RAJA PEDANG JILID 90

Beng San mendapat kenyataan betapa cocok kata-kata Tan Hok ketika menceritakan tentang keadaan Hoa-san-pai dalam permusuhannya dengan Kun-lun pai. Tidak saja dia melihat banyaknya tosu Hoa-san-pai yang berkumpul di gunung itu, mendekati seratus jumlahnya, namun menjelang datangnya hari perayaan ulang tahun ke seratus dari Hoa-san-pai, berturut-turut datang murid-murid Hoa-san-pai yang tinggal jauh dari Gunung Hoa-san.

Tiga hari sebelum hari perayaan, disitu sudah berkumpul seluruh anggauta Hoa-san-pai yang jumlahnya mendekati seratus dua puluh orang! Keadaan Hoa-san-pai benar-benar angker. 

Tosu-tosu dengan pakaian putih seragam melakukan penjagaan dengan sikap mereka yang alim dan gagah. Jalan kecil yang menuju ke pendakian puncak itu, dihias dengan bunga-bunga kertas, setiap seperempat kilometer dijaga oleh tiga orang tosu di pinggir jalan, merupakan tiang-tiang hidup. Hal ini diadakan bukan hanya untuk memberi penghormatan kepada para tamu, akan tetapi kiranya terutama sekali untuk “unjuk gigi” kepada tamu yang datang dengan maksud-maksud buruk tertentu.

Sebagai sebuah partai besar yang sudah terkenal namanya di seluruh dunia kang-ouw, kali ini Hoa-san-pai mengadakan persiapan besar-besaran. Jauh beberapa hari sebelumnya, para tosu sudah sibuk berbelanja, menyediakan segala bahan makanan dan minuman untuk menjamu para tamu. 

Ratusan bangku baru dibuat dan diatur di ruangan depan. Ruangan ini menjadi luas sekali karena diberi tambahan darurat. Ruangan yang amat luas ini dibagi-bagi, untuk para tamu kehormatan di sebelah dalam menghadap keluar, untuk tamu wanita di sebelah kiri agak tertutup dan untuk yang muda-muda di sebelah kanan. 

Di belakang tempat ke tiga ini yang paling luas, disediakan bangku-bangku panjang untuk tempat para tamu lain yang dianggap sebagai pengikut-pengikut saja. Pihak tuan rumah mengambil tempat di ruangan yang mepet dinding dalam, dekat tempat tamu kehormatan, membelakangi pintu besar yang menuju ke dalam “rumah besar”. Ditengah-tengah ruangan merupakan tempat terbuka yang cukup luas untuk memberi tempat bagi para pelayan hilir-mudik.

Menurut berita yang dibawa oleh para tosu penjaga kaki gunung, dua hari sebelum pesta dimulai, sudah banyak sekali tamu datang sampai di kaki Gunung Hoa-san. Mereka menginap di kampung-kampung, menanti datangnya hari yang ditentukan untuk mendaki puncak. Tentu saja para tosu itu di antaranya ada yang bertugas menyelidiki siapa-siapa yang akan datang, kawan ataukah lawan!

Pada hari itu, pagi-pagi sekali telah kelihatan para tamu berbondong-bondong mendaki puncak Hoa-san. Banyak sekali dan para tosu Hoa-san-pai yang menjaga di sepanjang jalan sampai ke puncak, mewakili ketua mereka, melihat dengan kaget betapa partai-partai lain datang lengkap dengan anak murid yang pilihan. Bahkan partai-partai Khong-tong-pai, Bu-tong-pai, dan Bu-eng-pai datang dengan puluhan orang anak murid masing-masing merupakan pasukan yang kuat!



Lian Bu-Tojin memang tidak mau memperlihatkan diri lebih dulu, malah dia sengaja melarang Kwa Tin Siong, Liam Sian Hwa dan cucu-cucu muridnya untuk keluar lebih dulu sebelum para tamu lengkap.



Kakek ini amat berhati-hati. la tidak mau melihat murid-murid dan cucu-cucu muridnya muncul lalu dipancing oleh fihak lawan untuk mengacaukan pesta ulang tahun perkumpulannya. 

Setelah ruangan tamu di depan telah penuh oleh para tamu, barulah Lian Bu Tojin diiringkan oleh Kwa Tin Siong, Liem Sian Hwa, Kwa Hong, Thio Bwee, Thio Ki dan Kui Lok, keluar dari dalam menuju ke tempat duduk yang disediakan untuk fihak tuan rumah. 

Para tamu segera berdiri memberi hormat yang dibalas oleh Kwa Tin Siong. Lian Bu Tojin sebagai seorang yang tingkatnya lebih tinggi, hanya mengangguk dan hanya mengangkat kedua tangan membalas penghormatan para tamu yang duduk di bagian terhormat.



Biarpun baru sekarang Lian Bu Tojin keluar, namun kakek ini sudah tahu siapa saja tamu-tamunya yang hadir. Tadi Kwa Tin Siong mengintai dari dalam dan memberi tahu kepada gurunya tentang para tamu yang sebagian besar dikenal oleh jago pertama dari Hoa-san-pai ini. 

Yang amat mengherankan hati Lian Bu Tojin dan Kwa Tin Siong adalah ketidak hadiran orang-orang Kun-lun-pai. Padahal mereka melihat bahwa Khong-tong-pai dan Bu-eng-pai, dua partai yang selalu memperlihatkan sikap membela Kun-lun-pai, sudah lengkap hadir di situ. Diam-diam mereka juga merasa girang dengan hadirnya jago-jago dari Bu-tong-pai, karena partai ini selalu memperlihatkan sikap baik kepada Hoa-san-pai dengan Kun-lun-pai.



Banyak terdapat jago-jago silat yang sudah terkenal namanya hadir di ruangan itu. Nama Hoa-san-pai sudah terlalu terkenal sehingga kali ini dapat menarik kedatangan jago-jago silat dari seluruh negeri. Tapi yang paling penting disebutkan disini hanyalah beberapa orang saja. Di antaranya pemimpin rombongan Khong-tong-pai, seorang laki-laki gemuk pendek berusia lima puluh tahun. Dia adalah murid pertama dari Khong-tong-pai bernama Liu Ta, seorang ahli Iweekang dan ahli golok. Karena terlalu dipercaya oleh gurunya yang sudah tua, Liu Ta ini sering kali bertindak mewakili Khong-tong-pai tanpa setahu gurunya.





Dari fihak Bu-eng-pai, rombongannya dipimpin oleh dua orang jago Bu-eng-pai yang sudah terkenal namanya, yaitu Ang Kim Seng yang tinggi kurus berusia empat puluh tahun lebih dan adiknya, Ang Kim Nio yang cantik genit berusia tiga puluh tahun lebih. Kakak beradik ini terkenal sebagai ahli pedang dari Bu eng-pai. Seperti juga fihak Khong-tong-pai, kakak beradik ini lebih condong membantu Kun-lun-pai daripada Hoa-san-pai.

Beng Tek Cu, seorang tosu yang tinggi besar bermata lebar adalah seorang tokoh Bu-tong-pai, usianya lima puluh lima tahun. Orangnya jujur dan keras hati, tapi kepandaiannya tinggi dan namanya ditakuti orang-orang jahat karena tosu Bu-tong-pai ini tak pernah menaruh kasihan kepada para penjahat. la menjadi sahabat Kwa Tin Siong, maka dalam urusan antara Hoa-san dan Kun-lun, tosu tinggi besar ini dan rombongannya berfihak kepada Hoa-san-pai.



Masih banyak tokoh-tokoh besar yang hadir di pertemuan itu, akan tetapi agaknya akan terlalu panjang kalau disebut satu persatu. Yang patut disebut kiranya hanya mereka yang duduk di ruang tamu kehormatan, yaitu pemimpin tiga rombongan yang telah disebut tadi untuk menghormat nama besar partai yang mereka wakili dan ada beberapa orang kakek lagi, yaitu dua orang hwe-sio, dua orang kakek petani dan tiga orang tosu. Mereka ini adalah tokoh-tokoh besar dunia kang-ouw yang kenal dengan pribadi Lian Bu Tojin, jadi tidak mewakili sesuatu partai. Akan tetapi karena mereka ini tergolong orang-orang lihai dan setingkat, maka mereka dipersilakan duduk di ruang tamu kehormatan.

Diantara ramainya para tamu yang saling bicara seperti bunyi tawon madu diganggu, para tamu mulai menyerahkan sumbangan-sumbangan dan barang-barang tanda mata untuk memberi selamat pada Hoa-san-pai. 

Riuh rendah suara tertawa karena gembira ketika Lian Bu Tojin berkenan menerima sendiri barang-barang hadiah yang diberikan para tamu kepada Hoa-san-pai. Kakek ini berdiri di tengah ruangan dimana disediakan meja kosong yang panjang, diapit di kanan kiri oleh Kwa Tin Siong dan Liem Sian.



Adapun Kwa Hong dan tiga orang saudara seperguruannya membantu untuk menerima barang-barang hadiah dan mengaturnya di atas meja. Hampir semua tamu membawa sebuah barang hadiah. Karenanya kini mereka berdiri dalam antrian panjang. 

Setiap orang yang sudah sempat di meja itu, menghormat kepada Lian Bu Tojin, mengucapkan selamat dan menyerahkan barang sumbangannya. Lian Bu Tojin dan dua orang muridnya menghaturkan terima kasih dan barang itu diterima oleh Kwa Hong dan saudara-saudara seperguruannya untuk diatur di atas meja panjang tadi.

Kwa Hong menjadi heran dan juga geli hatinya ketika ia melihat Beng San juga ikut-ikutan berdiri di dalam antrian. Pemuda ini mengenakan pakaiannya yang paling bersih, wajahnya yang berseri kelihatan gagah dan tampan sekali, yakni dalam pandangan Kwa Hong.

Tadi pemuda ini duduk di ruang kelas kambing, yaitu tempat luas dimana terdapat bangku-bangku panjang dimana berkumpul tamu-tamu yang menjadi pengikut rombongan. 

Eh, sekarang tahu-tahu dia ikut dalam antrian membawa sebuah bungkusan besar! Kwa Hong dengan heran dan geli hati menduga-duga apakah gerangan hadiah yang dibawa orang muda itu untuk Hoa-san-pai? 

Juga Thio Bwee melihat pemuda ini dan di bibir gadis inipun tampak senyum geli. Dalam pandang mata Thio Bwee, biarpun Beng San merupakan seorang pemuda yang ia suka karena sikapnya selalu sopan dan baik, apalagi dahulu di waktu kecil pernah menolongnya, namun tetap saja Thio Bwee memandangnya sebagai seorang pemuda yang tidak punya guna, seorang pemuda yang lemah dan tidak tahu akan ilmu silat.

Berbeda dengan dua orang gadis itu yang melihat Beng San berdiri di dalam antrian para pemberi hadiah merasa lucu dan ingin sekali tahu apakah gerangan barang hadiah yang dibawanya dalam bungkusan besar itu, adalah Thio Ki dan Kui Lok memandang dengan mata penuh curiga, iri hati dan cemburu. 

Dua orang pemuda ini dalam beberapa hari saja telah tahu betapa Kwa Hong amat suka bergaul dengan Beng San, betapa wajah gadis itu selalu berseri-seri kalau bercakap-cakap dengan “bocah dusun” itu. Betapa Kwa Hong agaknya lebih suka bercakap-cakap dengan Beng San daripada dengan mereka. Kalau saja tidak berada di tempat perjamuan dan kalau saja tidak takut kepada sukong mereka, agaknya dua orang pemuda ini sudah akan mengusir Beng San dari situ. Menurut pendapat mereka, Beng San tidak patut hadir di dalam ruangan ini, yang sekarang penuh dengan para tamu ahli silat belaka.

Akan tetapi Beng San sendiri agaknya tidak peduli akan cucu-cucu murid Hoa-san-pai, tidak peduli bagaimana mereka memandangnya. Dia sendiri tersenyum dan berseri-seri wajahnya melihat ke kanan kiri kepada para tokoh kang-ouw yang sekarang sebagian besar berkumpul disitu. Baru sekarang dia mendapat kesempatan bertemu dengan mereka, siapa tidak akan girang? 

Dari seorang di dekatnya, dia tadi mendapat keterangan satu demi satu tentang para tamu yang dianggap tamu kehormatan. Malah teman di dekatnya tadi, seorang anak murid Bu-tong-pai, agaknya senang sekali bercerita sehingga membocorkan rahasia partainya bahwa Bu-tong-pai membantu Hoa-san-pai, sebaliknya menceritakan pula betapa Khong-tong-pai dan Bu-eng-pai selalu membantu Kun-lun-pai dalam memusuhi Hoa-san-pai. 

Juga dia menceritakan kehebatan setiap orang tokoh yang dia anggap memiliki kesaktian seperti dewa-dewa! Selain gembira karena mendapat kesempatan melihat orang-orang kang-ouw, juga hatinya gembira ketika mendengar bahwa fihak Kun-lun-pai tidak hadir. Bukankah dengan demikian maka keributan takkan terjadi dan dia tidak usah bersusah payah untuk mencegahnya?

Setelah tiba giliran Beng San menyerahkan sumbangannya, pemuda ini dengan wajah sungguh-sungguh memberi hormat dengan menjura dalam di depan Lian Bu Tojin sambil berkata, 

“Dengan hati tulus dan hormat saya menghaturkan selamat kepada Hoa-san-pai yang mencapai usia seratus tahun. Semoga Hoa-san-pai akan melewati ratusan tahun lagi dan melahirkan patriot-patriot yang gagah perkasa, pembela-pembela rakyat yang adil dan bijaksana. Harap Totiang sudi menerima kenang-kenangan tidak berharga ini.” 

la membuka bungkusannya dan terdengar sedak tertahan dari Kwa Hong ketika gadis ini melihat isi bungkusan besar. Ternyata isinya….. kulit harimau yang besar dan amat indahnya. Harimau yang kemarin dulu ia bunuh di hutan!

Muka ketua Hoa-san-pai berseri gembira. 
“Terima kasih, terima kasih…..” 

Sebagai layaknya seorang tuan rumah, dia membalas penghormatan tamu bersama Kwa Tin Siong, sedangkan Thio Bwee menerima kulit harimau itu, diletakkan di atas meja. 

Ketika Beng San kembali ke tempat duduknya, telinganya yang tajam pendengarannya itu menangkap seruan-seruan heran dan kagum dari para tamu.

“Siapa dia itu? Dapat mengambil kulit harimau sebesar itu tanpa melukainya..,., hemmm, agaknya pandai juga dia…..” 

Diam-diam Beng San tersenyum dan merasa lucu. Harimau itu yang membunuhnya adalah Kwa Hong dan dia dengan hati-hati telah menutup luka-luka bekas tusukan pedang Kwa Hong sehingga dilihat sepintas lalu saja seakan-akan tidak ada bekas luka, seakan-akan dia telah menangkapnya dengan tangan kosong, atau membunuhnya dengan kepalan saja!

Tiba-tiba terdengar suara gaduh di bagian depan. Orang-orang memandang dan membelalak kaget. Seorang pemuda yang bukan lain adalah Giam Kin, berlenggang masuk. Orangnya sih tidak mendatangkan kaget pada para tamu, hanya apa yang di bawanya yang mendatangkan heboh. 

Pemuda ini datang membawa seekor ular besar yang melilit-lilit tubuhnya. Ular sebesar paha yang kelihatan galak! 

Beng San memandang dengan perasaan mendongkol. Terang sekali bahwa pemuda itu sengaja berlagak untuk menarik perhatian orang. Sambil tersenyum-senyum pemuda itu menghampiri meja dan menjura kepada Lian Bu Tojin.




“Lian Bu-totiang, saya mewakili suhu datang untuk mengucapkan selamat dan terimalah semacam hadiah saya ini.”

Semua orang kaget dan mengira bahwa pemuda, ini akan menghadiahkan ular besar itu. Akan tetapi Lian Bu Tojin dengan wajah tenang membalas penghormatannya dan berkata.

“Ah, saudara Giam terlalu sungkan. Terima kasih atas pemberian selamat.”







SELANJUTNYA»»

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)