RAJAWALI EMAS JILID 054
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Gadis muda itu menjebikan bibirnya yang merah.
“Pedang ini aku yang berhak. Karena aku merasa bahwa bukan kau orang yang kumaksudkan, maka kau tidak kubunuh. Orang yang kumaksudkan itu biarpun she Kwa juga, akan tetapi jauh lebih jahat dari padamu.”
Diam-diam hati Kwa Tin Siong berdebar. Tak salah lagi, tentu yang dimaksudkan oleh gadis ini adalah Kwa Hong.
“Kau siapakah? Siapa namamu dan siapa orang tuamu?”
“Namaku Li Eng, orang tuaku… hemmm, mereka tidak ada sangkut-pautnya dengan urusanku ini, kau tak usah mengenal mereka.” Setelah berkata demikian, gadis itu menengok ke belakang dan agaknya takut-takut.
“Ha, kau bocah nakal!” tiba-tiba Kun Hong berseru sambil tertawa. “Aku tahu sekarang! Kau tentu minggat di luar tahunya orang tuamu, maka kau tidak berani menyebut nama mereka karena takut kami memberi tahu orang tuamu.”
Gadis ini nampak makin ketakutan
“Jangan….” katanya seperti anak kecil ditakut-takuti. “Jangan katakan kepada orang tuaku…!”
Kun Hong tertawa menggoda.
“Nah, begitu baru anak baik, takut kepada orang tua! Hayo lekas kau kembalikan pedang ayah kalau kau tidak mau kelak dijewer telingamu oleh ibumu!”
Gadis itu ragu-ragu.
“Tapi… tapi… kata ibu… pedang ini adalah hak ayah ibu dan… dan….”
“Berikan, kalau tidak awas, kelak kuberitahukan ayah ibumu!” Kun Hong mengancam. “Tidak boleh mempergunakan pedang untuk membunuh orang.”
“Aku tidak membunuh… boleh kau bawa dulu pedang ini, tapi aku harus mencoba dulu sampai dimana hebatnya kepandaian Ketua Hoa-san-pai, mengapa dia berani menghina orang lain. Bawalah, tapi jangan kau berikan kepada siapapun juga.”
“Nah, begitu baru gagah! Memang sudah sepantasnya kalau kau hendak mencoba kepandaianmu. Tanpa pedang ini mana kau mampu mengalahkan ayahku? Baik, kubawa pedang ini dan kau boleh coba-coba dengan ayah. Kalau kau kalah, kau harus mengaku semuanya dan minta ampun atas kekurangajaranmu.”
“Huh, enak saja. Mana aku bisa kalah? Kalau aku menang, pedang itu harus kau kembalikan kepadaku dan Ketua Hoa-san-pai harus meninggalkan Hoa-san!”
“Ha-ha, boleh, boleh..,.” kata Kun Hong yang tidak mau percaya kalau ayahnya akan kalah oleh gadis ini. “Gerakanmu ketiga-tiganya tadi salah semua. Agaknya kaupun mempelajari ilmu silat Hoa-san-pai, mana bisa menandingi ayah dalam ilmu silat ini? Gerakanmu pertama Burung Hong Mematuk Hati, kemudian disusul Sepasang Naga Mengejar Awan lalu yang terakhir tadi Harimau Sakti Menerkam Kuda semuanya salah dan aneh, jelas bukan ilmu silat Hoa-san-pai yang aseli, sama sekali tidak cocok dengan catatan ayah!”
Lagi-lagi Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa melengak heran karena sekali lagi putera mereka membuktikan bahwa hanya dengan melihat catatan anak itu sudah dapat mengenal ilmu yang dimainkan oleh gadis aneh ini. Juga gadis itu terheran, tapi makin penasaran. Ia memberikan pedang Hoa-san Po-kiam kepada Kun Hong, lalu memasang kuda-kuda menghadapi Kwa Tin Siong.
“Kalau benar kau Ketua Hoa-san-pai, majulah hendak kulihat sampai dimana kepandaianmu,” tantangnya.
Semenjak tadi Kwa Tin Siong sudah menaruh curiga kepada anak perempuan itu. Tak salah lagi bahwa gerakan-gerakannya tadi adalah Hoa-san Kun-hoat, akan tetapi bagaimana gerakannya demikian aneh? Memang betul Kun Hong, gerakan-gerakan itu agak berbeda dan menurut pandangannya sendiri adalah dilakukan dengan keliru, akan tetapi harus ia akui bahwa kekeliruan itu justeru agaknya memperhebat daya penyerangannya! Ia menjadi ragu-ragu. Siapakah gadis ini dan apa maksud kedatangannya? Siapa yang menyuruhnya?
“Hayo, apakah kau takut kepadaku?” gadis itu menantang lagi melihat keraguan Kwa Tin Siong.
“Bocah tak tahu diri!” Liem Sian Hwa yang berwatak keras tak dapat menahan kemarahannya lagi. “Sudah jelas bahwa ilmu silatmu adalah ilmu silat Hoa-san-pai biarpun kurang matang. Bagaimana kau sekarang datang menantang Ketua Hoa-san-pai? Kau terhitung murid Hoa-san-pai juga, biarpun entah dari mana kau mencuri ilmu silat kami. Pergilah, kami tidak sudi berurusan dengan anak kecil!”
Gadis itu memandang Sian Hwa dengan matanya yang jeli.
“Hemm, kau cantik, seperti ibu. Apakah kau juga she Kwa? Kalau kau she Kwa, kau majulah!”
“Hush, jangan kau kurang ajar kepada ibuku !” Kun Hong membentak dari samping.
“Aha, jadi dia ini ibumu? Kalau begitu juga tidak becus apa-apa seperti kau?”
Kui Tosu, orang pertama dari Pak-thian Sam-lojin, biarpun usianya sudah hampir tujuh puluh tahun, wataknya amat berangasan. Sebagai tamu terhormat dia menjadi marah sekali menyaksikan lagak bocah itu, maka sekarang sambil mengebutkan ujung lengan bajunya, ia melangkah maju dan berkata,
“Siancai… siancai… alangkah buruk Hoa-san-pai. Saudara Lian Bu Tojin tewas di tangan murid jahat, sekarang agaknya ada lagi murid Hoa-san-pai yang jahat dan datang-datang hendak mengacau perguruannya sendiri. Eh, bocah, kau minggatlah dari sini. Kami bersama Kwa-sicu sedang menghadapi urusan penting, tak perlu meladeni anak-anak macam kau ini!”
Gadis itu memandang lucu, tertawa-tawa geli ketika melihat jenggot yang panjang dari Kui Tosu.
“He-he, kau ini seperti kambing tua mengembik saja. Baru menghadapi penjahat kecil yang berkumpul di Im-kan-kok sudah ribut-ribut. Aku datang untuk berurusan dengan Ketua Hoa-san-pai she Kwa, kau ini kambing tua datang-datang menjual lagak mau apa sih?”
“Bocah kurang ajar!”
Kui Tosu tak dapat menahan kemarahannya lagi, lalu tangan kirinya bergerak dan ujung lengan baju yang lebar itu menyambar merupakan tamparan keras ke arah kepala gadis itu.
“Eh-eh, kambing tua keluar tanduknya? Suruh dua ekor kambing tua temanmu itu maju semual”
Gadis yang mengaku bernama Li Eng itu mengejek dan serangan yang hebat itu dapat ia elakkan hanya dengan penggeseran kaki ke belakang dan miringkan kepala saja. Hebatnya sambil mengelak ini kakinya yang kiri menyambar ke depan, ke arah lambung kakek itu!
Kui Tosu kaget sekali melihat tendangan yang amat cepat dan hebat ini. Ia sudah lama mengenal Lian Bu Tojin, maka iapun sudah mengenal ilmu silat Hoa-san-pai. Jelas bahwa tendangan dan gerakan gadis ini adalah dari ilmu silat Hoa-san-pai. Andaikata yang mainkan ilmu silat itu adalah Lian Bu Tojin sendiri atau setidaknya Kwa Tin Siong, ia tidak akan merasa aneh kalau melihat kehebatan ilmu silat itu.
Akan tetapi sekarang yang memainkannya hanya seorang gadis belasan tahun usianya, bagaimana bisa demikian cepat dan juga aneh? Serangan balasan dengan tendangan ini sebetulnya bukan pada tempatnya untuk melayani tamparan tadi, malah membahayakan si penendang sendiri.
Maka Kui Tosu juga tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini untuk memberi hajaran dan membikin malu gadis nekat ini. Tangan kirinya menyambar dari bawah dengan maksud menangkap kaki yang menendang untuk kemudian didorong supaya gadis itu jatuh.
Akan tetapi begitu tangan kakek ini menyentuh sepatu Li Eng, dengan kaget ia terhuyung mundur karena pada saat itu tanpa disangka-sangka sama sekali Li Eng dapat memutar kakinya yang langsung menendang ke pundak Kui Tosu.
Serangan ini sama sekali tidak tersangka-sangka olehnya karena amat aneh, maka tanpa dapat ia hindarkan, pundaknya telah didorong ujung sepatu, biarpun tidak mengakibatkan luka parah, namun cukup membuat ia terhuyung-huyung dan kehilangan muka! Marah sekali kakek ini, tanpa berkata apa-apa ia lalu menerjang lagi sekarang mengeluarkan serangan yang hebat, malah kakek ke dua Bu To-su, juga membentak sambil menyerang.
“Heh-heh, kambing tua yang satu lagi kenapa tidak maju?”
Li Eng mengejek dan tahu-tahu tubuhnya sudah berkelebatan kesana kemari, menyelinap diantara serangan kedua orang kakek dari utara itu. Bagaikan seekor burung walet yang amat gesit, tubuhnya berloncatan, menyelundup, mengelak dan semua itu digerakkan dengan langkah-langkah ilmu silat Hoa-san-pai yang amat sempurna sehingga Kwa Tin Siong dan Liem Sian Hwa dua orang ahli Hoa-san-pai yang melihat itu, jadi saling pandang dengan penuh keheranan.
Apalagi ketika Lie Eng menggunakan langkah-langkah Hoa-san Pat-kwa-pouw, tak terasa lagi Kwa Tin Siong berbisik kepada isterinya,
“Dari mana dia mempelajari ini?”
Sementara itu, Kui Tosu dan Bu Tosu menjadi makin penasaran karena sudah beberapa belas jurus mereka menyerang, belum juga dapat mengalahkan gadis aneh itu. Jangankan mengalahkan, menyentuh ujung bajunya saja tak mampu, Melihat ini, Lai Tosu tiba-tiba teringat akan sesuatu dan ia maju pula sambil membentak,
“Siluman cilik, apakah kau anggauta rombongan di Im-kan-kok yang hendak mengacau Hoa-san-pai?”
“Hi-hik, kambing tua, kau majulah sekalian, mengapa banyak bertanya? Kalau benar aku anggauta rombongan, apakah kau takut?”
“Bagus, kalau begitu kami akan menangkapmu lebih dulu!”
Lai Tosu segera menyerbu dan pertandingan menjadi makin ramai karena sekarang Lie Eng di keroyok tiga oleh Pak-thian Sam-lojin. Sungguh pemandangan yang amat lucu kalau melihat betapa seorang gadis belasan tahun dikeroyok tiga oleh tokoh-tokoh ternama seperti Pak-thian Sam-lojin.

Kwa Tin Siong mengerutkan keningnya. Dua macam perasaan mengaduk dan menguatirkan hatinya. Pertama-tama, sungguhpun Pak-thian Sam-lojin adalah tamunya dan bertindak untuk membantu Hoa-san-pai, namun sungguh amat tidak layak kalau tiga orang tokoh persilatan mengeroyok seorang gadis cilik.
Kedua kalinya, kalau betul gadis ini adalah anggauta rombongan yang menyerbu Im-kan-kok, benar-benar berbahaya sekali. Baru gadis cilik ini saja sudah begini lihai, apalagi yang lain-lain? Heran dia, bagaimana seorang seperti Hek-houw Bhe lam dapat mengajak seorang gadis selihai ini? Dan lebih aneh lagi, sekarang jelas baginya bahwa gadis ini benar-benar orang ahli silat Hoa-san Kun-hoat, sungguhpun gerakan-gerakannya amat aneh dan malah lebih cepat dan lebih hebat daripada ilmu silat Hoa-san-pai yang aseli.
Selagi ia hendak turun tangan mencegah dilanjutkannya pertempuran yang seimbang itu, tiba-tiba gadis itu mengeluarkan suara suitan panjang yang mengagetkan semua orang, apalagi setelah melihat betapa tubuh gadis itu lenyap berubah bayangan yang amat cepatnya.
Tiga orang kakek itu mengeluarkan suara kaget, apalagi Kui Tosu dan Bu Tosu karena entah bagaimana, tahu-tahu gadis itu telah dapat menyambar jenggot mereka yang panjang, lalu melilitnya menjadi satu, dan menarik-narik jenggot itu sehingga dengan gerakan kacau-balau dua orang tosu ini terpaksa berjingkrakan.
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI