RAJAWALI EMAS JILID 032
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Aku telah berdosa besar kepada Kwa Hong, aku telah merusak hidupnya. Dan aku lebih berdosa lagi kepada isteriku yang belum tahu akan hal itu. Seharusnya dahulu aku mengaku di depan Bi Goat, tapi aku pengecut… aku takut kehilangan dia, jadi aku seakan-akan menipunya. Ah, dosaku bertumpuk-tumpuk, Nona Cia. Sudah sepatutnya kalau orang semulia engkau membenciku, menganggap rendah kepadaku seperti dikatakan oleh suhengmu itu….” Demikian Beng San menutup ceritanya.
Li Cu sejak tadi mendengarkan dengan mata terbelalak dan muka sebentar pucat sebentar merah. Entah mengapa dia sendiri tidak tahu, mendengar akan penuturan Beng San tentang pengalaman dengan beberapa orang gadis cantik ini, dadanya terasa panas dan ingin sekali ia marah-marah! Ingin sekali ia menampar muka Beng San. Tapi juga ingin sekali ia menangis!
“Kau… kau… laki-laki mata keranjang!” makinya dengan suara serak sambil berdiri dan berlari pergi dari tempat itu.
“Nona Cia….! Ini pedangmu, bawalah….!”
Beng San juga berdiri dan sekali ia meloncat, ia telah berada di depan Li Cu, pedang pendek Liong-cu-kiam telah ia cabut dan ia angsurkan kepada gadis itu. Herannya bukan main ketika ia melihat muka yang jelita itu basah oleh air mata yang bercucuran.
Li Cu menggunakan tangan kiri mengusapi air matanya, tanpa mengeluarkan kata-kata dan tanpa memandangi muka Beng San ia menyambar pedang itu lalu berlari pergi lagi. Isaknya terdengar memilukan ketika tubuhnya berkelebat di depan Beng San. Pemuda ini berdiri bengong memandang ke arah tubuh berpakaian merah yang berlari cepat itu. Berkali-kali ia menarik napas panjang dan seperti patung ia memandang ke depan sampai bayangan merah itu lenyap ditelan kejauhan.
“Ha-ha-ha-ha, puteri Bu-tek Kiam-ong itu cinta kepadamu, Adikku!” tiba-tiba suara itu terdengar di belakang. Beng San kaget sekali, cepat berputar dan… ia berhadapan dengan seorang laki-laki bertubuh raksasa yang gagah sekali dan yang berdiri sambil tersenyum lebar dan bertolak pinggang.
“Twako….!” Beng San berseru girang dan maju merangkul laki-laki gagah perkasa itu.
“Ha-ha-ha, Beng San adikku. Dimana-mana kau selalu menghadapi keruwetan dengan wanita. Ah, kau bikin aku mengiri saja.”
“Tan-twako, jangan menggoda aku. Bagaimana keadaanmu? Kemana saja selama ini kau pergi?”
Beng San menjadi gembira kembali setelah bertemu dengan laki-laki tinggi besar itu. Siapakah dia? Bukan seorang biasa, melainkan seorang bekas pejuang yang sudah terkenal namanya sebagai pemimpin dari perkumpulan Pek-lian-pai yang banyak jasanya dalam perjuangan menumbangkan kekuasaan pemerintah Mongol.
Namanya adalah Tan Hok dan semenjak dahulu menjadi sahabat baik Beng San, malah Tan Hok menganggap Beng San sebagai adik angkatnya sendiri (baca kisah Raja Pedang). Tan Hok juga seorang gagah yang memiliki ilmu silat tinggi. Sebetulnya yang membuat ia amat dikagumi Beng San bukanlah ilmu silatnya, melainkan jiwa kepatriotannya yang luar biasa besarnya.
Dalam hal perjuangan, Tan Hok tak dapat disamakan dengan orang seperti Beng Kui yang berjuang karena ada pamrih memetik buah dari hasil perjuangannya itu untuk keperluan dan kesenangan diri pribadi. Perjuangan yang dilakukan Tan Hok dengan perkumpulan rahasianya adalah perjuangan suci tanpa pamrih. Kalaupun ada pamrih, maka pamrih itu hanya ingin melihat rakyatnya terbebas daripada belenggu penjajahan. Jadi pamrihnya bukan untuk kepentingan diri pribadi, melainkan demi kesejahteraan rakyat.
Oleh karena inilah setelah pemerintah Mongol tumbang, Tan Hok dan teman-temannya tidak termasuk bekas-bekas pejuang yang ikut gontok-gontokan untuk memperebutkan kedudukan dan kemuliaan di kota raja!
“Tan-twako, kau hendak pergi kemanakah?”
Kembali Beng San bertanya, untuk sejenak ia lupa akan penderitaan batin yang sedang mengamuk di hatinya ketika bertemu dengan orang yang amat disayangnya ini.
“San-te (Adik San), sebetulnya tidak sengaja aku dapat bertemu dengan kau disini. Pagi tadi aku melihat kau naik kuda sambil memangku seorang nona yang tampaknya sakit atau pingsan. Tadinya aku curiga melihat keadaan Nona itu maka aku tidak menegurmu dan diam-diam mengikutimu. Maafkan kecurigaanku ini. Kemudian aku melihat bahwa dia adalah Nona Cia Li Cu puteri Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan.”
Tan Hok berhenti sebentar, kemudian dengan muka sungguh-sungguh ia berkata lagi,
“San-te, sebetulnya pertemuan ini amat menggembirakan hatiku dan kebetulan sekali. Andaikata kita tidak bertemu disini, agaknya akupun akan mencarimu di Min-san untuk minta bantuanmu.”
Girang hati Beng San bahwa teman baiknya ini tidak melanjutkan bicaranya tentang Li Cu. Ia sudah merasa malu sekali kalau orang bicara tentang gadis-gadis yang pernah membuat hidupnya kacau-balau. Dengan penuh gairah ia lalu berkata,
“Katakanlah, Twako. Apakah urusan yang mengganggumu? Tentu adikmu ini dengan hati lapang siap sedia membantumu.”
“Kalau hanya menghadapi urusan pribadi, mana aku berani mengganggumu, Adik Beng San? Hanya ada satu macam urusan yang memaksaku minta bantuan siapapun juga.”
“Urusan negara?” Beng San menduga, tahu akan watak laki-laki raksasa itu.
Tan Hok mengangguk.
“Patriot-patriot palsu itu benar-benar menjemukan. Mereka kini mengacau dan berusaha merampas kedudukan Kaisar Thai Cu, merasa bahwa mereka lebih berhak daripada bekas pahlawan Giu Goan Ciang. Hemm, benar-benar tidak ubahnya dengan anjing-anjing yang memperebutkan bangkai srigala yang tadinya mereka keroyok!”
“Aku sudah mendengar juga tentang itu, Twako. Malah sudah bertemu dengan Ho-hai Sam-ong yang bersekongkol dengan Raja Muda Lu Siauw Ong. Aku mendengar tentang rencana mereka yang akan bergerak dari luar dan dari dalam.”

“Bagus!”
Tan Hok melompat bangun, lalu duduk kembali di atas akar pohon.
“Jadi mereka sudah bersekongkol pula? Lebih mudah kalau begitu untuk sekaligus menghancurkan mereka. Adikku, karena inilah maka aku minta bantuanmu. Aku dan teman-temanku dari Pek-lian-pai sudah siap dan malah Kaisar telah memberi pula bantuan pasukan untuk merampas para pemberontak tak tahu malu itu. Sin-te, dengan kau di sampingku, aku akan merasa kuat untuk menghadapi mereka yang tak boleh dipandang ringan itu. Dan…perlu kuberitahukan kepadamu, yang kau sebut Lu Siauw Ong tadi, dia itu adalah mertua dari kakak kandungmu Tang Beng Kui. Jadi… kalau kau membantuku, kau tentu akan berhadapan dengan Tan Beng Kui sebagai musuh!”
Beng San mengangguk.
“Hal itupun aku sudah tahu, Twako.”
Kemudian secara singkat Beng San menuturkan pertemuannya dengan kakak kandungnya itu di rumah Ho-hai Sam-ong. Hanya soai Li Cu tidak ia ceritakan.
Tan Hok senang mendengar ini.
“Kalau begitu, mari kau ikut denganku. Kita akan bergerak dari utara, membersihkan pemberontak-pemberontak yang datang dari sana. Ho-hai Sam-ong takkan berani sembarangan bergerak kalau komplotan-komplotannya dari utara belum kuat benar membantunya.”
“Aku bersedia membantumu, Twako. Hanya saja… aku masih belum tahu pasti, belum yakin akan tujuan pergerakanmu sekarang ini. Orang-orang itu saling memperebutkan kedudukan dan semua yang kudengar menyatakan bahwa Kaisar sekarang ini, bekas pemimpin pejuang Ciu Goan Ciang adalah seorang yang tidak adil. Sekarang ternyata kau membantu Kaisar, apakah menurut pendapatmu Kaisar Thai Cu yang betul dan mereka yang tidak puas itu salah?”
“Adikku Beng San, kau tidak mengerti tentang keadaan negara, memang hal ini tidak aneh karena kau tidak mempedulikannya. Akan tetapi aku yang selalu mengikuti perkembangannya, dapat melihat dengan nyata. Dengarlah kata-kataku ini, Adikku. Sudah jelas bahwa dalam perjuangan menumbangkan kekuasaan Mongol, pemimpin besar Ciu Goan Ciang membuktikan bahwa dialah seorang pemimpin yang pandai dan hanya dia yang akan dapat memimpin rakyat dan memajukan negara yang baru saja terbebas dari belenggu penjajahan. Andaikata bukan Ciu Goan Ciang yang dalam perjuangan dapat menyatukan semua unsur kekuatan rakyat, mana perjuangan melawan Mongol bisa tercapai?”
Tan Hok berhenti sebentar untuk meredakan gelora dalam dadanya, lalu disambungnya perlahan dan tenang,
“Bahaya yang mengancam keadaan negara masih belum lenyap. Bangsa Mongol yang melarikan diri keutara setiap waktu tentu hendak mencoba merampas kembali tanah jajahannya. Belum lagi bangsa-bangsa lain yang hendak mengambil keuntungan dari keadaan kacau-balau sehabis perang. Kita semua membutuhkan bimbingan seorang yang kuat lahir batin, sedangkan perjuangan membuktikan bahwa hanya Ciu Goan Ciang yang mempunyai kemampuan untuk tugas berat itu. Pengangkatan dirinya sebagai Kaisar sudah disetujui oleh semua pemimpin para pejuang.” Kembali ia berhenti.
Akan tetapi Beng San mengemukakan pendapatnya.
“Mengapa kalau begitu, masih banyak orang merasa kurang puas dan menganggap dia kurang adil karena tidak memberi kedudukan kepada para bekas pejuang?”
“Memang kalau menurutkan pendapat setiap orang yang selalu mementingkan dirinya sendiri, di dunia ini tidak akan pernah ada keadilan. Mana bisa timbul keadilan kalau semua orang menghendaki bahwa yang enak-enak dan yang baik-baik itu seyogianya diberikan kepadanya saja? Soal kedudukan bukanlah hal semudah orang bicarakan. Tentu saja Kaisar harus memilih orang dengan hati-hati untuk didudukkan atas suatu pangkat, disesuaikan dengan kecakapan orang itu. Bagaimana nanti jadinya kalau seorang bekas kepala perampok diangkat menjadi menteri yang mengurus kekayaan negara? Bagaimana akan jadinya kalau seorang yang hampir tak pandai menulis diangkat menjadi menteri kebudayaan? Seorang yang buta akan urusan pemerintah diangkat menjadi menteri urusan negara? Tentu akan menjadi makin kacau kalau hal-hal semacam itu dilakukan hanya untuk memenuhi pamrih bekas-bekas pejuang yang menganggap diri sendiri paling berjasa itu.” Kembali Tan Hok bicara penuh semangat.
“Kalau begitu, menurut anggapan Twako, Kaisar Thai Cu atau bekas pejuang Ciu Goan Ciang itu adalah seorang yang sempurna dan semua rakyat harus saja mentaati apa yang ia kehendaki?”
Tan Hok tertawa.
“Adikku. Tidak ada seorang manusia yang sempurna sama sekali di dunia ini! Para dewa sekalipun masih belum sempurna karena masih tak luput dari kesalahan. Tentu saja Kaisar tidak terkecuali. Aku takkan membantah kalau ada orang yang dapat mengemukakan kesalahan-kesalahan, cacad-cacad atau kekurangan-kekurangan Kaisar. Setiap manusia sudah pasti mempunyai kekurangan-kekurangan dan cacad-cacadnya, Akan tetapi dalam hal kenegaraan, adalah keliru kalau menilai kedudukan seseorang dari tabiat pribadinya. Seharusnya dilihat pelaksanaan dari tugasnya, hasil dari pekerjaannya, dan kemampuan dari dirinya. Kiraku tidak ada orang yang lebih pandai dan lebih bijaksana dan lebih tepat untuk menduduki singgasana daripada Kaisar yang sekarang ini. Oleh karena mengingat bahwa dia adalah pusat dari kekuatan kerajaan yang baru, pusat dari pemerintahan sesudah kaum penjajah jatuh, maka sudah seharusnyalah kalau kita mendukung dan membantunya. Bukan semata-mata membela pribadi Ciu Goan Ciang yang sekarang sudah menjadi Kaisar Thai Cu, melainkan mendukung dan membela pemimpin dari bangsa kita. Kalau tidak kita bela, lalu pimpinan terjatuh ke dalam tangan orang yang tidak bijaksana, tidak mampu, apalagi yang jahat seperti bekas-bekas kepala rampok macam Ho-hai Sam-ong, ah, akan bagaimanakah jadinya dengan negara kita?”
Setelah mendengarkan penjelasan dan penuturan Tan Hok secara panjang lebar, akhirnya Tan Beng San menyatakan suka ikut dan membantu Tan Hok untuk menggempur dan menghalau para pemberontak yang hendak mendatangkan kekacauan itu.
Hal ini bukan semata-mata karena bangkitnya semangat oleh uraian Tan Hok, melainkan untuk melupakan atau menghibur kehancuran hatinya. Ia merasa malu untuk pulang ke Min-san, untuk berhadapan muka dengan Bi Goat, isterinya yang tercinta itu.
Memang kadang-kadang hatinya penuh rindu, perasaannya hancur kalau ia teringat betapa Bi Goat sudah mengandung ketika ia tinggalkan ke Hoa-san. Sudah mengandung beberapa bulan. Inilah sebabnya mengapa ia melarang ketika Bi Goat menyatakan keinginan hatinya hendak ikut pergi dengan suaminya itu ke Hoa-san.
********
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI