RAJA PEDANG JILID 97

Nona baju merah itu tertawa.
“Dua hwesio kerbau! Kalian mau merobohkan aku dalam lima jurus, sekarang sudah belasan jurus. Kiranya aku tidak segoblok kalian ketika roboh oleh ayah dalam lima jurus.” 

Tiba-tiba sepasang pedangnya bergerak cepat sekali setelah saling bentur mengeluarkan api berpijar. Bunga api ini menyambar ke arah muka dua orang lawannya yang menjadi kaget dan lebih gugup ketika tahu-tahu sepasang pedang itu sudah meluncur mendekati leher mereka. Cepat mereka membuang diri ke belakang dan…..”trang! tranggg!” Tongkat mereka ternyata telah terbabat putus ketika mereka dalam gugup tadi tidak mengerahkan tenaga.

Si nona baju merah menjura ke arah Lian Bu Tojin setelah tanpa dapat diikuti lagi dengan mata telah menyimpan kembali sepasang pedangnya, kemudian berkata keras, 

“Selamat tinggal!” 

Tubuhnya lenyap, yang nampak hanyalah bayangan merah melesat keluar dari tempat itu.

Dua orang hwesio itu menjadi pucat sekali mukanya. Mereka melempar sisa potongan tongkat ke atas tanah, lalu menjura kepada Lian Bu Tojin dan keluar dengan langkah lebar.

Sementara itu, setelah tadi berhenti sebentar menonton pertandingan ini, Pek Gan Siansu yang tadi sudah berpamit, lalu mengajak Bun Lim Kwi melanjutkan perjalanan, keluar dari tempat itu. Thio Eng dengan sinar mata marah segera mengejarnya, pergi tanpa pamit.

Lian Bu Tojin menarik napas panjang berulang-ulang, malah tidak peduli lagi ketika Giam Ki juga tertawa-tawa dan bertindak keluar dengan langkah panjang. Kwa Tin Siong berusaha keras untuk melanjutkan perayaan itu, dan semua hidangan dapat juga dibagi-bagikan biarpun keadaan pesta tidak semeriah tadi.

Kwa Hong dengan penuh keheranan melihat bahwa disitu tidak ada lagi bayangan Beng San yang tadi menimbulkan heboh. Pemuda ini sudah lenyap pula entah kemana pula larinya. 

Kwa Hong yang menjadi penasaran segera mencari sampai ke belakang, sampai ke tempat dimana pemuda itu menginap, tapi alangkah herannya ketika ia melihat bahwa bungkusan pakaian pemuda itupun sudah lenyap pula!

“Ah dia aneh sekali…,.” pikir dara ini kecewa, “aneh dan gagah bukan main. Alangkah beraninya dia tadi….. hemmm, sayang tidak pandai ilmu silat…..” 

la melamun membayangkan betapa akan mengagumkan kalau seorang pemuda dengan keberanian sebesar itu memiliki kepandaian ilmu silat pula. Ketika dengan kecewa ia hendak meninggalkan kamar Beng San, ia tertarik oleh sepotong keras di atas meja. Cepat diambilnya kertas itu dan ternyata ada tulisannya, tulisan tangan yang jelas dan indah, tulisan tangan Beng San.

BENG SAN BERJANJI MENCARl KWEE SIN.

Cepat Kwa Hong membawa surat itu kepada ayahnya dan memperlihatkannya. Wajah Kwa Tin Siong berubah. 

“Anak itu aneh, sepak terjangnya tak dapat diduga semula. Bagaimana mungkin dia dapat membawa Kwee Sin kesini?”



Betapapun juga dia memperlihatkan surat itu kepada gurunya yang menarik napas panjang.

“Memang bocah luar biasa Beng San itu. Kita Hoa-san-pai hari ini berhutang budi kepadanya yang berhasil mencegah pertempuran. Kalau dia bisa membawa Kwee Sin kesini, budinya bertumpuk. Tapi….. dapatkah kiranya dia berhasil?”





“Meragukan sekali, Suhu,” kata Kwa Tin Siong, juga Liem Sian Hwa dan para murid Hoa-san-pai tidak percaya kalau Beng San akan berhasil membawa musuh besar itu ke Hoa-san. 

Akan tetapi tiba-tiba Kwa Hong berkata, suaranya nyaring dan matanya bersinar-sinar.


“Aku merasa yakin bahwa pada suatu hari dia akan datang bersama Kwee Sin kesini!” 

Semua mata memandangnya, terutama mata Kwa Tin Siong yang seakan-akan hendak menembus dada anaknya. Kwa Hong menjadi merah mukanya dan pergi tanpa pamit lagi.


**** 097 ****


Apa yang menyebabkan Beng San pergi dari Hoa-san-pai secara diam-diam, serentak tanpa pamit? Banyak hal yang menyebabkan dia terburu-buru itu. Ternyata selama di tempat pesta tadi dia telah mengalami hal-hal yang mengguncangkan hati dan membingungkan pikirannya. 

Mula-mula pertemuannya dengan teman Souw Kian Bi, pemuda tinggi tegap yang she Tan itu cukup hebat mengguncang perasaannya karena dia menduga keras bahwa orang itu adalah kakak kandungnya, Tan Beng Kui. Akan tetapi kenapa kalau benar pemuda itu kakak kandungnya, tidak mengenal dia dan malah tadi melihatnya lalu membuang ludah dengan amat menyolok dan menghina? Hal ini perlu penyelidikannya.

Hal ke dua adalah Thio Eng dan Bun Lim Kwi. Dia sudah berjanji kepada mendiang Bun Si Teng untuk mengamat-amati pemuda itu, sekarang dia dapat menduga bahwa Thio Eng tentu akan berusaha membunuh Lim Kwi. la tidak boleh membiarkan Lim Kwi terbunuh tanpa berbuat sesuatu. Apalagi kalau yang hendak membunuh itu Thio Eng, gadis yang….. ah yang dia suka dan yang dia kasihani nasibnya. Soal inipun memerlukan dia turun tangan dan mencarikan pemecahannya.

Hal ketiga yang mengguncangkan benar-benar hatinya adalah kemunculan nona baju merah she Cia tadi. Bukan, sama sekali bukan karena wajah yang cantik jelita melebihi semua wanita yang pernah dilihatnya, bukan karena bentuk tubuh dan tarian-tariannya. Sama sekali bukan! 

Akan tetapi ketika nona tadi mencabut sepasang pedang, pedang berkilau-kilauan seperti mengeluarkan api, sebuah panjang sebuah pendek, yang membuat matanya silau, adalah….. Liong-cu Siang-kiam yang dicuri orang dari tangan Lo-tong Souw Lee! Jadi gadis jelita inikah pencurinya? Berdebar tidak karuan hati Beng San kalau teringat akan hal ini. 

la harus merampas sepasang pedang itu dan….. kedua pipinya menjadi merah dan terasa mukanya panas kalau dia teringat akan pesan Lo-tong Souw Lee bahwa dia harus mencari pencuri pedang dan kalau pencuri itu seorang wanita, dia harus mengambilnya sebagai isteri! Dia mengambil istri nona Cia yang seperti bidadari tadi? 

“Hebat”

Hal keempat yang tidak kalah pentingnya adalah persoalan yang menyangkut diri Kwee Sin, jago termuda dari Kun-lun-pai itu. Memang harus diakui bahwa orang inilah yang menjadi biang keladi segala pertstiwa permusuhan itu. Dia merasa yakin bahwa jika dia dapat mengajak Kwee Sin ke Hoa-san-pai untuk mempertanggung-jawabkan semua tuduhan yang dijatuhkan kepadanya, segala permusuhan akan menjadi beres. 

la masih cukup percaya, melihat sikap Kwee Sin ketika datang ke Hoa-san-pai, bahwa jago itu masih mempunyai cukup sifat ksatria untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya atau setidaknya perbuatan yang diperkirakan orang kepadanya.

Empat hal inilah, dan keempatnya sama pentingnya, membuat Beng San tidak mau lama-lama membuang waktu di Hoa-san, biarpun di lubuk hatinya dia merasa berat juga harus meninggalkan Hoa-san….. eh, sesungguhnya, meninggalkan Kwa Hong begitu saja! 

la sudah merasa cukup berbahagia bahwa sedikit jerih payah usahanya yang diharapkan oleh Ciu Goan Ciang dan Tan Hok serta semua pejuang, yakni mencegah Kun-lun-pai dan Hoa-san-pai bertempur, untuk sementara ini mencapai hasil baik.


********






SELANJUTNYA»»

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)