya itu adalah wajar. Pertama, karena hawa pukulan Jing tok ciang itu mulai menghilang, bercampur dengan hawa thai yang, kedua kalinya secara kebetulan sekali pada kulit ular itu terdapat hawa beracun dari ular yang berganti kulit, dan hawa beracun ini mengandung hawa panas pula.
Itulah sebabnya mengapa Beng San bukan saja terhindar daripada bahaya maut, malah sebaliknya ia mendapatkan keuntungan yang luar biasa, yaitu tubuhnya terkandung hawa mujijat akibat percampuran hawa Yang dan Im yang kuat sekali.
Satu-satunya hal yang sampai pada saat itu masih sering kali ganti berganti menyerangnya, namun hal itu sudah tidak begitu mengganggunya lagi karena tubuhnya menjadi biasa dan seperti kebal. Hanya kulitnya yang masih belum dapat menahan sehingga tiap kali hawa panas menyerang, kulit tubuh, terutama kulit mukanya menjadi merah seperti udang direbus, akan tetapi tiap kali hawa dingin yang menyerang, mukanya berubah menjadi hijau.
Kita kembali kepada pertemuan Beng San dan Kwa Hong. Lenyap kengerian dan ketakutan hati Kwa Hong setelah mendapat kenyataan bahwa apa yang disangkanya siluman ular itu ternyata adalah seorang anak laki-laki yang hanya lebih besar sedikit daripada dirinya sendiri.
Tadinya ia hendak tertawa saking geli hatinya, akan tetapi mana bisa dia tertawa kalau begitu bicara anak laki-laki itu menghinanya ? ia dikatakan menggigil kakinya seperti orang sakit, tapi masih berlagak gagah. Yang menggemaskan kata-kata itu memang betul. Memang tadi kedua kakinya menggigil dan tubuhnya gemetaran. Siapa orangnya tidak akan takut kalau mengira bertemu dengan siluman?
“Setan cilik, kenapa kau main-main dan menakut-nakuti orang? Kalau tidak mengira kau siluman, mana aku takut kepada orang semacam engkau?”
Kwa Hong membentak, cemberut. Dengan sikap menunjukkan bahwa kini ia sama sekali tidak takut lagi. Kwa Hong menyimpan kembali pedangnya di belakang punggung lalu menggerakkan kepala sehingga rambutnya yang panjang itu berjuntai ke belakang.
Melihat sikap gagah-gagahan dan galak dari nona cilik ini, Ben San tertawa cekikikan dan tampaklah deretan giginya yang kuat dan putih.
“Eh, kenapa kau tertawa-tawa?”
Kwa Hong penasaran dan marah, kedua tangan dikepal, matanya bersinar-sinar karena mengira bahwa dia telah ditertawakan.
Beng San tidak menjawab, malah hatinya makin geli dan tertawanya makin keras. Biasanya ia melihat anak perempuan sebagai makhluk-makhluk yang lemah-lembut, sekarang melihat lagak Kwa Hong yang membawa-bawa pedang ia merasa lucu sekali.
“Hei, kepala keledai, kenapa kau cekikikan?” Kwa Hong membentak lagi, kini melangkah maju.
Dengan mulut masih terenyum lebar Beng San balas bertanya,
“Aku tertawa atau menangis menggunakan mulut sendiri, kenapa kau ribut-ribut?” dan ia tertawa lagi, malah sengaja ketawa keras-keras.
Kwa Hong terpukul dan makin mendongkol.
“Kau kira mukamu kebagusan, ya? Tertawa-tawa seperti monyet. Mukamu jelek sekali, tahu?”
Beng San makin geli, matanya bersinar-sinar biarpun masih nampak sipit karena kedua pipinya memang masih bengkak-bengkak membuat mukanya mirip muka kodok. Pada saat itu, hawa dingin sudah mulai meninggalkannya, terganti hawa panas membuat mukanya yang tadi kehijauan sekarang berubah menjadi merah.
Melihat perubahan ini Kwa Hong tertawa geli, ketawanya bebas lepas dan ia nampak makin cantik kalau tertawa karena dari kedua pipinya tiba-tiba muncul lesung pipit yang manis.
“Hi hi hi, kau buruk sekali, mukamu berubah-ubah warnanya, hihi hi seperti bunglon ..!”
Panas juga perut Beng San ditertawai seperti ini, ia membalas dengan suara ketawa yang keras, mengalahkan suara ketawa Kwa Hong.
“Ha ha ha, mukamu pun buruk bukan main seperti … seperti kuntilanak.”
Kwa Hong berhenti tertawa.
“Kuntilanak? Apa itu?”
Seketika Beng San juga berhenti tertawa karena dia sendiri juga tidak pernah tahu apa macamnya kuntilanak!
“Kuntilanak ya kuntilanak … ”
“Seperti apa?”
“Seperti .. ah, sudahlah, buruk sekali, seperti engkau inilah!”
“Bohong!” Kwa Hong membentak. “Aku cantik manis, semua orang bilang begitu, ayah bilang begitu.”
Beng San tersenyum mengejek,
“Cantik manis? Puuhhhh! Mungkin sekarang, akan tetapi dulu ketika baru lahir kau ompong dan kisut, buruk sekali!”
Kwa Hong membanting-banting kakinya, ia memang manja dan setiap orang yang melihatnya tentu memuji kecantikan dan kemanisannya, masa sekarang ada orang yang memburuk-burukkannya seperti ini. mana dia mau menerimanya?
“Mulutmu berbau busuk! Aku cantik manis sekarang, dulu maupun kelak, tetap cantik.”
“Cantik manis juga kalau galak dan berlagak sombong, siapa suka? Galak dan sombong seperti … seperti ….”
“Seperti apa?” Kwa Hong menantang.
“Seperti .. Jui bo (kuntilanak) …”
“Kuntilanak lagi. Seperti apa sih kuntilanak itu ?”
“Seperti kau inilah”
Beng San menjawab mengkal karena dia sendiri pun belum pernah melihat seperti apa adanya setan betina yang sering kali orang sebut-sebut.
Kwa Hong marah.
“Kau seperti bunglon!”
“Kau seperti Kui bo!” Beng san membalas.
“Bunglon”.
“Kui Bo!”
“Bunglon, Bunglon, Bunglon”.
“Kui Bo, Kui Bo, Kui Bo!”
Dua orang anak-anak itu, seperti lazimnya semua anak-anak di dunia ini kalau cekcok, balas membalas dengan poyokan. Kwa Hong kalah keras suaranya dan melihat Beng San memoyokinya sambil tertawa-tawa, menjadi makin marah.
“Bunglon, katak, monyet! Kau bilang aku seperti kuntilanak, apa sih sebabnya?”
“Kau berlagak dan sombong sekali. Anak perempuan bernyali kecil masih pura-pura membawa pedang kemana-mana. Kurasa dengan pedang itu kau tidak mampu menyembelih seekor katak sekalipun ! Huh, sombong.”
“Sraatt” tahu-tahu pedang sudah berada di tangan Kwa Hong yang memuncak kemarahannya. “Menyembelih katak? Menyembelih bunglon macammu pun aku sanggup!”
Pedang digerakkan.
“Syeettt … syeeettt!” dua kali pedang berkelebat dan… selongsong kulit ular yang membungkus tubuh Beng San terbelah dari atas kebawah dan jatuh ke bawah, dalam sekejap mata saja Beng San berdiri.. telanjang bulat di depan Kwa Hong!
Memang ketika mempergunakan selimut istimewa itu, Beng san menanggalkan pakaiannya yang basah oleh peluh dan sekarang pakaian itu digantungkannya pada batang pohon. Pada masa itu, usia sembilan tahun bagi seorang anak perempuan sudah cukup besar untuk membuat Kwa Hong menjerit dan membalikkan tubuh dan membelakangi Beng San, mulutnya memaki-maki.
“Kadal! Bunglon! Monyet .. tak tahu malu kau …”
Beng San juga kaget dan malu sekali. Ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dengan pedangnya bocah itu mampu membelah selongsong ular sedemikian rupa sehingga ujung pedang tadi hampir saja menggurat kulit perutnya. Cepat dia lari menyambar pakaiannya dan segera memakainya.
“Kau yang tak tahu malu, kau yang kurang ajar!” Beng San marah marah. “Main-main dengan pedang. Kalau kena perutku tadi, apa aku tidak mati?”
“Mampus juga salahmu sendiri,” Kwa Hong menjawab sambil memutar tubuh. Sekarang ia melihat Beng San dalam pakaian yang kotor butut dan tambal-tambalan. “Huh,” ia menjebi, “Kiranya hanya pengemis.”
“Kuntilanak! Aku tak pernah mengemis apa-apa padamu.”
Pada saat itu, Kwa Tin Siong sudah berlari-lari sampai di tempat itu. Dia mendengar percekcokan terakhir ini dan datang-datang ia menegur puterinya.
“Hong ji, tak boleh kau menghina orang, tak boleh bercekcok. Pengemis adalah saudara kita.”
Datang-datang jago Hoa san pai yang pikirannya selalu penuh dengan ujar-ujar pelajaran Khong Cu telah menasehati puterinya dengan sebuah ujar-ujar yang lengkap berbunyi :
“Di seluruh penjuru lautan, semua manusia adalah saudara.”
Beng San yang memang berwatak nakal dan berani, tertawa-tawa dan bertepuk-tepuk tangan.
“Bagus, bagus! Puas, puas! Maka harus ingat selalu bahwa kalau tidak mau dihina orang lain janganlah menghina orang lain.”
Seperti sudah diceritakan dibagian depan, semenjak kecilnya Beng San dijejali kitab-kitab kuno oleh para hwesio di Kelenteng Hok thian tong, di antaranya juga kitab-kitab Su si Ngo keng yang sudah dihafalkannya, maka dia pun masih banyak hafal akan ujar-ujar nabi Khong Cu. Yang dia ucapkan tadi pun merupakan sebuah ujar-ujar yang lengkapnya berbunyi :
“Jangan lakukan kepada orang lain apa yang kau tidak suka orang lain melakukannya kepadamu.”
Melihat sikap Beng san, Kwa Tin Siong mengerutkan kening, kemudian terheran-heran. Apalagi melihat pakaian Beng San yang buruk dan melihat pula selongsong kulit ular disitu, ia mengira bahwa Beng San tentulah murid seorang pandai. Ia sedang terburu-buru dan ada urusan besar, tidak baik kalau sampai terjadi hal-hal tidak enak dengan tokoh lain. Maka ia lalu menarik tangan Kwa Hong dan berkata.
“Mari, Hong ji. Mari kita pergi. Aku tadi membunuh seekor ular besar, kita boleh makan dagingnya sebelum melanjutkan perjalanan.”
Kwa Hong tak berani membantah, hanya memandang kepada Beng San dengan mata berapi dan mulut cemberut. Kwa Tin Siong tersenyum, sebelum pergi menoleh kearah Beng San yang berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar.
Kembali Kwa Tin Siong terheran-heran melihat betapa kulit muka yang bengkak-bengkak itu menjadi agak kehijauan, padahal tadinya merah sekali. Ia merasa heran dan karena tidak melihat hawa beracun keluar dari tubuh pemuda cilik itu, maka ia tidak menduga bahwa anak ini telah mempelajari semacam ilmu mujijat yang memang pada waktu itu banyak dimiliki tokoh-tokoh kang ouw.
Mendengar orang bicara tentang “daging” dan tentang “makan”, seketika perut Beng San memberontak lagi. Perutnya melilit-lilit dan ia tak dapat menahan lagi kedua kakinya yang berjalan mengikuti ayah dan anak itu dari jauh. Berindap-indap ia menghampiri ketika mencium bau asap yang amat wangi dan gurih.
Setelah dekat dia melihat betapa Kwa Tin Siong dibantu oleh anak perempuan yang galak tadi sedang membakari potongan-potongan daging ular. Ularnya kelihatan menggeletak tak jauh dari situ, ular besar sekali yang tentu banyak dagingnya. Beng San beberapa kali menelan ludahnya. Ketika ayah dan anak itu ramai-ramai makan panggang daging ular, Beng San membalikkan tubuhnya, tak mau melihat.
“Ayah, lihat itu pengemis yang tadi datang lagi.” Tiba-tiba terdengar Kwa Hong berkata nyaring. Dengan perut panas Beng San menoleh dan memandang dengan mata mendelik.
SELANJUTNYA»»
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI