RAJAWALI EMAS JILID 041

Kembali ayah dan anak berpandangan, bertentangan mengadu kekuatan kemauan yang sama kerasnya. 

“Aku mendengar ejekan si bangsat Beng Kui….” kata Cia Hui Gan, suaranya perlahan penuh penyesalan, “bahwa anakku tergila-gila kepada seorang laki-laki pengrusak wanita! Bahwa Beng San ini sudah merusak penghidupan seorang gadis murid Hoa-san-pai yang ditinggalkannya untuk menikah dengan anak Song-bun-kwi. Sekarang agaknya ia menjadi sebab kematian isterinya itu dan dia sekarang menempel engkau!”

“Ayah….! Semua itu bohong belaka! Semua itu terjadi bukan karena kesalahan Beng San. Tentang aku…, bukan dia yang menempel, melainkan aku sendiri yang tidak dapat berpisah lagi daripadanya.”

Bergerak-gerak alis mata Cia Hui Gan. 
“Hemm, pendapat seorang bocah masih hijau! Cintamu mudah berubah dan berganti-ganti. Orang ini lebih baik mati daripada merusak hidupmu!” 

Dengan pedang yang tinggal sepotong itu Cia Hui Gan melompat ke depan dan menyerang Beng San lagi.

“Ayah, kalau kau hendak membunuhnya, kau boleh melihat anakmu menggeletak tanpa nyawa lebih dulu!” 

Li Cu berseru keras dan cepat ia menyambar Liong-cu-kiam dari atas tanah, langsung ia bacokkan ke lehernya sendiri!

“Anak gila….!” 

Pedang buntung di tangan Cia Hui Gan terlepas meluncur ke arah Li Cu dan menghantam Liong-cu-kiam di tangan gadis itu. Hebat sekali sambitan ini yang merupakan kepandaian istimewa dari Si Raja Pedang, sehingga Li Cu sendiri tidak sanggup mempertahankan pedangnya yang runtuh terlepas dari tangannya. Gadis ini menangis dan menutupi mukanya.

“Ayah…, kau boleh bunuh dia… tapi akupun tidak sudi lagi hidup di dunia ini….” tangisnya.

Cia Hui Gan menarik napas panjang. Ia amat sayang kepada puteri tunggalnya ini. Ia hidup hanya berdua dengan puterinya karena ibu Li Cu sudah sejak dahulu meninggal dunia. Bagaimana ia dapat merelakan anaknya mati? Tadipun ia hanya ingin menyelami hati Li Cu sampai dimana perasaan yang dianggapnya cinta kasih oleh anaknya itu terhadap Beng San. 

Kakek ini maklum betapa sakit dan hancurnya hati Li Cu karena sikap dan perlakuan Beng Kui kepadanya. Dan kakek ini maklum pula bahwa biarpun di mulutnya tidak pernah menyatakan sesuatu, namun di dalam hatinya gadisnya itu tentu menaruh penyesalan kepada ayahnya sendiri, karena sesungguhnya dialah yang dahulu menjodohkan anaknya itu dengan Beng Kui. 

Beng Kui adalah pemuda pilihan Cia Hui Gan untuk anaknya yang hanya mentaati kehendak ayah. Setelah pilihan itu ternyata keliru, sekarang anaknya mencari pilihan hatinya sendiri, bagaimana dia tega untuk menghalanginya? 

Sebetulnya, sejak dahulu ketika untuk pertama kali bertemu dengan Beng San (baca Raja Pedang), memang Cia Hui Gan menaruh rasa simpati yang besar terhadap pemuda ini dan diam-diam ia mengakui bahwa Beng San sebetulnya lebih cocok untuk menjadi jodoh puterinya. Akan tetapi sekarang pemuda itu selain sudah menjadi duda yang ditinggali anak, juga keadaannya tidak normal lagi, kehilangan ingatan dan lupa akan kepandaiannya sama sekali!

“Kau memang bandel….” akhirnya ia berkata. “Baiklah kalau kau memang sudah yakin akan cinta kasihmu kepada Beng San, akan tetapi kelak jangan kau salahkan ayahmu kalau kau kecewa.”

“Ayah… terima kasih, Ayah….” Li Cu menubruk dan merangkul ayahnya sambil menangis.

“Sudahlah, kita harus segera pergi dari sini, tak boleh mengacau di tempat orang lain. Hemm, bocah itu hanya akan memancing datangnya banyak musuh ke Thai-san….”

Li Cu tidak memberi komentar apa-apa atas ucapan ayahnya ini, melainkan dengan girang ia lalu menggandeng tangan Beng San sambil menariknya dan berkata,

“Beng San, hayo kau ikut aku ke Thai-san.”

“Bi Goat, kenapa kita ke Thai-san?” Beng San bertanya seperti orang bingung.





“Mulai sekarang kita akan tinggal disana, kau ikutlah saja dengan aku dan jangan banyak bertanya.”

Beng San mengangguk-angguk. 
“Baiklah…baiklah, kita ke Thai-san…aku menurut dan takkan membantah asal selalu berada di dekatmu.”

Melihat dan mendengar ini Cia Hui Gan menggeleng kepalanya dan diam-diam ia berdoa kepada Tuhan semoga keputusan yang diambil oleh anaknya itu tidak keliru dan tidak akan merusak penghidupan anaknya dikelak kemudian hari.

Dalam perjalanan menuju ke Thai-san itu, atas pertanyaan Li Cu, Cia Hui Gan menceritakan apa yang telah terjadi di kota raja. Seperti telah diceritakan di bagian depan, orang-orang gagah berusaha untuk menggagalkan rencana jahat yang diatur oleh Pangeran Lu Siauw-Ong dan Ho-hai Sam-ong. 

Diantara mereka itu terdapat Cia Hui Gan dan anaknyai Li Cu sendiri pergi menyusul rombongan Kaisar untuk melindunginya, adapun Cia Hui Gan pergi ke kota raja untuk menghukum muridnya yang murtad dan durhaka. 

Telah dituturkan di bagian depan betapa Kaisar telah terhindar dari malapetaka pencegatan Ho-hai Sam-ong dan anak buahnya dan teman-temannya. Sebagian besar adalah jasa Beng San yang lebih dahulu secara sembunyi telah menjumpai Kaisar di tengah perjalanan dan mengajukan usul agar supaya Kaisar diam-diam kembali ke kota Raja, dan menyuruh orang lain menggantikan Kaisar di dalam joli, Seperti telah kita ketahui, Ho-Hai Sam-ong tertipu dan usaha mereka tidak saja hancur berantakan, malah mereka tewas.

Adapun Cia Hui Gan yang mencari muridnya, Tan Beng Kui di kota saja, datang dalam saat yang kebetulan pula. Pemberontakan telah pecah, terjadi penyerbuan para pemberontak ke dalam istana. 

Akan tetapi, alangkah kaget hati mereka ketika tiba-tiba, tidak saja muncul para pengawal yang serba lengkap dan kuat, juga muncul banyak sekali anggota Pek-lian-pai di bawah pimpinan Tan-Hok yang gagah perkasa. Lebih hebat lagi kekagetan para pemberontak ketika tiba-tiba muncul pula Kaisar sendiri yang memimpin tentaranya untuk menghancurkan barisan pemberontak yang menyerbu. 

Sudah terang bahwa Kaisar pergi keutara dengan rombongannya, mengapa tiba-tiba bisa berada disitu? Keadaan menjadi kacau-balau dan para pemberontak itu berkurang semangatnya. Apalagi di pihak Kaisar terdapat orang-orang gagah, terutama sekali Cia Hui Gan yang mengamuk seperti seekor naga terbang dan masih adalagi raksasa muda Tan Hok yang mengamuk dengan anak buahnya yang gagah.

Cia Hui Gan yang sengaja mencari muridnya, akhirnya dapat berhadapan muka dengan Beng Kui yang berpakaian seperti seorang jenderal besar dan mengamuk dengan pedangnya, Liong-cu-kiam. Alangkah kagetnya ketika tiba-tiba ia melihat gurunya. Akan tetapi Beng Kui malah menegur,

“Suhu, mengapa Suhu menghalangi cita-cita teecu yang tinggi?”

“Keparat, kau membikin malu gurumu saja dengan perbuatanmu yang hina. Mulai saat ini aku bukan gurumu lagi!”

“Aha, jadi Suhu juga berpandangan picik seperti Li Cu dan merasa sakit hati karena teecu menjadi mantu Lu Siauw Ong? Apakah Suhu tidak melihat bahwa kalau teecu kelak menjadi mantu Kaisar dan calon kaisar, masih belum terlambat menikah dengan sumoi dan Suhu sendiri tentu memperoleh kedudukan tinggi?”

“Bangsat, tutup mulutmu!” dengan amarah meluap-luap Cia Hui Gan menyerang.

Beng Kui menangkis dan melakukan perlawanan. Namun, betapapun juga, pedang pusaka Liong-cu-kiam di tangannya tak dapat membantu banyak terhadap serangan-serangan gurunya yang lihai bukan main itu. Apalagi ketika ia melihat betapa barisan yang dipimpinnya itu mulai berantakan dan cerai-berai karena memang kalah kuat, hatinya menjadi risau dan permainan pedangnya kacau-balau. 

Kesempatan ini dipergunakan oleh Cia Hui Gan untuk mendesaknya dan pada saat yang baik pundak kiri Beng Kui tertusuk oleh pedang gurunya. Ia menjerit dan melompat ke belakang, menghilang diantara anak buahnya yang mulai berlarian kesana kemari mencari jalan keluar. Cia Hui Gan mengejar karena ia bermaksud membunuh bekas muridnya itu, namun Beng Kui sudah mendapatkan seekor kuda dan sudah lari jauh.

Demikianlah pengalaman Cia Hui Gan di kota raja. Kaisar sendiri menyatakan terima kasih kepadanya, akan tetapi Cia Hui Gan tidak lama berdiam di kota raja, melainkan terus menyusul puterinya. 

Ia mendengar bahwa pencegatan rombongan Kaisar dapat digagalkan dan dihancurkan pula, akan tetapi dengan hati kecut ia mendengar bahwa puterinya telah terluka dan ditolong oleh Beng San. Hal ini ia dengar daripada anggota Pek-lian-pai yang masih tertinggal di tempat itu karena terluka.

Cia Hui Gan tidak percaya lagi kepada Beng San setelah kekecewaannya pada Beng Kui. Kalau kakaknya seperti itu, mana bisa adiknya baik pula? Dengan hati kuatir ia lalu cepat-cepat melakukan perjalanan menyusal ke Min-san dan akhirnya ia menyaksikan semua kejadian yang membuat hatinya menjadi penuh kegelisahan akan hari depan puterinya.

Setahun lebih Li Cu merawat Beng San dengan penuh kesabaran dan penuh cinta kasih. Melihat keadaan puterinya itu yang rela mengorbankan segala untuk Beng San yang masih saja belum kemball ingatannya, Cia Hui Gan merasa terharu dan kasihan sekali. 

Karena keadaan Beng San yang boleh dibilang telah berubah menjadi seorang yang lemah, maka Raja Pedang ini lalu menggembleng puterinya dengan ilmu yang lebih tinggi agar kelak sepeninggalnya Li Cu dapat mempertahankan diri dari segala bahaya yang menimpanya.

Memang Cia Li Cu seorang gadis yang hebat, jarang bandingannya di dunia ini. Cintanya terhadap Beng San benar-benar cinta yang murni dan suci, cinta yang tidak dikotori nafsu, tidak tercemar oleh keinginan menyenangkan diri sendiri. Oleh karena sifat cintanya yang mulus inilah maka ia tahan menderita segala tekanan batin. Beng San masih saja menganggap dia sebagai Bi Goat dan masih saja belum mendapatkan kembali ilmu-ilmu silatnya.

Seringkali Cia Hui Gan menyatakan kekuatirannya kepada puterinya itu dengan kata-kata nasihat,

“Li Cu, keputusan hatimu untuk mengorbankan diri demi cintamu kepada Beng San, aku orang tua tidak akan mengganggu-gugat lagi. Akan tetapi kau harus mengerti bahwa keputusan ini memancing datangnya banyak musuh. Sudah pasti Song-bun-kwi akan membalaskan anaknya yang ia anggap mati karena kesalahan Beng San. Juga wanita yang bernama Kwa Hong, murid Hoa-san-pai itu… hemm, kiraku dia juga merupakan ancaman bahaya dalam hidupmu. Belum kalau kita ingat kepada musuh-musuh Beng San yang amat banyak dan yang semuanya terdiri dari orang-orang sakti.”

“Aku tidak takut, Ayah,” jawab Li Cu gagah. “Biarkan mereka datang, orang-orang jahat itu. Aku akan membeia Beng San mati-matian. Pula, Ayah berada disini, aku takut apa lagi?” Ucapan terakhir ini bernada manja.

Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan menggeleng-gelengkan kepalanya yang sudah mulai penuh rambut putih. 

“Tentu saja aku akan melindungimu selama aku masih hidup, Li Cu. Akan tetapi, kau harus mengerti bahwa usia manusia ada batasnya, demikian pula kepandaian. Menghadapi musuh-musuh Beng San itu, kiranya biar aku sendiri maju masih belum cukup kuat. Oleh karena itu, mari bantulah aku dalam pembuatan rencanaku yang sudah lama kupikir dan kuciptakan.”

“Rencana apakah, Ayah?”

“Kita harus dapat membuat tempat kita ini menjadi tempat yang tidak mudah dikunjungi orang luar. Aku sudah mempunyai rencananya lengkap. Kita minta bantuan penduduk dikaki gunung dan kurasa dalam waktu setahun tempat kita ini akan menjadi tempat persembunyian yang takkan gampang dimasuki orang luar, biarpun mereka memiliki kepandaian tinggi.”

Semenjak terjadi percakapan ini, Cia Hui Gan lalu mencari bantuan tenaga para penduduk dikaki gunung dan mulailah rencananya itu dibuat. Ia memilih sebuah puncak yang amat indah pemandangannya dan nyaman pula hawa udaranya, pula puncak ini dikelilingi jurang yang terjal dan tak mungkin dilalui manusia. 

Bagian-bagian yang dapat dipergunakan orang untuk mendaki puncak, sengaja digugurkan sehingga bagi orang luar tampaknya tempat itu tak mungkin didatangi. Menurut rencana kakek ini mereka akan membuat jalan rahasia ke puncak, melalui terowongan buatan dibawah tanah. 

Terowongan ini selain tak tampak dari luar, juga di dalamnya penuh alat-alat rahasia sehingga bagi orang-orang luar, amat berbahayalah untuk melaluinya, andaikata dia dapat menemukan pintu terowongan juga. Selain alat-alat rahasia juga terowongan ini dibuat berliku-liku, banyak cabangnya dan mudah sekali menyesatkan orang.







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)