RAJAWALI EMAS JILID 057
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Sementara itu, tanpa dikomando lagi, para tosu Hoa-san-pai sudah maju menyerang tiga puluh orang pengikut Bhe Lam dan terjadilah perang kecil yang diikuti teriakan-teriakan sehingga keadaan di puncak Hoa-san-pai yang biasanya tenang dan damai itu sekarang menjadi kacau dan gaduh.
Dalam hal ini Hek-houw Bhe Lam salah hitung. Ia masih mengira bahwa tosu Hoa-san-pai adalah tosu-tosu yang hanya pandai membaca kitab saja. Ia tidak tahu akan perubahan di Hoa-san-pai semenjak Kwa Tin Siong menjadi ketua. Sekarang, jauh berbeda dengan dahulu, setiap orang tosu Hoa-san-pai adalah ahli-ahli silat yang tekun melatih diri sehingga rata-rata mereka memiliki kepandaian yang lumayan.
Apalagi jumlah mereka jauh lebih banyak daripada anak buah Bhe Lam sehingga anak buahnya itu setiap orang harus melawan sedikitnya tiga orang tosu! Memang, kalau melihat para pemimpinnya, Bhe Lam sudah memperhitungkan masak-masak bahwa tokoh-tokoh yang menyertainya akan mampu mengalahkan para pimpinan Hoa-san-pai.
Akan tetapi, dalam hal anak buahnya, benar-benar ia salah hitung. Anak buahnya memang para perampok yang kejam dan yang sudah biasa menghadapi pertempuran, akan tetapi berhadapan dengan jumlah banyak, apalagi yang memiliki ilmu silat Hoa-san-pai aseli, anak buahnya tak dapat berkutik. Sebentar saja korban di pihaknya bergelimpangan!
Toat-beng Yok-mo tidak saja hebat sekali dalam ilmu pengobatan, juga ilmu silatnya bukan main tingginya. Hal ini tidaklah aneh kalau diingat bahwa ia masih keturunan langsung daripada Yok-ong (Raja Obat) yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw ratusan tahun yang lalu.
Biarpun dikeroyok tiga, ia masih dapat mengimbangi permainan tiga orang lawannya, malah dengan tongkatnya ia mampu mendesak Kui Tosu dan Lai Tosu. Baiknya Kwa Tin Siong tadi segera maju dan terhadap pedang Ketua Hoa-san-pai ini ia tidak berani main-main.
Ilmu pedang Hoa-san-pai yang dimainkan Kwa Tin Siong benar-benar telah mencapai tingkat tinggi sehingga mengganggu pergerakannya. Apalagi pedang itu adalah pedang Hoa-san Po-kiam yang ampuh.
Pertandingan antara Thian Beng Tosu dan Hek-houw Bhe Lam juga ramai sekali. Boleh dibilang kepandaian dua orang ini berimbang karena selama ini Bhe Lam sudah memperdalam ilmu kepandaiannya. Si Macan Hitam itu mainkan goloknya dengan ilmu golok dari utara yang mengandalkan tenaga, maka sekarang dilayani dengan ilmu pedang Hoa-san-pai yang mengandalkan tenaga halus dan kecepatan, pertempuran ini ramai sekali dan seimbang. Sinar golok pedang bergulung-gulung menyilaukan mata dan diantara siutan desing kedua senjata ini terdengar seruan-seruan dan bentakan Hek-houw Bhe Lam.
Sementara itu, dilain bagian, Kim-thouw Thian-li mendesak Liem Sian Hwa dengan hebat. Ketua Ngo-lian-kauw ini seperti biasa bersenjatakan sebatang golok dan sehelai selampai merah. Ilmu pedang Liem Sian Hwa cepat dan ganas, gerakan tubuhnya ringan bagaikan burung menyambar-nyambar. Memang tidak mengecewakan nyonya ini mempunyai julukan Kiam-eng-cu (Bayangan Pedang) karena permainan pedangnya demikian cepat sehingga sinar pedang itu bergulung-gulung menelan lenyap bayangannya sendiri.
Akan tetapi menghadapi Kim-thouw Thian-li, ia menemukan tandingan yang berat, Tingkat kepandaian Ketua Ngo-lian-kauw ini memang lebih tinggi dari padanya, apalagi setelah Kim-thouw Thian-li mewarisi ilmu pedang Im-sin Kiam-sut, biarpun hanya beberapa jurus dari gurunya, Hek-hwa Kui-bo.
Di samping ini, ilmu pedangnya Ngo-lian Kiam-sut yang dibantu dengan sambaran-sambaran selampai merahnya, benar-benar amat lihai dan berbahaya. Setelah mengerahkan seluruh kepandaiannya, baru Sian Hwa dapat mengimbanginya, namun tetap saja pihak lawan lebih sering melancarkan serangan daripadanya.
Pada suatu saat, secara aneh selampai merah itu menyambar dan melibat pedang Sian Hwa. Terjadilah tarik menarik dan dalam saat berbahaya ini, golok di tangan kanan Kim-thouw Thian-li menyambar ke arah leher Sian Hwa! Bingung sekali Sian Hwa menghadapi ini. Pedangnya belum dapat ia lepaskan dari libatan selampai dan serangan golok itu tak mungkin ia elakkan tanpa meloncat mundur. Apakah ia harus melepaskan pedangnya? Selagi ia kebingungan, tiba-tiba Kim-thouw Thian-li menjerit,
“Keparat curang!”
Dan Ketua Ngo-lian-kauw ini menarik kembali golok dan selampainya sambil melangkah mundur. Ternyata dari atas pohon menyambar sebutir buah mentah yang tepat menghantam jalan darah di dekat sikunya sehingga ia merasa tangannya lumpuh.
Itulah perbuatan Li Eng yang tertawa-tawa diatas pohon sambil menonton jalannya pertandingan. Tadi ketika ia melihat keadaan Sian Hwa terancam bahaya, ia segera turun tangan dan membantu.
Baik Sian Hwa maupun Kim-thouw Thian-li tahu akan campur tangan gadis diatas pohon itu, karena tadipun mereka sudah melihat kelihaian gadis aneh itu yang menolong Kun Hong dari serangan Bhe Lam menggunakan sambitan serupa.
“Siluman cilik, apa kau sudah bosan hidup?”
Kim-thouw Thian-li memaki sambil mengacung-acungkan goloknya ke arah Li Eng di atas pohon.
“Hi-hi, siluman besar, kau sudah tua tentu kau akan mati lebih dulu daripadaku!” jawab Li Eng dan sekaligus kedua tangannya diayun ke depan, maka puluhan butir buah mentah itu menyambar ke arah delapan belas jalan darah di tubuh Kim-thouw.
Ketua Ngo-lian-kauw ini kaget sekali dan cepat memutar goloknya menangkis, namun masih ada tiga butir “senjata rahasia” ini mengenai tubuhnya. Baiknya buah itu biarpun masih mentah tidak berapa keras dan Iwee-kangnya sendiri sudah amat kuat maka ia tidak terluka parah, hanya merasa gemetar dan lumpuh di bagian yang kena sambit.
Pada saat itu, Sian Hwa tidak mau menyia-nyiakan waktu dan kesempatan ini, bagaikan seekor burung walet ia menerjang maju, pedangnya berkelebatan menyilaukan mata.
Kim-thouw Thian-li berusaha menangkis, namun meleset tangkisannya karena pada saat itu ia masih belum dapat menguasai dirinya karena sambitan Li Eng tadi. Pedang di tangan Sian Hwa bagaikan kilat menyambar menusuk lehernya. Ia membuang diri ke belakang sambil miringkan tubuhnya bagian atas sehingga pedang itu tidak mengenai leher melainkan menyambar pundaknya.
Kim-thouw Thian-li menjerit kesakitan, pundaknya tertusuk pedang. Cepat ia melompat berjungkir-balik ke belakang lalu… melarikan diri secepatnya dengan pundak bercucuran darah!
Lim Sian Hwa hendak mengejar, akan tetapi pada saat itu ia mendengar pekik mengerikan dan ketika ia menengok ke arah gelanggang pertempuran, ternyata Kui Tosu terkena tusukan tongkat Toat-beng Yok-mo sehingga tubuhnya menjadi hangus, sedangkan disaat berikutnya Lai Tosu terkena hantaman tangan kiri kakek bongkok yang lihai itu sehingga pecah kepalanya dan tewas pula disaat itu juga!
Bukan main hebatnya kepandaian Yok-mo yang merobohkan dua orang lawannya dalam keadaan tertawa-tawa.
Terkejut hati Liem Sian-Hwa. Ia membatalkan niatnya mengejar Kim-thouw Thian-li dan cepat ia melompat dekat suaminya lalu langsung mengeroyok Yok-mo. Kalau tadi dibantu dua orang tosu tua itu saja suaminya tidak mampu mengalahkan Yok-mo, apalagi sekarang seorang diri. Karena inilah maka Sian Hwa lalu membantu suaminya dan suami isteri ini dengan mati-matian lalu mengeroyok Yok-mo yang masih saja tertawa-tawa melayani mereka.
Baru setelah melihat Sian Hwa menerjangnya, kakek bongkok itu nampak kaget.
”Eh, eh… mana isteriku?”
“Sudah terluka pundaknya dan kabur. Sekarang giliranmu untuk mampus!” bentak Sian Hwa.
Ucapan ini membuat Yok-mo marah sekali. Dengan seruan seram seperti teriakan binatang buas ia menerjang dengan tongkatnya yang hebat, kini ia tidak tertawa-tawa lagi, dan gerakan tongkatnya benar-benar luar biasa sekali membuat suami isteri itu terdesak hebat.
Pertempuran antara anak buah Hek-houw Bhe Lam dan para tosu Hoa-san-pai tidak berlangsung lama. Karena kalah banyak dan juga para tosu Hoa-san-pai sekarang rata-rata pandai ilmu silat, sebentar saja tiga puluh orang pengikut Bhe Lam itu roboh semua, tewas atau terluka, Tak seorangpun berhasil melarikan diri.
Melihat keadaan ini, apalagi tadi melihat Kim-thouw Thian-li sudah melarikan diri, hati Bhe Lam menjadi keder juga dan karena itu permainan goloknya menjadi kacau-balau. Kesempatan ini dipergunakan oleh Thian Beng Tosu untuk mempercepat permainan pedangnya dan dengan serangan miring dari samping kiri setelah memancing dengan sebuah tendangan, ia berhasil melukai lengan kanan Bhe Lam.
Kepala rampok ini terluka parah, berteriak marah dan menyambitnya piauw dengan tangan kirinya ke depan. Thian Beng Tosu cepat membuang diri ke kanan dan dua buah senjata rahasia piauw meluncur lewat dekat lehernya. Ketika ia memperbaiki kembali posisinya, ternyata lawannya sudah lari jauh.
“Hek-houw, kau hendak lari kemana?” Thian Beng Tosu cepat melompat dan mengejar musuh besarnya itu.
Adapun Kun Hong yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri pembunuhan besar-besaran yang terjadi dalam pertempuran ini, mukanya menjadi pucat, napasnya sesak dan matanya melotot lebar.
“Celaka… celaka… bagaimana Hoa-san-pai bisa menjadi begini….?”
Berulang-ulang ia berseru dengan ngeri dan panik. Sekarang yang bertempur di bawah hanya tinggal kedua orang tuanya yang mengeroyok Toat-beng Yok-mo. Melihat betapa semua teman kakek bongkok itu tewas atau terluka dan ada yang lari, Kun Hong menjadi kasihan sekali. Peristiwa hebat yang ia saksikan di bawah itu sama sekali tak pernah terduga dapat terjadi. Ia yang selalu belajar tentang kebajikan, tentang Ketuhanan dan perikemanusiaan, tentu saja mimpipun belum pernah melihat manusia saling bunuh seperti ini.
Semua ini membuat ia lupa akan ketakutan berada diatas cabang kecil di tempat begitu tinggi. Ia melihat gadis nakal itu masih saja duduk dengan kedua kaki tergantung dan tertawa-tawa.
Ia teringat bahwa gadis itu memiliki kepandaian yang aneh. Maka cepat Kun Hong melorot turun dari cabang yang didudukinya dan tanpa takut sedikitpun ia melalui cabang-cabang mendekati Li Eng. Gadis itu sampai kaget ketika tahu-tahu pemuda itu berada di dekatnya.
“Eh, kau berani turun?” tanyanya heran.
“Kau… kau tolonglah aku… kau turunlah dan pergunakan kepandaianmu untuk melerai mereka. Jangan biarkan ayah ibu membunuh orang atau terbunuh….”
Gadis itu tersenyum lebar sehingga kelihatan deretan giginya putih mengkilap dan teratur rapi seperti mutiara berderet.
“Jadi kau ini anak mereka? Anak Ketua Hoa-san-pai? Kok aneh benar, orang-orang Hoa-san-pai itu biarpun kepandaiannya tidak tinggi tapi cukup bersemangat dan gagah, kenapa anaknya keluar tikus seperti kau?”
“Kau mau menolong tidak?” tanya Kun Hong gemas.
Gadis itu menggeleng kepala.
“Ketua Hoa-san-pai she Kwa adalah orang yang harus kubunuh juga kakek bongkok itu aku tidak suka, kenapa aku harus melerai mereka? Biarlah mereka saling bunuh. Hi-hik!”
Kun Hong tahu bahwa dia tidak dapat memaksa gadis itu, maka ia lalu melorot turun dengan susah payah dari pohon itu, ditertawai oleh gadis yang menggodanya.
“Hi-hik, kau seperti anak monyet menuruni pohon!”
Kun Hong tidak pedulikan lagi padanya, setelah tiba di bawah ia lalu lari menghampiri medan pertempuran. Ia bergidik ketika ia berlari melalui mayat-mayat manusia yang menggeletak dikanan kiri, ngerinya bukan main.
“Ayah… Ibu… sudahlah, jangan berkelahi lagi… sudah terlalu banyak korban….!” teriaknya berulang-ulang sambil mendekati pertempuran yang sedang hebat-hebatnya itu.
“Kun Hong, pergi…!!” ibunya berteriak kaget melihat puteranya berani mendekati tempat itu.
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI