RAJAWALI EMAS JILID 096

Souw Ki dan kedua orang Saudara Bu marah, akan tetapi karena tidak ada bukti, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hendak pergi, akan tetapi Kim-thouw Thian-li menggerakkan kakinya dan tahu-tahu tubuhnya melayang ke depan tiga orang itu, menghadang.




Mulut Ketua Ngo-lian-kauw ini tersenyum mengejek,
“Hemm, kalian sewenang-wenang datang merusak hiasan jembatan, lalu memasuki tempat tinggal kami dengan fitnah jahat. Setelah semua itu, apakah kalian hendak pergi begitu saja?”

“Kim-thouw Thian-li, setelah Ngo-lian-tin yang kau ajukan itu dapat kami hancurkan, apakah kau masih belum puas?” Souw Ki mengejek sambil melintangkan ruyungnya di depan dada.

“Justeru karena Sam-wi Busu telah memecahkan Ngo-lian-tin, aku yang bodoh ingin sekali berkenalan dengan kelihaian Sam-wi. Bukan sekali-kali Ngo-lian-kauw hendak memandang rendah kepada Pangeran Mahkota, akan tetapi ini adalah urusan mengenai pribadi kita, tidak tahu apakah Sam-wi Busu sudi memberi petunjuk?”

Biarpun kata-kata ini sifatnya halus, namun mengandung tantangan. Orang seperti Tiat-jiu Souw Ki yang semenjak mudanya mengumbar nafsu berkelahi, tidak mau. mengalah dan selalu menganggap diri sendiri paling jagoan, mana bisa menghadapi tantangan tanpa melayaninya? Ia tertawa bergelak lalu berkata,

“Kim-thow Thian-li! Sudah lama aku mendengar namamu yang amat tenar.Tentu saja akupun ingin sekali merasai kelihaianmu dan urusan diantara kita ini tiada sangkut-pautnya dengan Pangeran. Setelah kami bertindak sebagai utusan, sekarang kami akan bertindak atas nama diri pribadi kami sendiri. Kalau kau ada kepandaian, boleh memberi petunjuk”

Kim-thouw Thian-li mendengus lalu tangannya bergerak, tahu-tahu tangan kanan sudah memegang pedang dan tangan kiri memegang sehelai sabuk berwarna merah. 

“Tiat-jiu Souw Ki, ingin aku berkenalan dengan ruyung bajamu yang ganas!” 

Sambli berkata demikian, pedangnya berubah menjadi sinar ketika bergerak menusuk kearah dada Souw Ki. Orang tinggi besar ini tidak berani memandang remeh karena iapun sudah mendengar bahwa Ketua Ngo-lian-kauw ini adalah seorang wanita yang ganas dan dahsyat sekali sepak-terjangnya. Cepat ia menggeser kaki kekiri sambil menyabetkan ruyungnya kearah sinar pedang untuk menangkis. 

Akan tetapi, sinar pedang itu ditahannya dan sebagai gantinya, tangan kiri wanita itu bergerak dan sinar merah melayang-layang menotok ke arah ulu hati Souw Ki. Jangan dipandang rendah sabuk merah ditangan kiri Kim-thouw Thian-li ini. Biarpun hanya sehelai kain halus, namun ditangan wanita ini berubah menjadi senjata yang amat ampuh, yang ujungnya mampu merobek jalan darah lawan dan karena lemasnya maka lebih berbahaya dan sukar dilawan dari sebatang pedang!

Souw Ki mengeluarkan seruan panjang, ruyungnya diputar menjadi benteng baja melindungi dirinya sehingga totokan ujung sabuk sutera inipun dapat ditangkisnya. Akan tetapi Kim-thouw Thian-li kembali mengeluarkan suara mendengus penuh ejekan, lalu pedangnya bergerak menjadi gulungan sinar memanjang, menyambar-nyambar tubuh Souw Ki dari pelbagai jurusan sehingga jagoan istana ini menjadi kaget dan sibuk sekali. 

Kim-thouw Thian-li adalah murid tersayang dari tokoh besar Hek-hwa Kui-bo Si Iblis Betina, malah ilmu pedang Im-sin Kiam sut yang luar biasa hebatnya itu sebagian telah diajarkan kepada Kim-thouw Thian-li. Biarpun hanya sebagian saja Im-sin Kiam-sut dimiliki oleh Ketua Ngo-lian-kauw ini, namun cukup untuk menghadapi lawan yang sakti.

Souw Ki boleh mengunggulkan dirinya sebagai jagoan yang bertangan besi dan bersenjata ruyung yang dahsyat, namun menghadapi Kim-thouw Thian-li dia repot sekali. Andaikata Ketua Ngo-lian-kouw ini hanya bermain pedang saja, iapun sudah repot dan takkan dapat melawannya dengan ruyungnya, apalagi sekarang Kim-thouw Thian-li membantu permainan pedangnya dengan sabuk merahnya, membuat jagoan yang galak itu menjadi makin kewalahan. 





Untung baginya bahwa Kim-thouw Thian-li masih jerih untuk mencelakai orangnya Pangeran Mahkota, kalau tidak, sekali Ketua Ngo-lian-kauw ini mengeluarkan senjata-senjata yang paling ampuh, yaitu senjata rahasia yang mengandung racun berbahaya, kiranya dalam waktu tak lama Souw Ki tentu akan roboh.

Sepasang saudara Bu yang tadinya hanya menonton pertandingan ini, ketika melihat bahwa teman mereka terdesak hebat dan sekarang hanya main mundur dan berputaran untuk menyelamatkan diri dari serangan lawan yang amat gencar itu, menjadi marah. 

Tujuh orang jagoan istana pengawal Pangeran Mahkota adalah jagoan-jagoan yang ditakuti yang sudah dianggap sebagai sekelompok jagoan tanpa tanding. Kalau sekarang seorang diantara mereka dijatuhkan lawan, berarti nama tujuh orang jagoan ini akan tercemar. Oleh karena itu, keduanya bertukar pandang, kemudian sepasang saudara kembar ini menggerakkan pedang dan Bu Sek membentak,

“Kim-thouw Thian-li, jangan menjual lagak di depan kami!”

Ilmu pedang dari sepasang saudara Bu ini adalah ilmu pedang keturunan yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi Kiam-hoat dari Go-bi-pai. Karena mereka adalah dua saudara kembar, maka dalam permainan pasangan ini mereka seakan-akan merupakan pasangan yang amat cocok, seperti dua orang satu perasaan saja sehingga kelihatan mereka kalau maju bersama amat hebat. 

Tadi saja masing-masing dapat memecahkan Ngo-lian-tin, ini berarti bahwa tingkat mereka bukanlah tingkat jago silat sembarangan, sekarang mereka maju bersama mengeroyok Kim-thouw Thian-li, sekali serang merupakan gulungan sepasang sinar pedang yang amat kuat. 

Ketua Ngo-lian-kauw itu diam-diam terkejut dan cepat menahan desakannya terhadap Souw Ki untuk menghadapi dua orang lawan baru ini. Cepat dan kuat gerakan dua pedang dari saudara kembar itu, maka terpaksa Kim-thouw Thian-li harus mengeluarkan Im-sin Kiam-sut lagi untuk menghadapinya. Wanita tua Ketua Ngo-lian-kauw ini benar-benar hebat, biarpun dikeroyok tiga ia masih dapat mengimbangi permainan lawannya.

Kun Hong yang menonton di balik batang pohon, merasa gembira juga karena ia sekarang dapat menonton dengan penuh pengertian. Ia dapat mengikuti semua permainan itu, malah ia dapat menduga bahwa kalau pertandingan ini dilanjutkan, Kim-thouw Thian-li akan kalah, biarpun mungkin wanita ini akan dapat melukai seorang diantara tiga orang pengeroyoknya. 

Kun Hong ingin melerai mereka, akan tetapi merasa bahwa pertandingan itu bukanlah urusannya dan ia tidak mempunyai kepentingan sama sekali. Agaknya penilaian Kun Hong ini sama dengan penilaian Yok-mo. Setan Obat inipun maklum bahwa setelah dua saudara Bu itu memasuki gelanggang pertempuran, Kim-thouw Thian-li tentu takkan kuat menahan. Tentu saja kalau ia membantu Ketua Ngo-lian-kauw itu, takkan sukar bagi mereka berdua untuk mengalahkan tiga orang busu ini, akan tetapi mengingat bahwa mereka adalah utusan-utusan Pangeran Mahkota, amatlah berbahaya untuk bermusuhan dengan mereka. Maka ia lalu meloncat ke tengah lapangan, tongkat hitamnya bergerak dan mulutnya berseru, 

“Cukup… cukup… untuk apa bertempur terus?”

Terdengar bunyi “trang-trang” beradunya senjata dan baik ruyung baja di tangan Souw Ki maupun pedang di tangan kedua orang saudara Bu itu terpental ke belakang ketika terbentur tongkat hitam. Tiga orang busu ini kaget dan melompat ke belakang, diam-diam mengakui kelihaian Si Setan Obat.

“Sam-wi Busu, setelah mendapat kenyataan bahwa aku bukanlah pengacau Istana Kembang, harap laporkan kepada Pangeran dan janganlah melanjutkan pertempuran yang tak ada artinya ini. Kauwcu (Ketua), harap kau mengalah.”

Kim-thouw Thian-li tersenyum dan mendengus lalu mengejek, 
“Ah, sekarang aku merasa sendiri betapa lihainya Sam-wi Busu!”

Wajah tiga orang jagoan itu menjadi merah. Mereka merasa disindir karena tadi jelas bahwa mereka bertiga tidak mampu mengalahkan Ketua Ngo-lian-kauw yang lihai itu, apalagi Yok-mo yang sekali menggerakkan tongkat telah mampu membuat senjata mereka terpental. 

Mereka maklum bahwa Ketua Ngo-lian-kauw dan Yok-mo itu telah berlaku dan bersikap mengalah karena takut akan nama Pangeran Mahkota, maka merekapun tidak bodoh untuk tidak tahu diri dan mencari perkara. Kedatangan mereka untuk menyelidik tentang kakek yang mengacau Istana Kembang, setelah sekarang tidak terdapat bukti, kiranya tidak perlu mengacau disitu lebih lama lagi.

“Kauwcu sungguh lihai,” kata Souw Ki, “dan Yok-mo karena tidak ada bukti terpaksa sementara ini kami mencabut dakwaan kami. Selamat tinggal!” 

Setelah berkata demikian, tiga orang busu itu lalu meninggalkan tempat itu dengan mengangkat dada. Betapapun juga mereka belum kalah, dan andaikata mereka datang bertujuh, biarpun disitu ada Yok-mo, ditanggung mereka takkan mendapat malu dan akan dapat mengalahkan pihak Ngo-lian-kauw.

Setelah tiga orang itu pergi, Yok-mo dan Kim-thouw Thian-li tertawa, lalu Kim-thouw Thian-li memerintahkan para pengawalnya untuk kembali ke dalam benteng Ngo-lian-kauw. Akan tetapi Yok-mo tiba-tiba berkata, 

“Nanti dulu, ada tamu yang sejak tadi bersembunyi, harus kita sambut dulu.” Ia lalu memandang ke arah tempat sembunyi Kun Hong dan berseru keras,

“Sahabat tak perlu bersembunyi lagi, kalau ada perlu keluarlah!”

Kun Hong kaget dan diam-diam memuji ketajaman mata Yok-mo. Tentu tadi dalam keasyikannya menonton pertempuran ia kurang hati-hati dan memperlihatkan diri dari balik batang pohon sehingga terlihat oleh kakek itu. Ia berjalan keluar dan berkata,

“Toat-beng Yok-mo, aku memang datang hendak menemui kau dan mengembalikan kitab-kitabmu!” 

Ia segera berjalan menghampiri dan mengambil tiga buah kitab dari dalam kantong bajunya yang selama ini ia simpan dan ia pelajari.

Sejenak Toat-beng Yok-mo memandang heran. Akan tetapi begitu melihat tiga buah kitab di tangan pemuda itu, ia segera teringat dan berseru girang dan heran,

“Kau… masih hidup….??” 

Tentu saja ia sekarang ingat akan pemuda yang telah menggendongnya ketika ia terluka dari Bukit Hoa-san, pemuda yang ia kira mati digondol burung rajawali emas yang lihai itu. Ia bukan girang, karena pemuda itu masih hidup, melainkan girang karena tiga buah kitabnya yang ia sangka sudah lenyap itu kini ternyata masih utuh. Cepat ia menyambar tiga buah kitab itu dan segera disusulnya pertanyaan,

“Dan manakah katak putih dalam tabung itu?”

“Ah, menyesal sekali, Yok-mo, katak itu telah ditelan habis oleh Kim-thiauw-ko (Kakak Rajawali Emas).” Kemudian pemuda ini segera balas bertanya, “Yok-mo, aku tadi mendengar tentang urusan para busu mencari dua orang gadis. Gadis-gadis itu adalah dua orang keponakanku. Betulkah kau tidak melihat mereka, Yok-mo?”

Pada saat itu, sebelum Yok-mo menjawab, terdengar suara,
“Bagus sekali, Toat-beng Yok-mo, kau telah menipu kami!” 

Dan muncullah Souw Ki, dua orang saudara kembar Bu, dan seorang tosu. Tosu ini bukan lain adalah Thian It Tosu tokoh Ngo-lian-kauw, tangan kanan Kim-thouw Thian-li. Seperti kita ketahui, Thian It Tosu menggabungkan diri dan menjadi seorang diantara tujuh jagoan istana. Inilah sebabnya mengapa Kim-thouw Thian-li berlaku mengalah dan tidak suka bermusuhan dengan Souw Ki bertiga tadi, akan tetapi juga ini yang menyebabkan ia merasa penasaran melihat sikap Souw Ki yang sombong dan tidak mengindahkannya. 

Ketika Souw Ki bertiga kembali ke istana, di tengah jalan bertemulah mereka dengan teman mereka, Thian It Tosu. Mereka berterus terang tentang kecurigaan mereka terhadap Toat-beng Yok-mo dan menceritakan pula peristiwa di Ngo-lian-kauw tadi. Thian It Tosu mencela mereka dan merasa menyesal telah terjadi peristiwa itu.

“Marilah kita kembali kesana, kalau tidak begitu, sungguh pinto akan merasa tidak enak sekali terhadap Kauwcu.”







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)