RAJAWALI EMAS JILID 004

“Kalau suhumu datang dan minta kau meninggalkan aku, bagaimana?” Kwa Hong memancing.

Koai Atong menjadi bengong. Orang yang paling ditakuti di dunia ini hanyalah gurunya seorang, yaitu Ban-tok-sim (Hati Selaksa Racun) Giam Kong, hwesio dari Tibet yang amat terkenal sebagai tokoh dari Tibet, ahli Jing-tok-ciang. Mendengar pertanyaan Kwa Hong ini, ia menjadi bingung dan nampak gugup.

“Waah, kalau Suhu datang… sulit….!”

Kwa Hong cemberut, 
“Kalau kau lebih suka kepada suhumu, sudahlah, sekarang juga kau boleh tinggalkan aku!”

“Tidak… tidak begitu, Enci Hong. Mana bisa aku lebih suka kepada Suhu yang gundul dan galak? Aku lebih suka kepadamu tentu.”

Diam-diam geli juga hati Kwa Hong mendengar ucapan dan melihat sikap Koai Atong ini. 

“Nah, kalau kau memang suka kepadaku, kau tidak boleh membantah, harus menurut segala kata-kataku. Biarpun suhumu datang, kau harus berani menghadapinya dan selamanya kau tidak boleh meninggalkan aku, mengerti?”

Koai Atong mengangguk-angguk seperti ayam makan beras, 
“Mengerti… mengerti….”

“Kalau begitu baru baik dan aku suka menjadi temanmu. Sekarang soal kedua, mulai sekarang, kepada siapapun juga, kepada gurumu sekalipun, kau harus bilang bahwa aku ini adalah… adalah isterimu,”

Sepasang mata Koai Atong terbuka lebar sampai bundar, hidungnya kembang kempis dan mulutnya cengar-cengir seperti orang merasa nyeri dan ketakutan.

“Kau… kau adalah temanku yang baik yang kubela sampai mati… mana bisa is… isteri segala….?”

Kembali Kwa Hong cemberut marah. 
“Lagi-lagi kau mau membantah. Ah, Koai Atong, kalau belum apa-apa kau sudah membantah saja tidak mau menuruti kehendakku, sudahlah kau pergi, biar aku mati seorang diri disini!”

“Jangan… jangan usir aku, Enci Hong. Baiklah, kau isteriku. Biar kepada setan sekalipun aku akan bilang bahwa kau adalah isteriku. Nah, sudah senangkah hatimu?”

Kwa Hong mengangguk, kemudian dengan pandang mata jauh seperti orang melamun sedih, ia berkata lagi, 

“Mulai sekarang aku adalah isterimu dan kau… suamiku. Kelak kalau aku melahirkan anak kau harus bilang bahwa anak itu adalah anakmu.”



Wajah Koai Atong sampai menjadi pucat mendengar ini, mulutnya ternganga dan matanya terbelalak. Kiranya dia akan terus begini kalau saja tidak kebetulan sekali ada lalat terbang memasuki mulutnya, membuat ia mencak-mencak dan mau muntah.

“Kau mau menolak lagi? Mau membantah lagi?” 

Kwa Hong benar-benar jengkel kali ini. Koai Atong ketakutan dan cepat ia menjatuhkan diri duduk lagi setelah dengan terpaksa menelan lalat yang nekat itu.

“Tidak, Enci Hong. Aku tidak membantah. Baiklah, anak itu anakku… eh, mana anak itu? Apa engkau mau melahirkan anak, Enci Hong?”



Sekarang Kwa Hong tersenyum, tersenyum sedih. Orang seperti Koai Atong ini bodohnya jauh lebih baik dan murni hatinya daripada orang-orang yang tampan dan pandai. 





“Koai Atong, beberapa bulan lagi aku akan melahirkan anak dan ingat baik-baik, anak itu harus kau anggap, anakmu sendiri. Aku isterimu dan anak itu anakmu, mengerti?”

“Baik… baik… aku mengerti.”

“Andaikata gurumu sendiri datang dan marah, kau harus tetap mengakui aku isterimu dan anak itu anakmu, kau harus berani melawannya.”

“Tapi….”

“Apa tapi lagi? Ah, Koai Atong, jangan kau bikin aku kehabisan sabar dengan membantah.”

“Tidak membantah… tidak membantah, Enci Hong yang baik. Tapi Suhu lihai sekali… mana aku kuat melawannya? Kau dan aku akan tewas semua kalau melawannya.”



“Takut apa? Kepandaianmu tinggi, dan sedikit-sedikit akupun berkepandaian. Kita bisa melatih diri memperdalam ilmu, kalau kelak ada yang datang mengganggu, dengan kepandaian kita, masa kita harus takut?”

Akan tetapi Koai Atong ragu-ragu, menggeleng-geleng kepala. Biarpun dalam persoalan umum ia bodoh dan seperti anak kecil, namun dalam perkara ilmu silat ia jauh di atas Kwa Hong tingkatnya dan tahu bahwa melawan suhunya merupakan hal yang mustahil sekali. 

Tiba-tiba ia teringat dan seperti orang gila ia meloncat dan menari-nari, lalu ia merangkul burung rajawali emas yang mendekam di belakang Kwa Hong, burung itu kaget dan hendak menyerangnya, akan tetapi Kwa Hong membentak,



“Kim-tiauw, jangan serang dia!” Kemudian ia membentak Koai Atong.

“Apa-apaan kau ini, kegirangan tidak karuan?”

“Ada jalan… ada jalan baik Enci Hong, Kim-tiauw-heng ini, kita bisa belajar ilmu silat dari dia. Wah, dia lihai sekali, kiranya suhuku sendiri takkan mampu melawannya!”

“Kau gila! Mana ada burung lebih lihai ilmu silatnya dari gurumu? Sedangkan melawanmu saja ia sampai terluka sayap kirinya.”

Koai Atong tertawa geli, 
“Memang ia agak bodoh, tapi lihai bukan main. Kalau aku tidak sengaja mengakalinya, membiarkannya diriku dihantam lalu membarengi menusuk sayapnya dengan anak panah, mana aku bisa melukainya? Seratus kali aku menghantamnya, seratus kali luput dan setiap kali ia menyerangku, aku terguling-guling. Benar, gerakan-gerakannya adalah ilmu silat yang hebat, ilmu silat ajaib, ha-ha-ha!” 

Kemudian ia menghampiri burung itu dan berkata, 
“Enci Hong, kau lihat sendiri, ya? Aku akan menyerangnya dengan Jing-tok-ciang, ilmu pukulanku yang paling hebat. Tapi kalau dia nanti marah, kau harus menyabarkannya.” 

Setelah berkata demikian ia memutar-mutar lengan kirinya dan siap menyerang burung itu. Burung itupun cepat berdiri dan melirik ke arahnya dengan marah.



“Hati-hati Koai Atong. Pukulanmu itu hebat sekali, jangan kau bikin mati dia!” seru Kwa Hong yang sudah mengenal Jing-tok-ciang ini. Dia suka kepada burung yang bulunya seperti emas itu.

“Jangan kuatir, kau lihat saja.” 

Tiba-tiba Koai Atong memukul, dan terus memukul secara bertubi-tubi sampai lima kali. Akan tetapi benar saja, dengan gerakan aneh sekali tapi mudah dan ajaib, burung itu melangkah kesana kemari dan… semua serangan itu tidak mengenai sasaran. Kemudian, entah bagaimana caranya tahu-tahu sayap kanannya bergerak dan… Koai Atong terdorong sampai terguling-guling. Burung itu mengejar dan dengan marahnya hendak mencengkeram. Koai Atong berteriak-teriak minta tolong.

“Kim-tiauw, jangan serang dia!” bentak Kwa Hong sambil meloncat maju. 

Aneh, burung itu benar-benar tunduk kepada Kwa Hong. la membatalkan niatnya dan kelihatan girang ketika Kwa Hong merangkul lehernya.

“Hebat… kim-tiauw yang gagah. Kau benar-benar hebat….!” kata Kwa Hong yang sekarang percaya akan kelihaian burung itu.



Koai Atong merayap bangun dan pada jidatnya bertambah sebuah benjolan sebesar telur. la menyumpah-nyumpah tapi segera tertawa melihat wajah Kwa Hong berseri gembira.

“Ha-ha, kau tidak menangis lagi, Enci Hong. Baik, bagus, aku senang melihat kau gembira sekarang. Jangan kuatir, kalau aku sudah mempelajari ilmu silat burung kim-tiauw ini, biar ada lima orang selihai Suhu, aku tidak takut!”

Kwa Hong masih tidak mengerti bagaimana harus mempelajari ilmu silat dari seekor burung, akan tetapi melihat kesungguhan Koai Atong, ia percaya, maka ia menjadi girang sekali. 

Diam-diam ia mengambil keputusan untuk mempelajari segala ilmu silat dari Koai Atong, kalau mungkin melalui Koai Atong mempelajari gerakan yang ajaib dari burung itu. Kalau dia sudah memiliki kepandaian tinggi, hemmm, akan tercapai maksudnya menghukum mereka yang membuat hidupnya merana.


********




Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)