RAJAWALI EMAS JILID 002

Ketika dua ekor burung rajawali putih itu melihat si rajawali emas, mereka kelihatan ketakutan, mengeluarkan suara merintih-rintih. Sebaliknya rajawali emas yang baru datang mengeluarkan suara melengking yang nyaring dan menyakitkan anak telinga, nampaknya marah sekali, kemudian tiba-tiba wajahnya bergerak ke depan, patuknya yang runcing agak melengkung itu begerak-gerak seperti bibir orang bicara, lehernya bergerak dan… Koai Atong mengeluarkan seruan heran, kaget, dan kagum. 

Dia adalah seorang ahli silat yang berpemandangan tajam, biarpun ia dalam urusan umum merupakan seorang yang tolol seperti kanak-kanak, akan tetapi dalam hal ilmu silat dia termasuk seorang ahli.

Namun gerakan rajawali emas tadi sama sekali tak dapat ia ikuti dengan pengelihatannya, tahu-tahu dua ekor rajawali putih tadi sudah roboh dengan kepala berlubang dan mati pada saat itu juga! Saking herannya Koai Atong sampai berdiri bengong dan melihat ke arah rajawali emas itu.



Rajawali emas itu berdiri dengan gagahnya, mengangkat dada, mengeluarkan suara tiga kali lalu menghampiri bangkai harimau yang menggeletak disitu. Kepalanya bergerak, paruhnya meyambar. 

“Cratt!”

Ketika paruhnya dicabut ternyata paruh itu telah menggigit sebuah benda merah yaitu jantung harimau tadi. Sekali telan lenyaplah jantung itu, kemudian ia menghampiri kijang dan seperti juga tadi, sekali paruhnya menyambar ia telah berhasil mengarnbil jantung kijang. Setelah itu ia mengambil dan makan jantung dua ekor rajawali putih itu seperti cara tadi. 

Koai Atong tak dapat menahan kekagumannya melihat gerakan ini. Ternyata paruh rajawali emas itu lebih hebat daripada sebatang pedang ditangan seorang ahli, Ahli pedang yang manapun juga kiranya takkan mungkin dapat meniru rajawali emas itu, sekali tusuk dapat mengambil jantung didalam dada binatang-binatang tadi.



“Hebat! Kim-tiauw-heng (Kakak Rajawali Emas) kau benar-benar lihai sekali!”



Sambil berkata demikian Koai Atong berjingkrak-jingkrak dan keluar dari tempat sembunyinya, menghampiri rajawali emas itu dan mengacung-acungkan ibu jari tangan kanannya.

“Sherrr!” 

Secepat kilat sayap kanan burung itu menyambar, didahului angin pukulan yang amat dahsyat ke arah tubuh Koai Atong.

“Heee…, jangan….!” 

Koai Atong berseru kaget dan cepat ia mengelak sambil merebahkan diri ke kanan, akan tetapi celaka baginya, gerakan sayap kanan burung itu temyata merupakan tipuan belaka karena yang bergerak sesungguhnya adalah sayap kirinya yang menyambar tanpa menerbitkan angin. 

Tak dapat dicegah lagi tubuh Koai Atong terpukul oleh sayap kiri, kekuatan pukulan ini hebat luar biasa sehingga tubuh Koai Atong mencelat dan menggelundung sampai lima meter jauhnya! Baiknya Koai Atong sudah memiliki ilmu tinggi dan ketika merasa bahwa ia tak dapat menghindarkan diri dari pukulan tadi, ia cepat mengerahkan Iwee-kang dan membiarkan tubuhnya didorong sampai bergulingan. 

la hanya merasa kepalanya agak pusing, tapi tidak terluka. Cepat ia bangun berdiri dan matanya membelalak lebar. Pukulan rajawali itu benar-benar membuatnya makin kagum dan terheran-heran lagi. Seorang ahli silat kelas tinggi belum tentu akan sanggup merobohkannya dalam satu jurus saja! Dan gerakan burung ini benar-benar mengandung gerak tipu silat yang luar biasa.

“Kim-tiauw-heng, apa kau hendak main-main denganku? Hemm, kalau kau mampu merobohkan lagi, benar-benar kau lihai dan aku mengangkatmu menjadi guruku!” 

la meloncat maju lagi ke depan burung itu yang memandang kepadanya, mata emasnya yang mengandung sinar mengejek dan menghina.



Koai Atong sekarang telah siap sedia untuk bertempur, maka begitu burung itu menyerangnya dengan gerakan seperti tadi, yang memukul dengan sayap kanan yang mengeluarkan angin menderu, ia tidak mengelak ke kanan dan selalu memperhatikan gerakan sayap kiri. 





Akan tetapi ternyata burung itu tidak mengubah gerakannya, seperti tadi sayap kirinya menyusul dengan tamparan yang tidak mengeluarkan angin, tamparan yang tadi membuat Koai Atong terguling-guling.

“Ha-ha-ha, tidak kena sekarang, kakak rajawali!” 

Koai Atong tertawa-tawa mengejek sambil mengelak cepat dari serangan sayap kiri berbahaya ini. Akan tetapi suara tertawanya segera disusul seruan kaget ketika mendadak burung itu menyambar ke depan dengan kedua kaki digerak-gerakkan seperti orang melakukan tendangan! 

Kedua kaki itu menendang bergantian, susul menyusul sehingga sukar diduga kaki mana yang sesungguhnya akan menyerang. Koai Atong tak dapat menghadapi serangan luar biasa ini dan sekali lagi tubuhnya mencelat dan terguling-guling, malah lebih jauh daripada tadi!

Dengan pipi agak membengkak dan mata terbelalak heran Koai Atong merayap bangun. Dalam pandangan matanya, burung itu seperti tersenyum mengejek dan mata burung itu seperti berseri-seri menertawakannya. Timbul marah dalam hatinya.

“Kau curang!, Kau licik! Aku masih belum kalah.” 

la melompat maju sambil memutar-mutar lengan kirinya kemudian ia memukul kearah sebatang pohon. Pohon itu segera roboh dalam keadaan layu!

Rajawali emas agaknya kaget melihat ini, mengeluarkan bunyi aneh lalu terbang keatas tetapi bukan untuk melarikan diri, melainkan dari atas ia menukik kebawah dan menyerang Koai Atong dengan dahsyatnya!



Tadi berhadapan di atas tanah saja sudah dua kali Koai Atong roboh dalam segebrakan saja, apalagi sekarang burung itu menyerangnya dari atas. Betapapun juga, Koai Atong seorang ahli silat yang sudah banyak menghadapi lawan-lawan lihai, tidak menjadi gugup atau takut. 

Tadi ia memukul roboh pohon untuk memamerkan kepandaiannya, sekarang melihat bahwa burung itu tidak takut kepadanya, ia segera memutar lengan kirinya dan. mendorong ke arah burung yang menyerangnya dari atas.

“Plakk!” 

Lengan tangannya bertemu dengan kaki burung yang bergerak seperti rnenangkisnya. Koai Atong terlempar oleh dorongan tenaga yang mujijat, sebaliknya burung itupun mencelat dan hinggap di atas tanah. Sekali lagi Koai Atong tertegun. 

Seorang ahli silat yang lihai sekalipun belum tentu akan dapat menangkis pukulan Jing-tok-ciang dari tangan kirinya dan agaknya burung itu sama sekal tidak terluka. Koai Atong makin penasaran. Masa ia kalah oleh seekor burung? Memalukan sekali! 

Sambil berseru marah ia menerjang maju, kali ini tanpa ragu-ragu lagi mengerahkan seluruh tenaganya menggunakan Ilmu Pukulan Jing-tok-ciang. Akan tetapi ia kecele, burung itu cerdik bukan main dan mengenal kelihaian pukulan lawan. Kali ini rajawali tidak mau menangkis, dan kedua kakinya dibantu pergerakan sepasang sayapnya bergerak kesana kemari mengelak. 

Bukan main gerakan kaki ini karena selain gesit, ringan, juga teratur langkah-langkah tertentu sehingga pukulan-pukulan Jing-tok-ciang itu satu kalipun tak pernah mengenai tubuhnya. 

Sebaliknya, setiap kali burung itu menghantam dengan sayapnya, tentu Koai Atong roboh terguling-guling. Kadang-kadang seperti seorang pemain bola yang ulung, kaki burung itu menendang dan membuat tubuh Koai Atong menggelinding seperti bola pula.

Marah sekali Koai Atong. Begitu dia marahnya sampai dia menangis berkaok-kaok sambil memaki-maki, persis tingkah laku seorang anak kecil nakal kalau kalah berkelahi. Sambil menangis dan memaki ia mengeluarkan senjatanya yang paling lihai, yaitu sebatang anak panah berwarna hijau. Inilah anak panah yang mengandung racun hijau yang bukan main lihainya. Lawan yang terkena tusukan anak panah ini tubuhnya akan diracuni oleh racun hijau dan jangan harap bisa hidup lagi. 

Dengan anak panah ditangan kanan Koai Atong maju lagi. Burung itu agaknya jerih melihat anak panah ini. la selalu mengelak dan sudah lewat puluhan jurus belum juga Koai Atong dapat mengenai tubuh lawannya, sebaliknya sudah lima kali ia terguling-guling oleh sambaran sayap burung. la diam-diam mengeluh karena andaikata tubuhnya tidak kebal dan andaikata sambaran sayap itu rnerupakan pukulan manusia yang mengandung Iwee-kang, tentu ia sudah mampus!



Alangkah malu kalau tak dapat membalas, pikirnya. Pikiran ini membuat ia nekat. Betapapun juga, pikiran seorang manusia biarpun berjiwa kanak-kanak agaknya masih lebih berakal daripada pikiran seekor burung. Ketika burung itu untuk kesekian kalinya menampar, Koai Atong sengaja menerima tamparan ini dan berbareng menggunakan anak panahnya memapaki sayap burung.

Hebat pukulan itu, membuat Koai Atong terlempar dan terbanting sampai matanya berkunang-kunang. Akan tetapi burung itu sendiri mengeluarkan suara kesakitan. Anak panah hijau itu telah menancap di sayap kirinya. la kebingungan, sayap kirinya menjadi lumpuh dan dengan paruhnya ia menggigit gagang anak panah, lalu dicabutnya. 

Dengan kemarahan berkobar burung itu menggunakan paruh dan kaki kanannya mencengkram dan… anak panah itu patah dan dilempar ke tanah. Sekarang burung itu marah sekali, mengeluarkan bunyi melengking tinggi.

Ia menggerak-gerakkan sayap hendak terbang, tetapi sayapnya yang kiri tak dapat digerakkan. Burung itu mematuk-matuk ke arah sayap kirinya. Ternyata bahwa ujung anak panah hijau masih tertinggal disayapnya itu. Ketika ia tadi mencabut anak panah, saking kuat gerakannya, anak panah itu patah pada ujungnya. 

Koai Atong juga marah karena pukulan terakhir itu membuat ia merasa sakit-sakit semua tubuhnya. la meniru suara burung itu, memekik-mekik juga malah lebih keras sambil memutar-mutar lengan kirinya, siap mengirim pukulan Jing-tok-ciang lagi karena sekarang senjatanya telah rusak. 

Sekali lagi Koai Atong memukul dengan Jing-tok-ciang dan sekali lagi burung itu walaupun sudah terluka, dapat mengelak menggunakan gerak kaki yang aneh sekali dan sebelum sempat memperbaiki kedudukannya Koai Atong sudah terdorong oleh pukulan sayap kanan lagi sampai terguling-guling.

Koai Atong bangun sambil menggoyang-goyang kepala keras-keras karena matanya makin berkunang.

Sekarang timbul akalnya. Setelah pusingnya hilang ia menyerang membabi-buta, mengeluarkan semua kepandaian yang pernah ia pelajari, akan tetapi semua serangannya ia tujukan dari arah kiri burung itu. 

Memang betapapun juga, akal Koai Atong lebih menang daripada akal binatang itu sehingga kali ini burung rajawali itu menjadi sibuk sekali mengelak tanpa dapat menyerang kembali karena sayap kirinya sudah terluka dan tak dapat digerakkan lagi. Agaknya hal ini membuat ia menjadi gentar. Sambil memekik-mekik burung itu lalu lari meninggalkan Koai Atong.

“Kau hendak lari kemana? Sebelum berlutut minta ampun mana aku mau melepaskan kau?” 

Koai Atong memaki-maki dan mengejar, akan tetapi larinya burung itu bukan main cepatnya! Seakan-akan kedua kakinya tidak menginjak tanah, padahal sayapnya yang kiri sudah tak dapat dipergunakan untuk terbang lagi. Apalagi kali ini agaknya pembawaan binatang itu mengatasi akal manusia, karena larinya menyusup-nyusup melalui semak belukar sehingga payahlah bagi Koai Atong untuk dapat mengikuti terus. 

Akhirnya ia tertinggal jauh dan sesampainya di tengah hutan yang lebat ia bingung karena tidak tahu harus mengejar kemana. Burung rajawali emas itu lenyap seperti ditelan bumi. 

Namun, orang seperti Koai Atong mana mau sudah begitu saja? la seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainan bagus, maka sambil memaki-maki dan marah-marah ia mencari terus.


********






Next»»

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)