RAJA PEDANG JILID 83

Wajah Kwa Hong yang jelita itu nampak berseri ketika memandang ke bawah, kepada muka yang tampan dan penuh penyerahan, penuh harapan dan penuh ketaatan itu. Sebaliknya Kui Lok sekarang menengadah memandang wajah cantik jelita di sebelah atasnya.

“Lok-ko,” kata Kwa Hong sambil tersenyum semanis-manisnya, “aku tidak suka kalau kau setiap kali bertemu selalu menyatakan rasa cinta kasihmu. Aku jadi bosan mendengarnya. Sudah kukatakan kepadamu, sekarang belum tiba saatnya bagiku untuk memikirkan soal itu. Kau bersabarlah karena aku belum dapat memastikan siapa yang akan kupilih kelak. Kau sendiri tahu, ayahku bermaksud menjodohkan aku dengan Ki-ko, itupun kutolak mentah-mentah. Aku akan memilih sendiri, tapi kelak!”

“Baiklah, Moi-moi (Adinda), baiklah. Aku takkan mengulang lagi, tapi perbolehkan aku memujamu….. alangkah cantik jelitanya engkau, Hong-moi. Kupandang dari bawah, wajahmu mengalahkan kecemerlangan matahari di waktu pagi atau bulan di waktu senja. Aku sudah akan merasa hidup ini bahagia kalau dapat memandangi mukamu yang indah, mendengar suaramu yang merdu bagaikan…..”

“Sssttttt…… ada orang…..!” 

Kwa Hong yang amat tajam pendengarannya itu bangkit berdiri dari duduknya. Sebetulnya dalam hal ini Kui Lok takkan kalah olehnya, akan tetapi karena pemuda itu tadi baru mabuk asmara, maka menjadi kurang hati-hati. Mereka berdua meloncat ke satu arah, yaitu arah gerombolan kembang dan sempat melihat tubuh Thio Bwee berlari pergi sambil menutupkan kedua tangan di depan muka.




Keduanya berdiri bengong, dan keduanya memerah muka.

“Celaka, Enci Bwee melihat dan mendengar semua tadi!” Kwa Hong membanting-banting kaki kanannya. “Semua ini salahmu, Lok-ko! Kau tentu tahu betapa dia mencintamu dan sekarang kau suguhi ia adegan seperti ini. Bukankah ini berarti kau menyiksa batinnya?”

Kui Lok tunduk dan berkata membela diri, 
“Apa dayaku, Hong-moi? Apa dayaku kalau tidak ada wanita lain di dunia ini yang merobohkan hatiku?”

“Bodoh kau! Enci Bwee cantik manis, lihai ilmu silatnya, sungguh amat cocok menjadi… eh…… menjadi jodohmu.”

“Tapi kau lebih cantik, Hong-moi. Kau lebih…..”

Kembali Kwa Hong membanting kakinya dengan gemas. 
“Sudah cukup! Kau pergilah dari sini, Lok-ko. Setelah Enci Bwee melihatnya, apa kau ingin lain orang melihat sikapmu yang memalukan tadi? Sudah cukup kataku!”

Kui Lok menarik napas panjang, berkata lemah, 
“Aku hanya mengharapkan belas kasihanmu…..” lalu pergi dari situ dengan tubuh lemas. Kwa Hong juga menarik napas panjang, kelihatan tak senang dan duduknya gelisah.

Semua ini dilihat dan didengar oieh Beng San yang menghadapi semua ini dengan hati tidak karuan rasanya. Ia merasa geli dan ingin tertawa keras-keras, akan tetapi juga merasa terharu dan khawatir. la yang selama hidupnya belum pernah mimpi tentang cinta kasih orang muda, sekarang dihadapkan dengan pemandangan yang amat mengharukan hatinya. Ah, betapa membingungkan, pikirnya tanpa bergerak di tempat duduknya, di atas cabang dalam pohon itu. 

Kui Lok dicintai Thio Bwee, sebaliknya pemuda ini mencinta Kwa Hong yang agaknya tidak menerimanya! Dan menurut pendengarannya tadi, ayah Kwa Hong malah bermaksud menjodohkan Kwa Hong dengan Thio Ki. Alangkah berbelit-belit asmara menggoda hati muda. 

Selagi dia berpikir bagaimana dia harus berbuat selanjutnya di tempat itu, dia mendengar suara orang mendatangi. Hampir meledak ketawanya ketika dari jauh dia melihat masuknya seorang pemuda dengan tergesa-gesa ke taman itu. Pemuda ini tinggi kurus, wajahnya tampan dan membayangkan kekerasaan dan keangkuhan hati, di pinggangnya tergantung pedang dan pakaiannya juga serba putih seperti yang dipakai Kui Lok dan Thio Bwee tadi. Sekali pandang saja, Beng San mengenalnya sebagai Thio Ki.





“Aduh, akan ramai kali ini…..” Beng San tersenyum.

Sementara itu, Thio Ki tergesa-gesa menuju ke tempat duduk Kwa Hong, setelah menengok ke kanan kiri dengan hati-hati, pemuda ini segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kwa Hong! Gadis itu membelalakkan kedua matanya memandang pemuda yang tak mengucapkan sepatah pun kata di depannya itu.

“Eh, eh…… apa-apa kau ini, Ki-ko (Kakak Ki)?”

“Kwa Hong-moi, jangan kau menyiksa hati kami kakak beradik yang sudah tak berayah lagi.”

Kwa Hong mengerutkan keningnya. 
“Aihhh….. apa maksudmu, Ki-ko? Apakah kesalahanku terhadap kau atau terhadap enci Bwee?”

Dengan muka rnembayangkan kekerasan hatinya, biarpun dia sedang berlutut, Thio Ki memandang tajam kepada gadis itu. 

“Kau tahu betapa aku mencintamu dan bahwa Kwa-supek juga sudah setuju akan perjodohan antara kau dan aku. Dan kau pun tahu bahwa adikku Bwee-moi mencinta Lok-te (adik Lok).”

Kwa Hong tersenyum mengejek, keningnya masih berkerut. 
“Hemmm, habis mengapa?” Suaranya penuh tantangan.

“Janganlah kau merusak hatiku dan hati adikku dengan bermain cinta dengan Kui Lok.”

Kwa Hong menjadi marah, berdiri dan membanting kakinya. Agaknya kebiasaan di waktu kecil ini, yaitu membanting kaki kalau marah, masih melekat pada diri Kwa Hong. 

“Ah, enci Bwee setelah tak tahu malu mengintai orang, lalu lari merengek-rengek kepadamu minta bantuan?”

Thio Ki juga bangun berdiri, menghadapi gadis itu. Sikapnya keras akan tetapi suaranya mengandung kasih sayang, 

“Hong-moi, adikku sudah tak berayah lagi, aku sebagai kakaknya menjadi pengganti ayah.”

“Hemmm, apa saja yang ia ceritakan padamu?”

“la melihat Kui Lok menyatakan cintanya kepadamu disini. Betulkah itu? Ingatlah, Hong-moi. Aku mencintamu sepenuh jiwaku dan adikku mencinta Kui Lok dengan sepenuh hatinya pula. Bukankah sudah tepat sekali kalau diantara kita cucu murid Hoa-san-pai terjalin ikatan ini? Kau dengan aku dan Kui Lok dengan adik Bwee? Bukankah ikatan ini akan memperkuat kedudukan Hoa-san-pai yang selalu diganggu musuh?”

“Ki-ko! Enak saja kau bicara. Urusan perjodohan mana ada aturannya main paksa? Kalian semua goblok dan yang dipikir hanya urusan asmara saja. Aku….. seujung rambutpun tak pernah memikirkan urusan itu. Aku lebih suka memikirkan pembasmian musuh-musuh besar kita. Cih, sungguh tidak tahu pribudi kalian bertiga!”

“Hong-moi….. katakanlah sejujurnya….. apakah kau mencinta Lok-te?”

“Kalau aku mencinta siapapun juga, kau dan semua orang peduli apa?” 

Kwa Hong membentak dengan kedua pipi merah dan dua titik air mata membasahi pipinya itu. 

“Akan tetapi aku tidak mencinta siapa-siapa! Lok-ko boleh datang disini seperti gila menyatakan cinta, apakah itu salahku? Aku sendiri tidak mencinta siapa-siapa, kaupun tidak, Lok-ko pun tidak. Nah, jelaskah sekarang?”

Thio Ki menjadi agak pucat mukanya. 
“Begitukah? jadi kalau begitu, Kui Lok yang merusakkan semua ini. Aku harus mencarinya memberi hajaran kepadanya!” Dengan sigap Thio Ki membalikkan tubuh dan pergi dari situ meninggalkan Kwa Hong.

Untuk beberapa saat Kwa Hong berdiri melongo, matanya bergerak liar dan mukanya menjadi agak pucat, kemudian gadis inipun berlari meninggalkan taman bunga. Tinggal Beng San yang kini termenung seorang diri di atas pohon. la masih merasakan ketegangan semua yang telah dia dengar dan lihat dari tempat persembunyiannya. Hebat, pikirnya. 

Urusan orang-orang muda ini bisa mengakibatkan hal yang amat hebat! Mengingat akan sikap Thio Ki yang keras hati itu, mudah diduga bahwa tentu akan terjadi pertempuran antara saudara seperguruan sendiri, antara Thio Ki dan Kui Lok yang secara kasarnya memperebutkan Kwa Hong! 

Masih ada kemungkinan buruk lagi, yaitu bukan hal yang aneh kalau Thio Bwee memusuhi Kwa Hong pula karena dianggap merampas laki-laki yang dicintainya. Berkali-kali Beng San menarik napas panjang dan berkata kepada diri sendiri.

“Nah, kau tahu sekarang? Hatimu mudah tertarik wajah cantik. Baru saja turun gunung sudah terpikat oleh gadis yang bernama Eng itu, sekarang melihat Kwa Hong dan Thio Bwee hatimu berdebar dan amat tertarik. Kau lihat kesengsaraan mereka itu? Lihat Thio Ki dan Kui Lok, dua orang muda gagah perkasa, tidak kekurangan sesuatu, sekarang sebagai saudara seperguruan menjadi saling bermusuhan. Gara-gara hati lemah menghadapi wajah cantik.”

Akan tetapi perhatiannya segera tertarik oleh bergeraknya daun-daun di pohon-pohon. Pergerakan bukan oleh meniupnya angin biasa, melainkan tiupan angin yang ditimbulkan oleh kepandaian seseorang yang bergerak cepat sekali, melintas tak jauh dari depannya. 

Sekali lagi dia dikejutkan oleh kepandaian yang tinggi dari orang baru ini. Ah, sudah banyak dia melihat orang-orang muda berkepandaian tinggi. Pertama kali nona Eng, kedua kalinya orang muda yang sekarang lewat ini. la juga karena merasa pernah melihat orang muda ini, entah dimana. Seorang pemuda yang bertubuh kecil berwajah tampan sekali, kulit mukanya pucat putih, pakaiannya kuning. Muka yang pucat itu, mata yang selalu memandang rendah, mulut yang tak pernah berhenti tersenyum lebar, angkuh dan sombong. Dimana dia pernah melihat orang ini?

Dengan hati penuh kecurigaan, Beng San lalu melesat, diam-diam mengikuti bayangan orang itu yang berlari cepat ke depan. la mengikuti terus orang muda yang berjalan cepat itu, setelah keluar dari taman lalu membelok ke kanan dan menuju ke sebuah lereng yang sunyi. 

Lereng ini indah sekali, penuh dengan padang rumput menghijau dan di sana-sini terdapat pohon yang kembangnya berwarna kuning dan merah. Inilah sebuah taman alam yang luas dan sunyi, bagi Beng San bahkan lebih indah daripada taman bunga yang baru ditinggalkannya tadi. 

Dengan hati-hati dia terus mengikuti orang itu. Di tempat yang agak terbuka ini ia harus berhati-hati karena yang diikuti adalah orang yang berkepandaian tinggi. Ia mengikuti dari jauh dan terpaksa berhenti untuk menyelinap di belakang pohon apabila yang diikutinya itu melintasi tempat yang terbuka. 

Akhirnya dia melihat orang itu berhenti di tempat yang penuh pohon kembang dan orang itu mengintai. Beng San cepat menyelinap mendekati dan kini diapun dapat melihat apa yang diintai oleh pemuda yang di depannya itu.

Ternyata bahwa Thio Bwee, gadis yang tadi mendengarkan percakapan antara Kui Lok dan Kwa Hong, duduk di atas sebuah batu besar hitam di tempat sunyi itu danmenangis terisak-isak dengan amat sedihnya. 

Beng San menjadi terharu juga. la telah mengenal Thio Bwee ketika kecil, malah pernah dia menggendong Thio Bwee dan Kwa Hong ketika terculik oleh orang jahat. la maklum sedalamnya apa yang dirisaukan oleh hati gadis muda itu. Siapa orangnya takkan merasa sedih dan malu kalau melihat laki-laki yang dicintainya berlutut memohon cinta kasih seorang gadis lain?

“Nona yang baik, harap kau jangan menangis, jangan bersedih. Dunia bukan hanya setelapak tangan lebarnya dan tidak kurang banyaknya pria yang baik dan setia, lebih baik dari orang she Kui itu…..”







SELANJUTNYA»»

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)