RAJA PEDANG JILID 86
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Di lain bagian dari puncak itu, dua orang pemuda saling berhadapan dengan muka merah. Mereka ini adalah Thio Ki dan Kui Lok. Thio Ki yang memiliki watak keras hati itu setelah pertemuannya dengan Kwa Hong di dalam taman, langsung mengejar dan mencari Kui Lok. Dua orang jago muda Hoa-san-pai ini sekarang berhadapan muka di tempat sunyi, sikap mereka mengancam.
“Thio-heng (kakak Thio), apakah keperluanmu mencari aku kesini hanya untuk menegur yang bukan-bukan itu?” Kui Lok bertanya dengan nada suara penuh ejekan.
“Sudah tentu!” jawab thio Ki marah. “Kui-te (adik Kui), kita masih terhitung saudara seperguruan dan karena aku lebih tua, maka sudah sepatutnya kalau aku yang memberi peringatan apabila kau menyeleweng daripada kebenaran! Sungguh tak patut apabila kau mencoba untuk membujuk dan menggoda hati Hong-moi, tak pantas sekali hal ini dilakukan oleh seorang murid Hoa-san-pai!”
Kui Lok tersenyum mengejek, sengaja tertawa masam.
“Heh-heh-heh, bagus sekali ucapanmu, Suhengl Di dunia ini, mana ada orang berhak melarangku bersikap manis kepada Hong-moi? Ha-ha-ha, kau sendiripun selalu bermuka-muka dan bersikap manis bukan main terhadap Kwa Hong. Mengapa aku tidak boleh?” Kui Lok menantang.
“Aku lain?” bentak Thio Ki. “Aku cinta kepadanya dan….. dan….. Kwa supek agaknya setuju kalau aku berjodoh dengan Hong-moi'”
Kui Lok tertawa mengejek.
“Apa hanya engkau seorang di dunia ini yang boleh mencinta? Tentang persetujuan Kwa-supek, hemmm….. kita lihat dulu nanti, Suheng. Kurasa Hong-moi sendiri belum tentu setuju, dan kau belum bertunangan secara resmi.”
Thio Ki yang berwatak keras itu tak dapat lagi mengendalikan kemarahan hatinya yang dibangkitkan oleh rasa cemburu,
“Kui Lok! Pendeknya mulai sekarang aku melarang kau mengaku mencinta Hong-moi, kularang kau bersikap terlalu manis!”
Kui Lok adalah seorang anak yang biasanya nakal dan gembira. Akan tetapi dalam persoalan ini diapun tidak mau mengalah dan sudah menjadi marah.
“Thio-heng, kau keterlaluan sekali. Ada hak apakah kau melarang aku? Kau adalah suheng dari Hong-moi, akupun demikian. Harapan kita masih setengah-setengah. Marilah kita berlumba secara jujur, siapa yang akhirnya bisa menjatuhkan hati Hong-moi, dialah yang beruntung. Kenapa kau bersikap begini kasar dan hendak main menang sendiri?”
“Cukup! Disana ada Bwee-moi yang mengharapkanmu, kau malah mengganggu orang yang menjadi cahaya harapanku. Pendeknya, aku melarang kau mendekati Kwa Hong”
“Eh-eh-eh, enaknya bicara! Kalau aku tetap mendekatinya, kau mau apa?”
Thio Ki mencabut pedangnya.
“Terpaksa aku melupakan persaudaraan!”
“Bagus! Orang she Thio, kau kira aku takut padamu?”
Kui Lok juga sudah mencabut pedang dengan tangan kirinya. Dua orang muda itu sudah saling berhadapan dengan pedang terhunus, siap untuk saling serbu, saling tikam dan saling bunuh.
Beginilah orang-orang muda kalau sudah dimabuk cinta. Lupa persaudaraan, lupa kewaspadaan dan tak tahu malu. Ya, tak tahu malu. Bukankah terang-terangan Kwa Hong menyatakan bahwa gadis ini tidak memilih seorang diantara mereka? Namun, tetap saja mereka memperebutkannya dengan persiapan mengorbankan nyawa.
“Bagus…… bagus….. Saudara Thio Ki dan Kui Lok, lekaslah kalian bertari pedang biarkan aku menontonnya, tentu indah dilihat.” Beng San muncul dari balik sebatang- pohon sambil bertepuk tangan dan tertawa-tawa.
Kui Lok dan Thio Ki yang tadinya sudah tegang dan siap untuk saling serang, menjadi kaget dan menengok. Mereka melihat seorang pemuda tampan berpakaian sutera biru seperti seorang pemuda pelajar. Tentu saja mereka tidak mengenal Beng San yang dulu mereka kenal sebagai seorang anak yang berpakaian seperti jembel.
Namun karena mereka ini memang jago-jago muda Hoa-san-pai yang berwatak angkuh dan merasa diri sendiri paling gagah dan paling lihai, mereka segera merasa tak senang dengan datangnya seorang asing ini.
“Kau siapa? Mau apa lancang masuk kesini?” tanya Thio Ki mengerutkan keningnya. juga Kui Lok memandang tajam dengan mata dipelototkan untuk memperlihatkan ketidak senangan hatinya.
Beng San tertawa, wajahnya berseri-seri.
“Saudara-saudara Thio dan Kui agaknya sudah lupa lagi kepadaku. Padahal belum ada sepuluh tahun kita berpisah. Aku Beng San.”
Thio Ki dan Kui Lok saling pandang, untuk detik itu lenyap permusuhan diantara mereka. Terang bahwa mereka heran melihat Beng San yang sekarang sudah berubah menjadi seorang pemuda yang bertubuh tegap dan berwajah tampan.
“Uuuhhhhh…… Beng San…..?” Thio Ki berkata dengan suara menghina.
“Hemmm, kau disini? Mau apa kau kesini? Kau mengintai kami, ya?” kata Kui Lok, mengancam.
“Ah, tidak. Aku datang dan melihat kalian hendak bermain pedang, sungguh aku ingin melihatnya. Dahulupun kalian amat pandai, apalagi sekarang, tentu indah permainan pedang kalian.”
Kembali Kui Lok dan Thio Ki saling pandang dan keduanya menjadi curiga. Tentu Beng San sudah mendengar pertengkaran mereka tadi!
“Kau tadi sudah lama mengintai kami? Mendengar apa yang kami bicarakan?” Thio Ki menuntut.
Beng San tersenyum.
“Tidak tahu, agaknya kalian bicara tentang angin atau burung.”
la sengaja mengatakan demikian tanpa menyinggung nama Kwa Hong, sedangkan kata-kata Hong dapat diartikan angin atau juga nama burung hong!
Thio Ki yang keras hati itu timbul keangkuhannya.
“Beng San, kau kurang ajar sekali. Orang macam kau ini mengapa berani muncul disini tanpa ijin? Kau patut dipukul”.
“Benar, Suheng. Kita pukul saja jembel ini biar minggat dari sini!” kata Kui lok yang teringat betapa dahulu bersama Thio Ki dia pernah memukuli Beng San.
Dua orang pemuda itu melangkah maju dan tangan mereka melayang untuk menampar pipi dan memukul pundak. Betapapun juga, sebagai jago-jago muda dari Hoa-san mereka tidak sudi membunuh orang yang lemah, hanya memukul untuk memberi hajaran saja dan untuk mengusir Beng San.
“Eh, eh, eh….. kenapa main pukul? Aku tidak bersalah apa-apa…..”
Beng San terhuyung-huyung ke belakang setelah terkena gamparan dan pukulan. Tentu saja serangan-serangan yang dilakukan tidak untuk membunuhnya ini sama sekali tidak dia rasakan, akan tetapi dia pura-pura kesakitan dan terhuyung-huyung ke belakang.
Thio Ki dan Kui Lok tidak peduli, mendesak terus hendak memukuli Beng San sampai pemuda itu melarikan diri. Beng San pura-pura mengangkat kedua tangan melindungi kepala dan mukanya sambil berteriak-teriak,
“Jangan pukul…… jangan pukul!”
“Ki-ko dan Lok-ko, siapa yang kalian pukuli itu?”
Tiba-tiba Kwa Hong sudah berdiri disitu. Wajah dara ini agak pucat, apalagi ketika ia melihat bahwa di tangan Thio Ki dan Kui Lok masih memegang pedang terhunus.
Memang ketika memukuli Beng San, Kui Lok masih memegang pedang dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanan Thio Ki juga masih memegang pedang. Kedatangan Kwa Hong itu sebetulnya karena ia merasa amat gelisah, takut kalau-kalau dua orang pemuda itu mengadu nyawa, maka melihat mereka memegang pedang, ia menjadi khawatir sekali. Hanya ia merasa terheran-heran mengapa dua orang pemuda itu malah memukuli seorang pemuda yang kelihatan lemah dan tidak pandai ilmu silat.
Thio Ki dan Kui Lok dengan muka merah karena jengah lalu meloncat mundur. Setelah dua orang pemuda yang keranjingan itu mundur, baru Beng San berani menurunkan kedua tangan dari mukanya. la memandang Kwa Hong, sebaliknya gadis itu memandang kepadanya.
Dua pasang mata bertemu, dari fihak Beng San penuh kekaguman. Sekarang dia dapat melihat jelas keadaan Kwa Hong. Benar-benar melebihi yang sering kali dia bayangkan. Cantik molek dan gagah perkasa. Sepasang mata yang melebihi beningnya daripada mata ikan emas, rambut yang hitam mengkilap, alis yang panjang kecil dan hitam sekali di atas kulit muka yang putih kemerahan, hidung yang kecil, mulut yang manis, ah… bukan main, sekarang Kwa Hong si kuntilanak itu telah berubah menjadi seorang dara yang jelita.
Di fihak Kwa Hong, sinar mata gadis ini perlahan-lahan berseri-seri, mulutnya tersenyum lucu ketika ia mengenal Beng San, lalu terbukalah bibirnya berkata setengah tertawa.
“Kau….. kau….. eh, si bunglon…..!”
Beng San cemberut.
“Benar,” katanya dingin, “dan kau si kuntilanak masih tetap galak….”
Thio Ki dan Kui Lok melangkah maju, hendak memukul lagi. Akan tetapi Kwa Hong yang sudah maklum akan maksud mereka, segera mendahului.
“Aha, Beng San. Benar-benar kaukah ini? Eh, Ki-ko dan Lok-ko, apakah kalian lupa? Dia ini Beng San. Hi-hi-hi, benar Beng San…..!”
Serta-merta Kwa Hong melangkah maju dan memegang tangan Beng San, mengamat-amati wajah pemuda itu yang seketika menjadi agak kemerahan.
“Hi-hi-hi, kau Beng San yang bisa berubah-ubah mukamu. Benar, kau sudah menjadi….. orang sekarang. Ah, hampir aku pangling kalau tidak melihat matamu. Kau dari mana? Hendak kemana? Ada keperluan apa datang kesini?”
Bingung juga Beng San dihujani petanyaan dari mulut yang manis itu.
“Aku….. aku sengaja datang, mendengar bahwa Hoa-san-pai hendak mengadakan perayaan seratus tahun. Aku datang sampai kesini, melihat dua saudara Thio dan Kui bertari pedang. Mereka agaknya tidak mengenalku, dan menyangka aku orang jahat maka aku hendak dipukuli. Baiknya kau keburu datang…… eh, Nona Hong…….”.
Kwa Hong tertawa. Lega bahwa dua orang suhengnya itu tidak jadi mengadu nyawa. la seorang yang cerdik sekali. Tentu dua orang itu tadinya memang sudah hendak bertempur, buktinya sudah mencabut pedang. Kalau hanya menghadapi seorang lemah seperti Beng San, tak mungkin dua jago muda itu menghunus pedang. Tentu selagi mereka hendak bertempur, tiba-tiba datang Beng San, membuat mereka marah dan memukulinya.
“Bagus sekali kau datang, Beng San. Apa kau sudah bertemu dengan ayah? Dengan sukong? Mereka tentu terheran-heran melihat kau datang. Baik sekali kau mau datang, jadi tidak melupakan hubungan lama.”
Dengan ramah-tamah Kwa Hong bicara dan dua orang kakak seperguruannya memandang dengan hati penuh cemburu dan iri hati. Tak pernah Kwa Hong memperlihatkan sikap demikian manis terhadap mereka.
“Ki-ko dan Lok-ko, masa kalian tidak mengenalnya. Lihat itu sepasang matanya, mana ada orang lain bermata seperti dia? Semestinya kalian mengenalnya dan tidak memukulinya. Dia jauh-jauh sudah datang untuk menghadiri perayaan, menjadi seorang tamu, masa harus dipukuli? Kalian benar-benar sembrono sekali, kalau terdengar ayah atau sukong bukankah mendapat marah?”
Tiba-tiba ia berhenti bicara karena mendengar suara kaki mendatangi, dan tak lama kemudian muncullah Thio Bwee, Kwa Tin Siong, dan Liem Sian Hwa. Mereka bertiga ini baru saja kembali dari tempat dimana mereka bertemu dengan Giam Kin. Karena baru saja ada seorang pemuda membuat onar, kini melihat bahwa tiga orang anak murid Hoa-san-pai berdiri berhadapan dengan seorang pemuda asing lagi, segera Kwa Tin Siong menjadi curiga dan cepat menghampiri sambil memandang tajam.
“Siapakah saudara muda yang asing ini?” tanyanya.
Kwa Hong lari menghampiri ayahnya memegang tangan ayahnya dengan sikap manja.
“Ki-ko dan Lok-ko, jangan beri tahu ayah dulu! Ayah, coba lihat baik-baik, dan Bibi juga. Kaupun lihatlah baik-baik Enci Bwee, perhatikan dia dan coba katakan, siapa dia ini?”
Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa memandang penuh perhatian, akan tetapi dua orang dari Hoa-san Sie-eng ini tidak dapat mengenal pemuda tampan berbadan tegap yang berpakaian seperti seorang pelajar itu. Terlalu banyak persoalan dan urusan yang meruwetkan pikiran membuat mereka sama sekali tidak dapat ingat lagi kepada Beng San.
Akan tetapi tidak demikian dengan Thio Bwee. Seperti juga Kwa Hong, gadis ini pernah ditolong oleh Beng San, biarpun ia tak pernah mengenangkan Beng San, namun kiranya wajah pemuda ini tak dapat ia lupakan begitu saja.
SELANJUTNYA»»
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI