RAJA PEDANG JILID 117
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Orang-orang yang berada disitu tadinya sedang sibuk menghadapi lawan masing-masing, maka tidak ada yang menarik perhatian akan kedatangan Beng San. Sekarang mereka mendapat kesempatan menonton, mereka heran dan juga khawatir menyaksikan pemuda itu dikejar-kejar Hek-hwa Kui-bo.
Pek Gan Siansu adalah seorang tokoh besar yang tajam penglihatannya. Melihat keadaan Beng San, sama sekali dia tidak ragu-ragu lagi bahwa tentu pemuda aneh ini memiliki kepandaian hebat, akan tetapi karena diapun maklum akan keganasan Hek-hwa Kui-bo, maka dia segera berkata,
“Ha-ha-ha, sungguh lucu sekali. Hek-hwa Kui-bo dengan pedangnya mengejar-ngejar seorang pemuda. Memalukan betul!”
Oleh karena Hek-hwa Kui-bo sendiri maklum bahwa pemuda itu adalah seorang ahli waris Im-yang Sin-kiam, sekarang melihat pertempuran sudah berhenti dan para serdadu sudah lari cerai-berai, apalagi Siauw-ong-kwi sudah pergi juga, ia merasa tidak ada harapan kalau harus mengamuk seorang diri.
“Bocah, kalau memang kau ada kepandaian, kelak di Thai-san kita bertemu pula!” katanya gemas dan sekali berkelebat nenek itu sudah pergi menyusul muridnya dan yang lain-lain, yang sudah lari lebih dahulu.
Hebat sekali akibat pertempuran itu. Banyak sekali, lebih dari empat puluh orang tosu Hoa-san-pai, menggeletak mati atau terluka. Juga ada beberapa belas orang Pek-lian-pai terluka dan serdadu-serdadu itu meninggalkan mayat dan teman-teman terluka sebanyak tujuh puluh orang lebih.
Di tempat itu penuh dengan mayat dan orang-orang terluka, darah mewarnai rumput dan tanah, mengerikan sekali. Lian Bu Tojin masih duduk bersila meramkan mata, terluka hebat dan juga mendapat guncangan batin yang berat.
Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa tidak kelihatan, sudah lari turun gunung. Kwa Hong, Thio Ki, dan Kui Lok telah tertawan, dibawa lari oleh musuh. Tinggal Thio Bwee yang sekarang berlutut di depan kakek Hoa-san-pai ini sambil menangis. Hari itu benar-benar mengalami pukulan hebat, pukulan dari luar dan dari dalam.
Bun Lim Kwi berdiri di dekat gurunya, menundukkan muka ikut berduka. Pek Gan Siansu mengelus-elus jenggot dan memandang kepada Beng San yang juga berdiri bingung karena tidak tahu kemana perginya para murid Hoa-san-pai yang lain.
“Adik Beng San…..!”
Seruan ini adalah suara Tan Hok yang datang berlari-lari. Beng San juga girang dan dua orang ini saling berpelukan.
“Syukur kau dan teman-temanmu keburu datang, Tan-twako, kalau tidak…..”
Tan Hok memandang ke arah tubuh-tubuh yang malang melintang di tanah itu, menarik napas panjang.
”Anjing-anjing Mongol itu benar-benar keji dan sayang sekali tidak dari dulu-dulu Hoa-san-pai ikut berjuang. Lebih sayang lagi semua ini gara-gara murid Kun-lun-pai yang roboh di bawah pengaruh kecantikan wanita…..” la menuding ke arah mayat Kwee Sin.
“Jangan kau bicara sembarangan!” Thio Bwee tiba-tiba meioncat dan memandang Tan Hok dengan marah. “Apa kau kira dan orang-orang Pek-lian-pai saja yang patriotik dan gagah? Paman Kwee Sin biarpun kelihatan bersalah, akan tetapi sebetulnya semua itu dia lakukan demi menjalankan tugasnya sebagai seorang pejuang. Dia adalah pemimpin di kota raja, terkenal dengan sebutan Si-enghiong…..”
“Apa…..??” Tan Hok membelalakkan matanya. “Dia….. dia itu Si-enghiong? Si-enghiong dan Ji-enghiong adalah orang-orang yang memimpin gerakan kami disana….. orang-orang kepercayaan Ciu-taihiap! Betulkah ini…..?”
Pek Gan Siansu berkata,
“Siancai….. siancai…..” ia menarik napas panjang. “Sungguh bangga hati tua ini mendengar bahwa Kwee Sin ternyata adalah seorang pejuang besar. Bangga dan sedih serta malu bahwa dia telah begitu buta sehingga tidak dapat mengenal murid sendiri! Ah, Kwee Sin….. Kwee Sin….. tidak berharga pinto menjadi gurumu…..”
Tiba-tiba Thio Bwee berseru
“Eh, mana dia? Mana dia Ji-enghiong…..?”
Tan Hok makin kaget.
“Apa? Ji-enghiong juga disini? Mana dia?”
Semua orang mencari-cari dan mengingat-ingat, akan tetapi mereka tadi tidak melihat lagi adanya nona Lee Giok atau yang disebut Ji-enghiong oleh Kim-thouw Thian-li.
“Betulkah Ji-enghiong tadi disini? Siapakah dia?” tanya lagi Tan Hok terheran-heran, sedangkan Beng San juga tertegun mendengar terbukanya rahasia ini, ingin benar dia mendengar keterangannya pula.
Lian Bu Tojin berdiri perlahan, lalu memandang Tan Hok dan teman-temannya yang berdiri di belakangnya. Melihat tadi Beng San berpelukan dengan Tan Hok, ketua Hoa-san-pai ini bertanya,
”Beng San, siapakah tuan ini?”
Beng San menjura.
“Totiang, dia ini adalah teman teecu yang gagah perkasa. Namanya Tan Hok dan dialah pemimpin pasukan gerilya Pek-lian-pai yang patriotik.”
Lian Bu Tojin mengangguk-angguk,
“Ah, kiranya. Tan-enghiong. Terima kasih atas bantuanmu. Agaknya Tan-enghiong mengenal dua orang pemimpin di kota raja yang disebut Ji-enghiong dan Si enghiong.”
“Tentu saja mengenal, Totiang. Hanya? mengenal nama, akan tetapi dua orang tokoh itu adalah termasuk atasan saya, Kiranya Si-enghiong adalah murid Kun lun-pai, sungguh menggembirakan sekali dan sekaligus pandangan kami berubah terhadap Kun-lun-pai. Akan tetapi…. siapakah yang mengatakan bahwa dia adalah Si-enghiong?”
“Tak dapat diragukan lagi, pasukan pemerintah tadi menyerbu kesini justeru untuk menangkap Ji-enghiong dan Si-enghiong. Si-enghiong adalah…. murid Pek Gan Siansu, Kwee Sin. Adapun Ji-enghiong, menurut pengakuan tadi adalah seorang nona muda bernama Lee Giok yang sekarang entah pergi kemana karena agaknya tadi menghilang ketika terjadi pertempuran.”
Mendengar ini, Tan Hok segera bersama teman-temannya dengan penuh penghormatan mengangkat jenazah Kwee Sin lalu merawat dan mengurusnya penuh penghormatan sebagaimana layaknya seorang pemimpin.
Juga para tosu Hoa-San-pai mengurus mayat-mayat dan orang-orang yang terluka. Dalam hal ini, Lian Bu Tojin membuktikan keluhuran pribudinya dengan memerintahkan anak muridnya untuk mengurus juga mayat-mayat serdadu Mongol, bahkan mengobati mereka yang luka dan membiarkan mereka pergi dengan aman.
Beng San yang tidak melihat murid-murid Hoa-san-pai, mengajukan pertanyaan kepada Thio Bwee,
“Adik Bwee, kenapa aku tidak melihat Hong-moi dan dua orang saudaramu Thio Ki dan Kui Lok? Dan kemana pula perginya Kwa-lo-enghiong dan bibi gurumu?” Ditanya begini, tiba-tiba Thio Bwee menangis lagi dan tidak dapat menjawab.
Lian Bu Tojin yang menjawab,
“Beng San, hari ini Hoa-san-pai mengalami kehancuran. Kwa Hong, Thio Ki, dan Kui Lok tertawan musuh dan ditangkap. Adapun Kwa Sin Tiong dan Sian Hwa, eh, mereka juga lari dalam kekacauan tadi.'”
Mendengar ini, berubah muka Beng San.
“Hong-moi tertawan musuh? Juga saudara Thio Ki dan Kui Lok? Ah, celaka biar kuusahakan pertolongan…..” Beng San lari turun dari puncak.
“Lim Kwi, kau bantulah dia!” bisik Pek Gan Siansu.
“Saudara Beng San, tunggu!” Tubuh Lim Kwi melesat mengejar Beng San. Juga Tan Hok meloncat dan mengejar. “Adik Beng San, tunggu dulu…..!”
Akan tetapi aneh sekali, biarpun Beng San kelihatannya hanya lari biasa saja sedangkan dua orang yang mengejarnya ini meloncat dan menggunakan ilmu lari cepat, sebentar saja tubuh Beng San sudah lenyap dan tidak mereka ketahui kemana arah larinya. Terpaksa Tan Hok dan Lim Kwi kembali ke puncak.
“Lian Bu totiang,” kata Tan Hok dengan suara menghibur orang tua yang kelihatan berduka itu. “Harap Totiang jangan khawatir. Adik Beng San bukanlah orang biasa, tentu dia akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong murid-murid Hoa-san-pai yang tertawan itu.”
“Andaikata dia tak berhasil, percayalah, saya akan mengerahkan teman-teman untuk pergi menolong mereka. Sekarang sudah jelas bahwa murid Kun-lun-pai telah menjadi pemimpin pejuang, yaitu mendiang Kwee-enghiong. Dan sekarang Hoa-san-pai telah dimusuhi penjajah, maka tidak ada jalan lain kecuali melanjutkan cita-cita Kwee-enghiong. Alangkah baiknya kalau mulai sekarang Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai membantu perjuangan rakyat.”
Mendengar ucapan pemimpin gerilya Pek-lian-pai yang gagah bersemangat ini, Lian Bu Tojin dan Pek Gan Siansu saling pandang. Lian Bu Tojin menarik napas panjang dan berkata.
“Sebetulnya, semenjak rakyat memberontak terhadap penindasan pemerintah penjajah, kami semua anggauta Hoa-san-pai sudah merasa simpati dan bahkan pinto sendiri sudah memberi perintah kepada para anak murid supaya membantu perjuangan. Siapa kira pinto kena diakali oleh Pangeran Souw Kian Bi yang secara pengecut dahulu telah menculik dua orang cucu muridku. Akan tetapi, dengan adanya penyerbuan hari ini, jelas bahwa mereka memusuhi kami dan kami sekarang akan mengerahkan semua tenaga untuk membantu perjuangan mengusir penjajah-penjajah Mongol dari tanah air.”
“Bagus, Lian Bu toyu!” seru Pek Gan Siansu girang. “Aku sendiri harus menebus kesalahan dan kebodohanku karena tidak dapat mengenal Kwee Sin, mulai sekarang Kun-lun-pai juga akan menggabungkan diri dengan para pejuang.
Bukan main girangnya hati Tan Hok mendengar ini. Segera dia menjura dengan hormat lalu menceritakan keadaan perjuangan, sampai dimana kemajuan gerakan barisan rakyat dan bagian mana yang kiranya membutuhkan bantuan dari dua partai persilatan itu.
********
SELANJUTNYA»»
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI