RAJA PEDANG JILID 125

Pagi-pagi benar di puncak Gunung Thai-san sudah nampak kesibukan. Cia Hui Gan atau terkenal sebagai Raja Pedang tinggal disalah sebuah puncak bukit ini. Cia Hui Gan adalah seorang pendekar besar yang amat terkenal namanya sebagai ahli waris Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut yang dahulu diciptakan oleh pendekar wanita sakti Ang I Niocu.

Akan tetapi jarang sekali pendekar ini turun gunung karena sesungguhnya semenjak isterinya yang tercinta meninggal dunia, Cia Hui Gan menjadi bosan di dunia ramai, hidup sebagai pertapa di puncak Thai-san bersama puteri tunggalnya, Cia Li Cu. 

Karena memang dia adalah keturunan bangsawan kaya raya sebelum bangsa Mongol menjajah di Tiongkok, maka biarpun hidup mengasingkan diri di puncak Gunung Thai-san, dia hidup serba kecukupan. Apalagi setelah berada di tempat sunyi itu, dia tidak membutuhkan banyak keperluan, adapun untuk makan sehari-hari bersama puteri dan pelayan-pelayan serta murid-muridnya dia mendapatkan hasil dari sawah ladangnya.

Cia Hui Gan amat mencinta puteri tunggalnya sehingga ilmu pedangnya telah dia turunkan kepada Cia Li Cu. Bahkan untuk menyenangkan hati puterinya yang agak manja, pendekar ini sengaja mendatangkan dua belas orang pelayan wanita-wanita yang muda-muda dan cantik-cantik untuk menjadi teman Li Cu, malah berkenan menurunkan ilmu pedang yang cukup lihai bagi para pelayan atau teman anaknya ini.

Pagi hari itu, tidak seperti biasanya, pagi-pagi sekali Cia Hui Gan sudah duduk di ruangan depan rumahnya yang amat lebar. Semua bangku dan kursi di dalam ruangan dikeluarkan dan diatur di pekarangan itu, memutari pekarangan yang berlantai rumput hijau.

Pendekar ini yang usianya sudah lima puluh tahun, nampak gagah dalam pakaiannya yang ringkas berwarna kuning. Di pinggangnya tergantung sebatang pedang panjang dan dia nampak gesit dan berseri wajahnya yang biasanya muram. Para pelayan yang berjumlah dua belas orang dan cantik-cantik itupun berpakaian serba ringkas, juga di pinggang setiap orang pelayan tergantung sebatang pedang. 

Karena pakaian para pelayan ini kesemuanya sama, berwarna kuning berkembang merah, mereka tampak angker dan juga cantik-cantik, seperti puteri-puteri dalam pesta di istana. Yang hebat adalah Cia Li Cu sendiri. Gadis itu seperti biasanya berpakaian serba merah, sepasang pedang Liong-cu Siang-kiam tergantung di punggung. Rambutnya yang panjang menghitam itu digelung ke atas sehingga tampak kulit lehernya yang putih kuning. Di dekat nona ini kelihatan seorang nona lain, juga cantik manis berpakaian serba kuning. Nona ini bukan lain adalah Lee Giok!

Mengapa Lee Giok yang dikenal sebagai li-enghiong pemimpin mata-mata pemberontak itu berada disitu? Hal ini tidak aneh kalau diketahui bahwa Lee Giok sebenarnya masih murid Cia Hui Gan yang kepandaiannya pun hebat, sungguhpun ia hanya mewarisi ilmu pedang ciptaan Raja Pedang itu sendiri. Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut terlalu tinggi untuk dapat dipelajari oleh Lee Giok. Tidak sembarang orang dapat mempelatari ilmu pedang sakti ini karena membutuhkan dasar dan tenaga murni yang kuat.

“Sumoi (adik seperguruan), kali ini tentu ramai nanti disini,” kata Lee Giok sambil tersenyum, kelihatan gembira dan tidak sabar menanti datangnya para tamu yang hendak memperebutkan gelar Raja Pedang.



“Suci (kakak seperguruan), dahulu ketika diadakan perebutan gelar Raja Pedang, aku masih kecil dan kau belum menjadi murid ayah. Akupun ingin sekali melihat apakah ada orang yang akan dapat mengalahkan ilmu pedang ayah kali ini,” kata Li Cu. 

Biarpun dalam tingkatan kepandaian, Li Cu jauh lebih tinggi daripada Lee Giok, akan tetapi karena Lee Giok lebih tua, maka menyebutnya suci dan nona she Lee ini menyebutnya sumoi.

Melihat puteri dan muridnya bicara sambil tertawa-tawa, Cia Hui Gan menegur, 
“Kalian kelihatan gembira amat. Kiraku kalian takkan segembira ini kalau tahu bahwa kali ini yang datang kesini tentulah orang-orang sakti yang amat lihai kepandaiannya. Aku sendiri meragukan apakah aku masih akan dapat mempertahankan gelar Raja Pedang yang sebetulnya kosong melompong itu.” Orang tua ini menarik napas panjang. 

“Apalagi setelah umum mengetahui bahwa murid-murid Thai-san banyak yang menjadi pejuang. Kali ini aku tidak akan dapat menyembunyikan rahasiaku lagi, aku akan berterus terang bahwa memang kita adalah pejuang-pejuang yang benci melihat penjajahan di negeri kita. Oleh karena itulah maka aku sengaja menahan Lee Giok biar mereka tahu bahwa Lee Giok yang terkenal di kota raja adalah muridku!” 

Ucapan terakhir ini diucapkannya dengan suara bangga. Lee Giok menjadi merah mukanya, kemudian terbayang kesedihan.

“Suhu, teecu telah gagal dalam tugas teecu….. sehingga terlambat pula menolong….. Kwee-taihiap…..”

“Hemmm, Kwee Sin harus dipuji. Dia seorang patriot sejati yang untuk tanah air dan bangsanya rela mengorbankan nama baik, mengorbankan perguruan, mengorbankan tunangan dan akhirnya mengorbankan nyawanya. Jarang di masa sekarang terdapat orang seperti dia.” 





Setelah orang tua ini berkata demikian, keadaan menjadi sunyi dan terdengarlah isak tertahan dari Lee Giok. Semua orang, termasuk gurunya sendiri tidak tahu bahwa nona ini selama bekerja sama dengan Kwee Sin, telah jatuh cinta kepada pemuda Kun-lun-pai itu. Hanya sebentar Lee Giok terisak karena ia segera dapat menekan perasaannya.

“Suci, memang menyedihkan kalau diingat nasib Kwee-taihiap. Akan tetapi, setelah kau dikenal sebagai pejuang, apakah kiranya tidak akan ada pasukan pemerintah yang mengejarmu kesini? Ayah, apa sekiranya pertemuan kali ini tidak akan memancing datangnya pasukan musuh?” tanya Li Cu.

“Biarkan mereka datang! Aku akan melawannya, pula, kiraku teman-teman seperjuangan kita takkan tinggal diam begitu saja. Pek-lian-pai juga sudah siap sedia. Memang pertemuan kali ini hanya kupergunakan sebagai kedok saja. Yang penting adalah mengumpulkan orang-orang gagah untuk kubujuk dan bersama-sama menggulingkan pemerintah penjajah yang sudah makin lemah ini.”



“Sumoi dan Suhu harap tidak berkhawatir. Agaknya sudah pasti barisan besar penjajah akan datang kesini, akan tetapi semua ini sudah diatur oleh dia di kota raja, dan Pek-lian-pai juga sudah bersiap bersama pasukan-pasukan pejuang yang lain. Sudah dapat teecu bayangkan, Suhu, bahwa pada saat disini kita merayakan perebutan gelar Raja Pedang, kota raja pasti akan mengalami hal-hal yang hebat sekali!” Kembali wajah yang tadinya sedih ini berseri-seri dan penuh semangat.

“Mudah-mudahan dia berhasil…..” kata Li Cu dan segera muka gadis cantik jelita ini berubah merah, semerah baju-nya ketika melihat betapa Lee Giok mengerlingnya dengan senyum menggoda.”

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari bawah puncak, disusul berkelebatnya bayangan orang yang berlari-lari naik sambil berteriak-teriak,



“Wah celaka….. celaka betul….. mana ada aturan begitu…..?” 

Ketika semua orang memandang, ternyata yang berlari-lari dengan napas sengal-sengal itu adalah seorang kakek yang tubuhnya bongkok dan matanya besar sebelah. Biarpun dia lari sambil terbongkok-bongkok, namun kedua kakinya ternyata dapat bergerak cepat sekali. Cia Hui Gan segera mengenal orang ini dan bertanya.

“Yok-mo (Setan Obat), kenapakah kau datang berlari-lari seperti dikejar setan?”

“Hayaaa, memang setan yang mengejarku malah raja setan, iblis sendiri…..” Kakek itu terengah-engah sambil menoleh ke belakang ketakutan. “Coba kau pikir, Kiam-ong (Raja Pedang), mana ada aturan begini? Orang memaksa-maksaku untuk menyembuhkan penyakit, kemanapun aku pergi aku dikejar terus dan nyawaku terancam…..”

“Yok-mo, kau adalah ahli pengobatan, sudah sewajarnya kalau orang minta tolong kepadamu,” kata Cia Hui Gan tenang.

Mata yang besar sebelah itu melebar. 
“Apa kau bilang? Namaku adalah Toat-beng Yok-mo (Setan Obat Pencabut Nyawa), mana bisa aku menyembuhkan orang? Boleh kusembuhkan penyakitnya, tapi nyawanya harus kucabut.”

Wajah Raja Pedang yang angker itu nampak tak senang, lalu kata Cia Hui Gan, suaranya angkuh, 

“Hemmm, setiap orang memang berhak mempunyai pendapat sendiri. Toat-beng Yok-mo, habis apa keperluanmu datang berlari-lari ketakutan ke tempat kami ini?”

“Kiam-ong kau tolonglah aku kali ini”.

Diam-diam Cia Hui Gan heran juga. Orang seperti Toat-beng Yok-mo ini memiliki kepandaian yang tinggi, tidak sembarang tokoh kang-ouw dapat mengalahkannya, apalagi membuat dia ketakutan seperti itu. Pendekar ini mengeluarkan dengus mengejek. 

“Hemmm, kau sendiri pantang menolong orang tapi masih tidak malu minta tolong kepada orang lain! Yok-mo, kalau kedatanganmu hanya minta tolong, kau pergilah lagi. Aku tidak suka mencampuri urusanmu.”

Toat-beng Yok-mo adalah seorang yang amat cerdik biarpun kadang-kadang dia seperti tidak normal otaknya. Cepat dia berkata, 

“Bukan, bukan hanya ingin minta tolong, tapi terutama sekali untuk menghadiri perebutan gelar Raja Pedang. Bukankah hari ini diadakannya? Kiam-ong, aku hari ini menjadi tamumu pertama!”

Pada saat itu terdengar bentakan, 
“Yok-mo, kau hendak lari kemana?” 

Suara ini nyaring dan parau, terdengar dari jauh sekali akan tetapi cukup keras sehingga Cia Hui Gan kembali terkejut. Jelas bahwa orang yang mengeluarkan bentakan ini adalah seorang yang memiliki Iweekang tinggi sekali. Dan lebih-lebih kaget dan herannya ketika berbareng dengan bentakan dari jauh itu berkelebat bayangan merah dan tahu-tahu seorang gadis muda berpakaian merah menyambar dekat. Sinar pedang berkelebat dan bergulung-gulung mengurung tubuh Setan Obat itu!

“Bagus…..!” 

Cia Li Cu tak terasa lagi mengeluarkan seruan memuji karena sebagai seorang ahli pedang, puteri tunggal Raja Pedang, tentu saja ia segera mengenal ilmu pedang yang amat hebat ini. Juga Cia Hui Gan mengeluarkan seruan kagum. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa yang ditakuti Setan Obat ini hanyalah seorang gadis muda dan melihat gerakan pedangnya, memang gadis itu benar-benar seorang ahli pedang yang hebat ilmu pedangnya. Saking kagumnya pendekar ini sampai lupa akan bahaya yang mengancam diri Yok-mo dan mendiamkan saja.

Yang repot adalah Yok-mo sendiri. Baiknya dia adalah seorang tokoh besar yang memiliki kepandaian silat tingkat tinggi, maka biarpun digulung oleh sinar pedang dan amat gugup, dia masih dapat menyelamatkan dirinya, mengelak ke sana ke mari, lalu tiba-tiba dia menjatuhkan diri dan bergulingan menuju ke belakang Cia Hui Gan. 

Barulah pendekar ini sadar bahwa sebagai tuan rumah, dia harus mencegah terjadinya pembunuhan terhadap seorang tamunya. Tiba-tiba dia mendapat pikiran bagus. Nona ini ilmu pedangnya luar biasa sekali, sebaiknya dicoba dengan ilmu pedang puterinya.

“Li Cu, halangi Nona ini mengacaukan tempat kita,” katanya. 

Li Cu memang sudah gatal tangannya. Sebagai seorang pendekar, ia gatal-gatal tangannya melihat ilmu pedang orang lain begitu bagusnya tanpa mengujinya. Secepat kilat ia melompat maju dan menyambar sebatang pedang dari tangan seorang pelayan. 

Bayangan merah berkelebat ketika Li Cu dengan pedang di tangan melompat ke arah gadis yang mengejar Yok-mo tadi. Mereka kini berhadapan, seakan-akan saling mengukur kepandaian dan kecantikan masing-masing dengan sinar mata mereka yang bening. 

Memang keduanya sebaya, keduanya cantik jelita dan anehnya keduanya berpakaian serba merah! Hanya bedanya, gadis pengejar Yok-mo ini sepasang matanya indah menyinarkan cahaya yang diliputi kelembutan dan kedukaan, sebaliknya sinar mata Li Cu penuh semangat dan keangkeran. Dalam hal kecantikan, keduanya memiliki sifat-sifat tersendiri, keduanya menarik dan jelita.

“Kau cantik….” Li Cu mengeluarkan pujian.

Gadis itu menggerakkan pedangnya ke bawah dan mencoret-coret ke atas tanah. Tampak beberapa huruf indah di atas tanah itu dan ketika Li Cu membacanya, ternyata huruf-huruf itu berbunyi, 

“Kau lebih cantik lagi!”

Cia Li Cu terheran. Kenapa orang ini tidak bicara, sebaliknya menyatakan pendapatnya dengan bentuk tulisan. Betapapun juga, ia kagum melihat gerakan pedang ketika membuat coretan-coretan itu, karena semua itu dilakukan dengan gerakan ilmu pedang yang tinggi.

“Bi Goat, sudah kau tangkap Setan Obat itu?” tiba-tiba terdengar suara parau bertanya dan tahu-tahu disitu sudah muncul seorang kakek kecil kurus berpakaian serba putih. 

Gadis itu yang bukan lain adalah gadis gagu Kwee Bi Goat, menoleh kepada kakek ini lalu menggeleng kepala sambil mengerling ke arah Yok-mo yang masih bersembunyi di belakang Cia Hui Gan.

“Ha-ha-ha, agaknya Si Raja Pedang melindungi Setan Obat!” kata kakek itu yang ternyata adalah Song-bun-kwi.





SELANJUTNYA»»

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)