RAJAWALI EMAS JILID 091
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Diamlah……….” ia tiba-tiba mendengar suara perlahan, “diamlah, biar kuhisap keluar racun anjing itu. Siapa tahu anjing tadi gila………”
Lalu ia merasa amat sakit pada betis kaki kirinya. Li Eng membuka mata dan ternyata ia sedang rebah tertelungkup dibawah sebatang pohon, beralaskan rumput hijau yang amat sedap dan segar. Ia menggerakkan lehernya dan melihat………pemuda “gila” itu duduk di dekatnya, mengangkat kaki kirinya dan………….menyedot betisnya yang terasa panas dan sakit.
“Kurang ajar! Kau! Lepaskan kakiku, lepaskan!”
Li eng berteriak keras sekali, meremang seluruh bulu di badannya ketika mendapat kenyataan kakinya telah telanjang sampai ke lutut dan betapa betisnya di “cium” oleh mulut pemuda itu.
Kong Bu, pemuda itu, menunda pekerjaannya, menoleh dengan kening berkerut.
“Rewel benar kau !” bentaknya. “Kalau anjing menggigit betismu tadi gila, sebentar lagi kau yang menjadi gila, tahukah kau? Aku sedang berusaha untuk menyedot keluar racun dari luka di betismu, mengapa kau banyak cerewet ?”
Li Eng terkejut, takut, dan juga heran. Alangkah ngerinya kalau betul ucapan itu, dan dia menjadi gila! Akan tetapi benar-benar amat mengherankan mengapa pemuda ini menolongnya keluar dari lembah, malah sekarang hendak mengobatinya ?
“Biarkan aku duduk menyandar pohon, tak enak terlungkup begini………” akhirnya ia berkata.
“Sesukamulah, tapi kalau terlalu lama penyedotan racun tertunda, aku tidak tanggung lagi kalau kau menjadi gila, lebih gila dari pada anjing yang menggigitmu.”
Li Eng menarik kakinya dan duduk, menyandarkan diri pada batang pohon itu. Ia melonjorkan kakinya agak parah bekas gigitan anjing. Rasa ngeri menyelinap dalam hatinya.
“Apakah………..apakah anjing yang menggigitku tadi gila ?” tanyanya perlahan, tanpa memandang pemuda itu.
“Mudah-mudahan tidak, tapi siapa tahu, anjing-anjing hutan itu liar, hampir semua seperti gila,” jawab pemuda itu. “Cara pengobatan satu-satunya harus menyedot racun keluar dari luka itu.”
Setelah berkata demikian, tanpa minta izin lagi ia lalu mengulangi usahanya tadi, membungkukan badan, mendekatkan mulut kepada kaki Li Eng yang sudah diangkatnya, kemudian ia menempelkan mulutnya pada luka itu dan menghisapnya.
Li Eng meramkan kedua matanya, mukanya merah padam. Celaka, ia telah menerima penghinaan yang hebat dan terus-menerus dari pemuda ini. Ia dikalahkan dalam pertempuran, itu penghinaan pertama, kemudian ia dimaki-maki, itu penghinaan kedua, lalu ia dipanggul sebagai tawanan, penghinaan ketiga. Kemudian ia dilempar ke dalam lembah anjing hutan, itu penghinaan keempat dan sekarang ini, penghinaan kelima, yang paling hebat!
Pemuda itu secara kurang ajar sekali telah menyentuh betis kakinya, memegangnya, tidak itu saja, malah………..di cucupnya betis kakinya dengan mulut. Inilah penghinaan yang tak dapat diampuni lagi. Ia membuka kedua matanya. Melihat pemuda itu membungkuk dengan penuh perhatian dan pengerahan tenaga Iweekang menyedot luka untuk mengeluarkan racun, tiba-tiba Li Eng menggerakan tangan kanannya, dipukulkan kearah tengkuk Kong Bu dengan jari terbuka.
“Bukk !”
Tanpa dapat bersambat lagi pemuda itu roboh terguling dalam keadaan pingsan! Pukulan Li Eng hebat sekali dan tidak dapat ditangkis oleh pemuda itu yang sama sekali tak pernah menyangka dirinya akan diserang ini.
Li Eng meloncat bangun, meringis karena betis kaki kirinya terasa perih sekali, namun ditahannya. Cepat ia menotok punggung Kong Bu untuk mencegah pemuda itu bergerak kalau siuman nanti, kemudian ia mencari akar pohon ini ia membelenggu tangan Kong Bu ke belakang, setelah ini membebaskan pemuda itu dari pada totokan dan dengan merobek sedikit tali pinggang yang panjang ia membalut luka betisnya.
Tak lama kemudian Kong Bu siuman dari pingsannya. Ia cepat meloncat berdiri akan tetapi sebuah tendangan membuat ia terjungkal lagi. Ia rebah miring dan mengangkat kepala memandang kepada gadis yang berdiri sambil tersenyum mengejek amat manisnya itu. Lenyap kebingungan dan keheranan Kong Bu dan mengertilah ia kini mengapa ia tadi pingsan dan mengapa pula kedua tangannya terbelenggu.
“Kenapa………?”
Kong Bu menahan kembali pertanyaannya kerena dari senyum dan sinar mata itu ia sudah mendapat jawaban sejelasnya.
“Hi-hik, ada ubi ada talas, ada budi ada balas !” kata Li Eng, suaranya bening karena sekarang bebas dan malah dapat membalas pulih kembali kejenakaannya dan keriangannya.
Berbeda dengan sikap Kong Bu hanya memandang dengan kagum. Entah bagaimana. Setelah Li Eng tidak galak dan pemarah seperti ketika menjadi tawanan, setelah gadis itu mendapatkan kembali sifat pribadinya yang lucu jenaka. Dalam pandang matanya gadis itu menjadi berubah manis dan jelita.
“Kau boleh bunuh aku. Memang aku patut dibunuh karena kebodohanku, bisa saja diakali oleh seorang gadis liar macam kau. Hemmm, betul kata Kakek, gadis Hoa-san-pai mana boleh dipercaya? Aku kurang hati-hati. Bunuhlah.”
“Enak saja dibunuh! Pemuda sombong dan gila seperti kau harus mengalami siksaan dan penghinaan lebih dulu sebelum dibunuh!”
Kong Bu tak dapat berkata apa-apa lagi karena ia maklum bahwa gadis ini tentu akan terus meniru kata-katanya, ketika masih menjadi tawanannya.
“Sudahlah, kau boleh lempar aku ke lembah itu biar dikeroyok anjing gila,” katanya.
Li Eng menjebirkan bibirnya, luar biasa manisnya dalam pandangan Kong Bu.
“Huh, kau mau akali aku, ya? Biar digigit kakimu lalu biar aku menolongmu?”
“Habis, apa yang hendak kau lakukan dengan diriku?”
Li Eng meloncat bangun.
“Hayo, bangun berdiri, dan ikut aku!”
Kini tiba-tiba giliran Kong Bu untuk mempermainkan gadis itu, seperti ia dipermainkan ketika menawannya.
“Aku tidak sudi!” jawabnya dan baru kali ini pemuda itu memperlihatkan senyumnya, senyum mengejek dan menggoda.
Wajah yang tampan itu kelihatan berseri terang ketika tersenyum, lenyap sama sekali bayangan watak keras dan aneh. Li Eng menggigit bibir dan membanting kaki.
“Kau tidak mau turut perintahku?”
Kong Bu menggeleng kepala.
“Aku tidak sudi ikut kau, hendak kulihat kau mau apa?”
Celaka, pikir Li Eng dan wajahnya tiba-tiba menjadi merah sekali ketika pandang matanya bertemu dengan mata pemuda itu. Dari sinar mata pemuda itu ia dapat membaca pikiran orang. Kiranya pemuda itu hendak melihat apakah dia juga akan memanggulnya!
“Awas, akupun bisa menggigit pundakmu!”
Kong Bu sengaja mengejek sambil tersenyum. Li Eng makin merah mukanya. Setan alas, sudah menjadi tawanan masih bisa mempermainkannya. Ia lupa betapa ketika ia sendiri menjadi tawanan, iapun tiada sudahnya mengejek dan memaki pemuda itu.
“Kau kira aku akan sudi memanggulmu? Cih, tak punya malu!”
Li Eng lalu menggunakan akar yang panjang dan kuat, diikatkan pada pinggang pemuda itu dan… ia menyeret pemuda itu pergi dari situ!
Kong Bu adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi. Diseret seperti itu ia enak-enak saja telentang dengan mata merem-melek, kelihatan keenakan sekali.
“Kau akan membawaku kemana?” beberapa kali ia mengajukan pertanyaan ini karena pertanyaan itu diulang-ulang, akhirnya Li Eng dengan gemas menjawab,
“Aku bukan seorang gila seperti engkau dan kakekmu. Karena kau menghina dan memusuhi Hoa-san-pai, aku akan membawamu sebagai tawanan ke Hoa-san-pai, biar Supek yang akan memberi keputusan apakah kau harus dilempar ke jurang ataukah digantung di pohon pek!”
“Ha-ha-ha-ha, bocah sombong, jangan kau hendak membodohi aku,” kata Kong Bu yang masih diseret-seret. “Hoa-san-pai bukan disebelah sana letaknya, kau mengambil arah yang bertentangan.”
“Huh, aku bukan pembohong seperti kau. Aku mempunyai urusan ke Thai-san lebih dulu, mungkin di Thai-san kau sudah bisa mendapat pengadilan dari Paman Tan Beng San.”
Pemuda itu nampak terkejut sekali.
“Ke… ke Thai-san….?”
“Sudahlah, jangan banyak cerewet! Pendeknya kau sekarang menjadi tawananku, kalau kakekmu atau teman-temanmu tidak melepaskan Enci Hui Cu yang tertawan, kaupun takkan kulepaskan. Kalau kalian mengganggu Enci Hui Cu, awas kau, takkan kuampuni lagi!”
Kali ini Kong Bu benar-benar kelihataan gelisah. Ia tidak tahu siapakah itu Hui Cu dan siapa pula yang menawannya, menurut kakeknya, seorang gadis lain dirampas orang dan kakeknya sedang mengejar orang itu. Maka ia diam saja dan membiarkan dirinya diseret-seret sepanjang jalan.
********
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI