RAJA PEDANG JILID 65
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Bagaimana dia harus menjawab? Untuk berterus terang mengaku bahwa dia berpelesir bersama seorang wanita muda cantik, tentu saja dia amat malu. Akan tetapi juga bukan wataknya untuk membohong. Oleh karena berada dalam keadaan yang terjepit inilah Kwee Sin tak dapat menjawab, hanya menunduk dengan bingung dan malu.
“Kwee Sin, bagaimana jawabmu? Kenapa kau diam saja?” Kwa Tin Siong bertanya dengan nada mengejek.
“Kwee-sute jawablah, jangan diam saja!” Bun Si Teng juga menegur sutenya mendongkol melihat sikap Kwa Tin Siong.
Setelah berulang kali menarik napas panjang, baru Kwee Sin bisa menjawab tanpa mengangkat mukanya,
“Memang betul aku berada di Telaga Pok-yang pada beberapa bulan yang lalu…..”
“Berpelesir bersama seorang perempuan muda cantik anggauta Pek-lian-pai” desak Kwa Tin Siong.
“Bersama seorang teman perempuan…,.”
“Siapa dia? Hayo katakan terus terang, bukankah dia yang kau ajak membunuh ayah Sumoi?” Kwa Tin Siong mendesak lagi, penuh amarah. Kwee Sin diam saja.
“Kwee-sute, kenapa kau diam saja. Siapakah perempuan itu?” Bun Si Teng bertanya, suaranya mengandung kekecewaan.
“Aku tidak bisa bilang dia itu siapa, sudah kukatakan temanku, cukuplah. Akan tetapi, dia dan aku tidak bersekongkol membunuh siapapun juga.”
“Hah!”
Kwa Tin Siong sekarang marah sekali, merasa yakin bahwa pemuda ini tentulah pembunuh ayah Sian Hwa.
“Kau berpelesir dengan seorang perempuan rendah dari Pek-lian-pai, terlihat oleh calon mertua yang menjadi marah-marah melihat kelakuan calon mantunya yang hina. Kau merasa khawatir kalau-kalau namamu akan dinodai oleh perbuatan itu, khawatir kalau-kalau ayah Sumoi mengabarkan kelakukanmu yang tak patut lalu menyusul bersama perempuan rendah itu dan….. dan membunuhnya…..”
“Tidak’!” Kwee Sin berteriak keras. “Tidak sama sekali”
“Kalau tidak, katakan siapa perempuan jalang itu!!” Sian Hwa juga berteriak marah, pedangnya sudah dicabut lagi.
Kwee Sin melangkah mundur tiga langkah, wajahnya pucat sekali. Bun Si Teng dan Bun Si Liong saling pandang, lalu mereka menghampiri adik seperguruannya.
“Sute, urusan ini bukan urusan remeh. Betapapun juga kau harus berani mendatangkan wanita itu untuk menjadi saksi bahwa kau tidak melakukan pembunuhan dan …”.
“Apakah Suheng tidak percaya kepadaku?”
“Akulah yang akan melawan orang yang mendakwa kau berbuat jahat, Kwee sute. Aku percaya penuh kepadamu, akan tetapi kalau tidak diberi saksi hidup, tentu Hoa-san Sie-eng masih penasaran…..”
“Ha-ha-ha, Kun-lun Sam-hengte benar-benar bagus!” Thio Wan It menyindir. “Seorang keedanan perempuan dan melakukan pembunuhan keji, kakak-kakaknya hendak membela. Wah, kaya gagah sendiri saja. Kalau perlu, Hoa-san Sie-eng sanggup membasmi sampai ke akar-akarnya!”.
“Bagus sekali Kami Kun-lun Sam-hengte, biarpun hanya bertiga, takkan mundur setapak biarpun dikeroyok disini!”
Bun Si Liong juga mengeluarkan kata-kata mengejek. Kedua fihak lagi-lagi sudah panas dan apabila mendapat dorongan sedikit saja pasti akan saling gempur.
“Bagaimana, Kwee Sin? Kalau kau hendak menyangkal, kau harus bisa sebutkan nama perempuan yang menjadi kekasihmu itu, yang terlihat oleh ayah Sumoi. Kalau kau menyembunyikan namanya, berarti dia itu betul seorang Pek-lian-pai dan kau bersama dia membunuh ayah Sumoi.” Kwa Tin Siong mendesak.
Muka Kwee Sin pucat sekali. Tak mau dia menodai nama Coa Kim Li, seorang gadis yang cantik lagi gagah, apalagi yang telah menjatuhkan hatinya. Di lain, sudut hatinya juga amat kasihan kepada bekas tunangannya yang kematian ayah, terbunuh orang-orang yang agaknya sengaja hendak memfitnahnya. Dan semua ini kesalahannya sendiri. Andaikata dia tidak tergila-gila kepada Coa Kim Li, kiranya takkan terjadi hal ini.
Sekarang dia tidak saja membikin hancur penghidupan Liem Sian Hwa, juga dia merupakan ancaman bagi nama baik Coa Kim Li. Lebih daripada ini malah, sekarang dia menjadi biang keladi pertumpahan darah, biang keladi permusuhan antara Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai. Hal terakhir inilah yang lebih hebat dan menghancurkan hatinya.
“Hoa-san Sie-eng!” akhirnya dia berkata dengan suara keras. “Sekali lagi kutekankah bahwa aku tidak membunuh ayah Nona Liem! Tapi kalian tidak percaya dan mendesakku membawa-bawa nama orang yang tidak berdosa. Suheng sekalian! Kun-lun-pai jangan sampai bermusuhan dengan Hoa-san-pai, dan semua bahaya permusuhan ini adalah gara-gara siauwte yang bodoh. Oleh karena itu, biarlah siauwte menebus dosa. Heee, Hoa-san Sie-eng, kalau kalian tidak percaya kepadaku dan ingin melihat Kwee Sin mampus, biarlah kalian puas saat ini dan jangan merembet-rembetkan Kun-lun-pai dalam urusan ini!” Secepat kilat Kwee Sin menggerakkan pedangnya, dibabatkan ke lehernya sendiri!
“Trang!!” pedang itu terlempar, tubuh Kwee Sin lenyap dan sebagai gantinya disitu menggelundung sebuah kepala orang.
“Siluman betina, jangan lari!” tiba-tiba Lian Bu Tojin berseru dan tubuhnya berkelebat lenyap pula.
Kwa Tin Siong dan tiga orang adik seperguruannya kaget memandang kearah kepala yang menggelundung tadi, dan alangkah marahnya hati mereka ketika melihat bahwa kepala itu adalah kepala seorang tosu Hoa-san-pai yang entah bagaimana telah dipenggal dan dilemparkan ke tempat itu.
“Keparat jahanam orang-orang Kun-lun!” bentak Kwa Tin Siong. “Orang she Bun berdua, sekarang kalian mau bilang apa? Kwee Sin si keparat ternyata bersekongkol dengan orang jahat, buktinya dia ditolong dan malah murid Hoa-san-pai dibunuh. Kalian tentu bukan manusia baik-baik dan ikut sekongkol pula!”
Dengan kemarahan meluap-luap Kwa Tin Siong lalu menerjang dua orang saudara Bun itu, dibantu oleh Thio Wan It, Kui Keng, dan Liem Sian Hwa. Empat orang saudara Hoa-san Sie-eng ini mengamuk dan mengeroyok Bun Si Teng dan Bun Si Liong.
Kasihan sekali dua orang saudara Bun ini. Mereka sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan tadipun ketika Kwee Sin hendak membunuh diri, mereka sudah tak berdaya. Tahu-tahu Kwee Sin lenyap.
Cara lenyapnya demikian ajaib sampai tidak terlihat oleh mereka. Sudah jelas bahwa Kwee Sin ditolong orang pandai. Akan tetapi siapa penolongnya dan mengapa melemparkan kepala seorang tosu Hoa-san-pai? Mereka tak dapat membersihkan diri pula. Tentu saja orang Hoa-san-pai akan menganggap mereka ikut bersekongkol.
Terpaksa Bun Si Teng dan Bun Si Liong mencabut senjata dan membela diri. Akan tetapi oleh karena dikeroyok empat orang dan fihak tawan lebih kuat, di samping itu karena memang mereka tidak dapat berkelahi dengan penuh semangat karena merasa pihak sutenya bersalah, maka akhirnya Bun Si Teng dan Bun Si Liong terdesak, dan menderita luka-luka.
Namun orang gagah dari Kun-lun-pai ini dengan ilmu silat mereka yang tinggi masih terus melakukan perlawanan, atau lebih tepat disebut melakukan pembelaan diri yang gigih dan kuat.
Pada saat itu, Kwa Hong berlari-lan ke tempat Beng San bekerja. Dengan napas terengah-engah Kwa Hong menarik tangan Beng San yang sedang menyapu lantai.
“Beng San, mari lihat. Ayah dan semua sedang bertengkar dengan orang-orang Kun-lun-pai. Tentu akan bertempur!”
Kaget sekali hati Beng San. Anak ini sudah mendengar dari Tan Hok tentang usaha jahat Ngo-lian-kauwcu yang berjuluk Kim-thouw Thian-li untuk memecah belah antara Pek-lian-pai, Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai.
“Kenapa mereka bertengkar. Apa sebabnya bertempur?” tanyanya, masih kurang mengacuhkan karena dipikirnya bahwa hal itu bukanlah urusannya, apalagi kalau diingat bahwa apa yang dia dapat lakukan terhadap urusan itu?
“Kabarnya seorang Kun-lun-pai, tunangan bibi Sian, membunuh ayah bibi Sian Hwa. Sekarang dia datang bersama dua orang lagi dan cekcok dengan ayah dan semua paman guru. Juga sukong berada disana. Hayo kita lihat!”
“Nona Hong, kau lihatlah sendiri. Aku dilarang oleh sukongmu keluar dari sini, kalau aku berani keluar tentu mendapat marah pula.” Beng San melanjutkan kerjaannya, tidak peduli lagi.
“Beng San, mereka sedang ribut-ribut mana memperhatikan kau? Marilah, kau temani aku keluar menonton.”
Beng San menggeleng kepala dan memandang kepada Kwa Hong, mengagumi sinar mata yang demikian tajam namun halus dan indah.
“Nona Hong, kenapa kau selalu datang mengajak aku bercakap-cakap dan bermain-main? Sudah berapa kali kau dimarahi ayahmu? Lebih baik. kau seperti anak-anak yang lain, menjauhi aku karena aku hanyalah kacung dan kau dilarang mendekati aku.”
“Apa salahnya? Kalau aku suka bermain-main dan bicara denganmu, siapa melarang? Biar ayah marah, biar sukong mengamuk, aku tidak takut!” Gadis cilik ini membusung dada dan kepalanya tegak, matanya bersinar-sinar.
Beng San memegang tangan Kwa Hong, terharu sekali.
“Nona Hong, mengapa demikian? Tak baik kalau kau dimarahi ayahmu dan sukongmu…… mengapa kau begini baik terhadapku seorang kacung, seorang jembel busuk, mengapa sikapmu tidak seperti yang lain yang selalu menghinaku?”
Untuk beberapa saat sepasang mata dara cilik itu menatap wajah Beng San, lalu berkata lirih,
“Entahlah….. aku merasa amat berkasihan kepadamu, Beng San…..”
Keduanya hanya berpegang tangan dan saling pandang tanpa mengerti apa yang mereka rasakan. Kemudian timbul kenakalan Kwa Hong yang memecahkan hikmat kesunyian itu sambil tertawa.
“Agaknya karena kau seperti bunglon itulah yang membuat aku suka bermain denganmu, hi-hi-hi…..”
“Kuntilanak!”
Beng San balas memaki. la mendongkol kalau dimaki bunglon. Kwa Hong tertawa sambil melepaskan tangannya. Pada saat itu tampak Kui lok, Thio Ki, dan Thio Bwee berlari-lari. Muka mereka agak pucat.
“Mereka sudah bertempur!” kata Thio Ki terengah-engah. “Bekas tunangan bibi Sian Hwa itu lenyap secara aneh, seorang supek yang menjadi tosu dibunuh orang, kepalanya dilempar ke depan sukong. Sukong mengejar orang jahat. Hebat …”
Tanpa menanti sampai cerita ini berakhir, Kwa Hong sudah berlari-lari keluar hendak menonton, diikuti oleh tiga orang anak itu, para tosu Hoa-san-pai juga kelihatan berlari-lari sambil membawa senjata tajam. Keadaan Hoa-san-pai kacau-balau.
Setelah ditinggal seorang diri Beng San termenung. la mendengar suara beradunya senjata tajam, dan telinganya yang sudah memiliki pendengaran luar biasa itu mendengar angin sambaran senjata yang amat mengerikan itu. la tahu persoalannya. Mereka sedang berhantam, saling bunuh tanpa mereka sadari bahwa mereka itu diadu domba oleh pemerintah Mongol yang menggunakan Ngo-lian-kauw sebagai kaki tangannya. Ah, perlukah orang saling rnembunuh hanya menurutkan nafsu amarah belaka? Saling bunuh karena fitnah, padahal mereka itu adalah saudara-saudara sebangsa sendiri? Tak mungkin aku mendiamkan saja, menonton orang sebangsa saling bunuh, padahal kedua pihak adalah orang-orang gagah yang sudah memiliki nama besar sebagai pendekar-pendekar! Beng San melempar sapunya dan berlari cepat ke tempat pertempuran.
la melihat betapa dua orang laki-laki yang melakukan perlawanan dengan gagah berani telah mandi darah dan terdesak hebat oleh pengeroyokan Kwa Tin Siong, Thio Wan It, Kui Keng, dan Liem Sian Hwa. Di atas tanah tergeletak kepala seorang tosu Hoa-san-pai. Keadaan benar-benar amat mengerikan.
Mudah Beng San menduga siapa adanya dua orang gagah itu tentulah orang-orang Kun-lun-pai seperti yang tadi diceritakan oleh Kwa Hong. la melihat Kwa Hong berdiri agak jauh dengan Thio Bwee, agak pucat dan hanya menonton saja. Akan tetapi Kui Lok dan Thio Ki bertepuk-tepuk dan bersorak kalau dua orang itu terkena sambaran senjata seorang diantara Hoa-san Sie-eng.
Di dalam hati Beng San timbul rasa penasaran. Kenapa main keroyok? la dapat menilai tingkat enam orang yang bertempur itu. Apabila pertempuran dilakukan satu lawan satu, barulah akan seimbang dan ramai. la melihat pedang di tangan Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa amat berbahaya, dan sudah di beberapa tempat ditubuh kedua orang Kun-lun-pai itu luka-luka.
SELANJUTNYA»»
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI