RAJAWALI EMAS JILID 028
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Beng San maklum bahwa tuan rumah hendak menjebaknya dengan perangkap seperti yang ia lihat hampir mencelakai Beng Kui tadi, akan tetapi ia tidak gentar dan dengan langkah tetap ia menghampiri Li Cu. Pada saat itu, Kiang Bi Hwa puteri Kiang Hun berjalan menghampiri Beng San dan bertanya dengan suaranya yang masih seperti suara anak kecil.
“Kaukah tadi yang menangis? Mengapa kau menangis begitu sedih?”
Beng San terkejut dan heran, lalu ia memaksa diri tersenyum namun senyumnya ini malah mendatangkan tarikan muka yang amat menyedihkan.
“Nona cilik, agaknya kau masih belum kehilangan perikemanusiaan seperti keadaan orang-orang di sekelilingmu. Nona, bolehkah kau memberi pinjam kipasmu ini sebentar kepadaku?”
Sambll berkata demikian Beng San menggerakkan tangan dan dengan halus sekali tahu-tahu kipas itu sudah berpindah tangan. Kiang Bi Hwa kaget tapi ia tersenyum dan berkata,
“Boleh, boleh, kau ambillah kipas itu.”
“Bi Hwa, mundur kaul” Ayahnya, Kiang Hun, membentak.
“Baik, Ayah. Tapi, jangan membunuh dia, ya? Kasihan sekali orang ini….”
Setelah berkata demikian, setengah berlari Kiang Bi Hwa mengundurkan diri. Sikap gadis ini berkesan dalam di hati Beng San dan ia mencatat di hatinya bahwa gadis ini adalah puteri Kiang Hun yang agaknya amat berbakti dan menyayang orang tuanya.
Kemudian ia melanjutkan langkahnya menghampiri tempat Li Cu dengan kipas indah itu di tangan. Li Cu memandang dengan mata terbelalak.
“Eh, Ho-hai Sam-ong yang masyhur nama besarnya itu kiranya hanya penjahat-penjahat kecil yang curang. Hayo kalian bebaskan Nona Cia dan kembalikan pedangnya, baru aku suka memandang muka nona cilik yang baik hati itu untuk menghabiskan urusan ini sampai disini saja. Sebaliknya kalau kalian berkeras, jangan kata bahwa aku orang muda tidak menghormati orang-orang tua yang menjadi tuan rumah.”
Kiang Hun tak dapat menahan kemarahannya lagi. Tambang yang panjang dan besar ditangannya itu digerakkan dan seperti seekor ular, tambang itu menyambar ke arah tubuh Beng San.
Pemuda ini dengan tenangnya melompat ke atas sehingga tambang itu lewat di bawah kakinya. Tapi tambang itu terayun terus datang kembali menyapu dan demikianlah berulang-ulang tambang itu terayun-ayun berputaran di sekeliling tubuh Beng San.
Pemuda ini masih enak saja berloncatan sehingga kelihatan indah dan lucu, seperti anak bermain “loncat tali” (uding), Kalau tambang itu terlalu tinggi lewatnya, ia tidak meloncat melainkan merendahkan diri sehingga tambang itu lewat di atas kepala, akan tetapi kalau menyambar agak rendah, ia meloncat dengan tenang dan enak. Benar-benar seperti anak main-main.
Melihat adiknya sudah turun tangan, Lui Cai lalu berseru keras dan dayung bajanya juga menyambar-nyambar, diikuti oleh Thio Ek Sui yang tidak mau ketinggalan dan menggerakkan ruyungnya yang dahsyat. Kini sekaligus Beng San menghadapi Ho-hai Sam-ong, dikeroyok tiga.
Cia Li Cu tadi sudah merasai kelihaian tiga orang kepala bajak ini, maka sekarang melihat Beng San yang bertangan kosong, hanya memegang kipas itu dlkeroyok tiga, diam-diam ia merasa ngeri juga. Namun Beng san tetap enak saja, malah menyindir,
“Waduh, Ho-hai Sam-ong hebat benar. Senjatanya dahsyat dan sekaligus maju mengeroyok bertiga!”
Panas juga hati Lui Cai mendengar ini. Ho-hai Sam-ong terkenal sebagai tokoh-tokoh besar di dunia selatan, malah kalau dibandingkan dengan nama besar Hek-hwa Kui-bo, kiranya tidak kalah terkenal. Bagaimana boleh dipandang ringan begitu saja oleh seorang pemuda yang masih hijau?
“Keparat sombong! Kalau memang berkepandaian, keluarkan senjatamu dan cobalah kau lawan kami!” bentaknya.
Inilah maksud Beng San. Membakar-bakar agar hati lawannya panas. Ia menambahkan,
“Senjata? Untuk melawan kalian mengapa ribut mencari senjata? Nona cilik yang baik hati sudah meminjamkan senjata untukku!”
Ia mengangkat kipas itu tinggi sambil meloncat dan menghindarkan diri dari sabetan tambang dan sambaran ruyung.
Tentu saja makin panas perut tiga orang itu. Mereka hendak dilawan dengan senjata sebuah kipas permainan belaka? Benar-benar keterlaluan bocah ini.
“Sombong kau! Jie-sute dan Sam-sute, kita bunuh tikus sombong ini!” bentak Lui Cai.
Dua orang adiknya juga sudah marah, terutama sekali Kiang Hun karena senjata tambangnya yang hebat dan setiap kali bergerak biasanya tentu mengalahkan lawan itu sekarang hanya dianggap sebagai tali permainan loncat-loncatan saja oleh pemuda itu!
“Mampus kau, keparat!”
Thio Ek Si Cucut Mata Merah membentak, ruyungnya menyambar hebat sekali dan sekaligus melakukan empat kali serangan kearah empat jalan darah yang membinasakan di tubuh Beng San.
“Tak-tak-tak-tak!”
Dan empat kali ruyungnya ditangkis oleh kipas! Terbelalak mata yang sipit merah itu. Bagaimana mungkin ini? Ruyungnya yang sedikitnya ada lima puluh kati beratnya, ditangkis dengan kipas? Biarpun gagangnya dari gading, kipas tetap kipas alat permainan yang kecil saja. Tapi benar-benar ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, kipas itu sama sekali tidak robek dan patah, malah tangan kanannya terasa sakit-sakit tulangnya seakan-akan ia tadi telah menghantam benda baja dengan ruyungnya.
Pertempuran itu hebat bukan main. Tiga orang kepala bajak itu benar-benar memiliki kepandaian tinggi dan hal ini harus diakui oleh Beng San. Pantas saja Li Cu tidak berdaya menghadapi tiga orang ini. Ternyata masing-masing memiliki kepandaian istimewa dan amat tinggi. Baiknya di dalam dirinya terdapat dua aliran tenaga Im dan Yang, dan tenaga-tenaga ini sudah mendarah daging di tubuhnya maka ia dapat menghadapi tenaga lawan yang bagaimanapun juga.
Mengenai tenaga, boleh dibilang ia berada di tingkat yang jauh lebih tinggi daripada tiga orang lawannya. Tapi ilmu serangan tiga orang itu benar-benar dahsyat sekali sehingga hanya dengan ilmu silatnya Im-yang-sin-kun saja ia mampu melindungi dirinya. Dan kipas kecil itu ternyata banyak sekali kegunaannya, karena kadang-kadang untuk membalas lawannya, ia dapat mempergunakannya sebagai senjata pedang dengan gerakan Ilmu Silat Im-yang Sin-kiam-sut yang belum ada bandingnya di kolong langit ini.
Tiga orang itu mengeroyok dengan gerakan cepat dan tenaga dahsyat sehingga ruangan itu penuh dengan suara bersiutan dan angin pukulan menyambar ganas.

Tubuh tiga orang itu sampai lenyap terbungkus gulungan senjata masing-masing. Akan tetapi anehnya, tubuh Beng San masih kelihatan, malah gerakannya kelihatan amat lambat dan seenaknya. Dilihat oleh mata bukan ahli silat, pemuda ini seperti sedang bertari kipas dihias gulungan sinar yang tiga macam di sekeliling tubuhnya!
Cia Li Cu yang menonton pertandingan itu sampai terbelalak dan ternganga saking heran dan kagumnya. Ia memang pernah menyaksikan kelihaian Beng San, akan tetapi baru sekarang ia betul-betul tunduk dan harus mengakui bahwa apa yang dikatakan ayahnya dahulu itu betul adanya, yaitu bahwa pemuda ini benar-benar hebat dan dalam hal kepandaian masih melebihi ayahnya sendiri.
Juga dua orang teman Beng Kui, Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin, memandang dengan penuh kekaguman dan gatal-gatal tangan mereka hendak menguji kepandaian sendiri dengan pemuda yang lihai itu.
Hek-kwa Kui-bo dan muridnya yang sudah merasai kelihaian Beng San, duduk saja tidak berani turun tangan, hanya mengharapkan supaya pemuda itu roboh di tangan Ho-hai Sam-ong.
Dilain pihak, Beng Kui memandang dengan mata tajam. Ia mendongkol bukan main terhadap Beng San yang dianggapnya selalu merintangi perjuangannya dan merusak suasana. Yang paling lucu sikapnya adalah Kiang Bi Hwa, puteri dari Kiang Hun. Gadis cilik ini semenjak kecil memang tidak boleh belajar silat oleh ayahnya, maka sekarang menyaksikan pertempuran itu ia bertepuk-tepuk tangan gembira.
“Bagus benar….! Lucu dan bagus tarianmu itu, kakak yang baik! Kau harus ajarkan aku tari kipas itu!”‘
Mau tidak mau Beng San tersenyum mendengar ini. Dikeroyok sedemikian hebatnya ia masih sempat. tersenyum-senyum, malah menoleh ke arah Kiang Bi Hwa sambil berkata,
“Nona cilik, kau benar-benar seperti bunga teratai diantara lumpur kotor!”
Memang Beng San kagum bukan main. Nona itu begitu polos, begitu jujur dan bersih seperti bunga teratai, namun terpaksa hidup diantara orang-orang jahat seperti lumpur itu.
Pertempuran berjalan makin lama makin seru dan akhirnya setelah lewat seratus jurus lebih, saking sering bertemu dengan tenaga Beng San yang dahsyat, makin lama tiga orang itu makin lelah. Permainan mereka makin kendor sehingga kini mulailah mereka kelihatan bayangannya dan pada muka masing-masing telah penuh dengan keringat.
Dilain pihak, Beng San masih enak-enak dan tenang-tenang saja mainkan kipasnya menangkis sambil meloncat kesana kemari dan kadang-kadang membuat lawan repot dengan serangan-serangan balasannya dengan jurus Im-yang Sin-kiam-sut.
Kalau dia sudah menyerang begini, ujung gagang kipas dari gading itu bisa tahu-tahu sudah berada di depan tenggorokan, mata, pusar, ulu hati atau lambung seorang lawan yang tentu saja setelah berhasil menyelamatkan diri mengeluarkan keringat dingin saking ngerinya. Serangan pemuda itu tidak dapat diketahui lebih dulu, benar-benar berbahaya sekali.
“Kupikir, kalau tidak sekarang kita memperlihatkan setia kawan kepada mereka, tunggu kapan lagi? Urusan dengan orang gila itu hanyalah urusan pribadi, sedangkan hubungan kita dengan mereka adalah urusan negara. Mana lebih penting? Bagaimanakah pendapat Ji-wi?”
Koai-sin-kiam Oh Tojin dan Lu Khek Jin memang sudah “gatal tangan” sejak tadi melihat kehebatan Beng San mempermainkan tiga orang pengeroyoknya itu. Akan tetapi mereka masih ragu-ragu untuk membantu karena bukankah pemuda lihai itu adik kandung Beng Kui sendiri?
Sekarang Beng Kui telah mengeluarkan pernyataan demikian, lenyaplah keraguan mereka. Bayangan yang gesit berkelebat didahului sinar terang, inilah gerakan Koai-sin-kiam Oh Tojin dengan memutar pedang yang entah kapan telah dicabutnya, Lu Khek Jin dengan tenang juga mencabut pedang dan menghampiri pertempuran.
“Orang muda, kau sombong sekali mengacaukan tempat tinggal Ho-hai Sam-ong. Terimalah serangan Koai-sin-kiam!” bentak Oh Tojin dan sekaligus pedangnya telah melakukan lima kali serangan bertubi-tubi dengan gerakan yang aneh.
Tapi dengan heran dan penasaran sekali Oh Tojin hanya menusuk angin belaka, seolah-olah Beng San sudah tahu lebih dahulu akan perubahan-perubahan dari jurus-jurus yang dimainkannya. Sebaliknya Lu Khek Jin seorang bekas jenderal perang, mainkan pedangnya dengan gerakan-gerakan mematikan dan bertenaga, disertai bentakan-bentakan.
Diam-diam Beng San kagum akan sifat ilmu pedang yang dimainkan oleh Lu Khek Jin, karena biarpun tidak sangat tinggi, tapi gerakan-gerakannya jujur tanpa berisi gerak tipu, melainkan secara langsung menyerang mengandalkan tenaga dan kecepatan. Gerakan orang seperti ini berbahaya, maka cepat ia mengelak dengan penggeseran kaki yang sekaligus merubah kedudukannya. Dalam detik-detik selanjutnya Beng San sudah dikeroyok lima orang!
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI