RAJAWALI EMAS JILID 097

Souw Ki dan dua orang saudara kembar itu menurut, maka empat orang ini segera kembali kesitu dan kebetulan sekali mereka melihat Kun Hong bercakap-cakap dengan Toat-beng Yok-mo, tentu saja Souw Ki menjadi marah dan mengeluarkan bentakan tadi. 

Mereka mengenal Kun Hong sebagai pemuda yang lenyap secara aneh dari tahanan. Sekarang ternyata pemuda ini bercakap-cakap dengan Yok-mo, siapa lagi kalau bukan Setan Obat yang menolongnya keluar dari tahanan? Juga Thian It Tosu menjadi curiga. Tosu ini memang diam-diam merasa iri hati dan tidak suka melihat perhubungan antara Yok-mo dengan ketuanya. Sebelum Yok-mo datang, dialah orang yang paling “dekat” dengan Kim-thouw Thian-li dan setelah ia menjadi pengawai Pangeran lalu mendengar kedatangan Yok-mo tentu saja ia menjadi iri hati dan cemburu.

“Toat-beng Yok-mo, kau tadi bilang tidak tahu menahu tentang pengacauan di Istana Kembang, tapi ternyata kau mengenal baik orang muda ini. Hemmm, andikata benar bukan kau yang mengacau di Istana Kembang, sudah dapat dipastikan bahwa yang menolong pemuda ini keluar dari tahanan adalah kau!” kata Souw Ki dengan suara marah.

“Toat-beng Yok-mo dengan perbuatanmu menentang Pangeran Mahkota ini, jangan kau menyeret nama baik Ngo-lian-kauw. Seorang laki-laki harus berani mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri!” kata Thian It Tosu sambil melirik ke arah Kim-thouw Thian-li yang masih berdiri di jembatan.

Melihat empat orang jagoan istana ini bersikap hendak menyerangnya, Toat-beng Yok-mo hanya terkekeh lalu berkata, 

“Tidak kusangkal bahwa aku mengenal pemuda ini, habis kalian mau apakah? Heh-heh-heh!”

“Yok-mo, kami harus menangkap kau dan pemuda ini!” seru Souw Ki.

Sementara itu, ketika Kun Hong melihat datangnya empat orang pengawal istana ini, mukanya menjadi pucat. Celaka, pikirnya, tentu aku akan ditangkap lagi. Ketika mendengar kata-kata Souw Ki yang terakhir, tanpa pikir panjang lagi Kun Hong lalu membalikkan tubuh dan lari dari situ!

“Hee, hendak lari kemana kau?” 

Souw Ki melompat dan ruyungnya dipergunakan menyerampang kaki Kun Hong dari belakang. Ia memang gemas kepada pemuda ini dan ingin memberi hajaran. Akan tetapi alangkah herannya ketika sudah yakin hatinya akan dapat mematahkan dua kaki pemuda itu, ternyata ruyungnya hanya mengenai angin karena kaki pemuda itu bergeser ke arah yang berlawanan dan secara aneh sekali. 

Ternyata dalam keadaan berbahaya itu Kun Hong sudah mempergunakan langkah dari Ilmu Silat Kim-tiauw-kun sehingga dengan mudah ia dapat menghindarkan kedua kakinya dari sambaran ruyung. Melihat pemuda itu hendak lari, sepasang saudara kembar Bu dan Thian It Tosu juga lari mengejar.



Kun Hong terkurung oleh empat orang busu. Pemuda ini bingung, lalu mengambil keputusan untuk mempergunakan ilmu yang telah dipelajarinya, yaitu Kim-tiauw-kun untuk melakukan perlawanan. Kalau tidak terpaksa sekali, pemuda ini tidak suka mempergunakan ilmu ini untuk bertanding dengan orang lain.



Akan tetapi pada saat itu terdengar suara parau dan disusul suara melengking yang menusuk telinga dan tahu-tahu disitu telah berdiri seorang kakek tinggi besar yang berpakaian serba putih. Melihat kakek ini, Toat-beng Yok-mo dan Kim-thouw Thian-li segera menghampiri, memberi hormat dan menegur,

“Kiranya Locianpwe Song-bun-kwi yang datang, silakan… silakan,”

Empat orang pengawal itu tentu saja pernah mendengar nama besar Song-bun-kwi, maka mereka menegok. Thian It Tosu yang juga sudah pernah melihat kakek ini, segera memberi hormat kepada Song-bun-kwi, akan tetapi, kakek itu menerimanya acuh tak acuh. 

Souw Ki dan dua orang saudara kembar, biarpun pernah mendengar nama Song-bun-kwi, akan tetapi belum pernah bertemu muka. Mereka adalah pengawal istana kepercayaan Pangeran Mahkota, maka tentu saja sikap mereka angkuh dan terhadap Song-bun-kwi mereka tidak memandang sebelah mata! Setelah memandang sejenak, Souw Ki dan dua orang saudara itu lalu mengurung Kun Hong lagi.

“Yok-mo, siapakah tiga manusia ini?” 

Song-bun-kwi bertanya dan diam-diam kakek ini heran sekali karena tadi ia melihat geseran kaki Kun Hong yang dalam pandangannya merupakan ilmu langkah yang ajaib sekali.





Yok-mo tertawa, 
“Heh-heh, mereka adalah pengawal-pengawal istana yang datang dengan fitnah bahwa aku telah mengacau Istana Kembang, kemudian mengira lagi bahwa aku telah mengeluarkan pemuda itu dari dalam tahanan. Lucu sekali!”

“Ah, kiranya anjing-anjing istana. He, dengarlah kalian. Yang mengacau Istana Kembang, menculik dua orang gadis adalah aku. Kalian mau apa?”



Bukan main kagetnya Souw Ki dan teman-temannya, juga Thian It Tosu. Kalau Thian It Tosu merasa kaget dan gelisah, adalah Souw Ki dan kedua saudara Bu kaget berbareng girang.

“Aha, dicari susah payah tidak ketemu, sekarang datang sendiri menyerahkan diri. Bagus! Kakek, dosamu terlalu besar, kau menyerahlah saja daripada rusak badanmu oleh ruyungku!” 

Souw Ki menggertak dan serta merta bersama teman-temannya lupa akan Kun Hong, meninggalkan pemuda itu dan menghampirl Song-bun-kwi.



Song-bun-kwi tertawa bergelak dan ia melengking tinggi ketika melihat sambaran ruyung Souw Ki. Hebat dan dahsyat sekali sambaran ruyung baja itu dan sekiranya mengenai kepala kakek ini, kiranya akan pecah berhamburan karena ruyung baja ini di tangan Souw Ki sanggup menghancurkan batu karang yang keras. Karena maklum bahwa kakek ini sakti, di samping hantaman ruyungnya ke arah kepala, tangan Souw Ki juga mengirim pukulan ke arah dada.

Hebat sekali Song-bun-kwi. Diserang seganas itu, kakek ini berdiri tak bergerak, dalam arti kata mengelak, seakan-akan ia tidak melihat datangnya dua serangan dahsyat itu. Baru setelah ruyung tinggal satu dim lagi dari keningnya kakek ini membabat senjata lawan itu dari bawah dengan tangan kiri dimiringkan, sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka menerima pukulan tangan kiri Souw Ki.

“Souw-busu, jangan….!” 

Thian It Tosu mencoba untuk mencegah temannya yang sembrono menyerang Song-bun-kwi, namun terlambat. Terdengar suara keras ruyung baja itu terpental dari tangan Souw Ki, melayang jauh, disusul jeritan Souw Ki ketika kepalan tangan kirinya kena dicengkeram oleh tangan kanan kakek itu. 

Sambil tertawa bergelak-gelak, Song-bun-kwi mendorong tubuh Souw Ki yang melayang seperti daun kering tertiup angin dan jatuh ke dalam air di dekat jembatan. Thian It Tosu cepat meloncat dan menolong Souw Ki keluar dari air, namun jagoan ini terpaksa harus digotong karena tulang tangan kirinya remuk dan mukanya biru matanya mendelik! Baiknya, Song-bun-kwi tidak menghendaki nyawanya maka jagoan yang galak ini tidak sampai mati.

“Song-bun-kwi, iblis tua, lihat pedang!” 

Sepasang saudara kembar she Bu itu marah sekali, melihat teman mereka dirobohkan sedemikian mudahnya oleh kakek ini, Pedang mereka berkelebat dan mengurung diri kakek itu dengan ganas. Mereka bekerja sama baik sekali dan dalam gebrakan pertama Bu Sek menikam sedangkan Bu Tai melindungi kakaknya dari samping dengan memutar-mutar pedangnya, siap untuk menanti kesempatan menyerang apabila serangan kakaknya gagal.

Song-bun-kwi mengeluarkan lengking tinggi tanda bahwa dia sudah marah. Tentu saja sama sekali ia tidak gentar menghadapi serangan pedang ini, dengan mengebutkan lengan bajunya pedang itu meleset dan tangan Bu Sek serasa hendak robek kulitnya. Malah Bu Tai yang memutar pedangnya, terhuyung mundur dua langkah karena sambaran angin kebutan ujung lengan baju itu.



Thian It Tosu yang melihat betapa dua orang saudara kembar itu sudah bertempur mengeroyok Song-bun-kwi, segera meloncat ke depan dan berkata,

“Locianpwe Song-bun-kwi, terpaksa pinto berlaku kurang ajar karena kau berani menghina utusan-utusan Pangeran Mahkota!” 

Tosu ini mencabut pedangnya dan menerjang ke depan, pedangnya membabat ke arah pinggang Song-bun-kwi yang cepat mengelak sambil tertawa mengejek. Dikeroyok tiga orang jagoan istana yang lihai ini, Song-bun-kwi enak saja melayaninya dengan tangan kosong. Serangan senjata tiga orang lawannya itu kalau tidak dilegos, tentu ditangkis dengan ujung lengan bajunya, kadang-kadang malah dengan tangan yang dimiringkan!

Kim-thouw Thian-li dan Toat-beng Yok-mo saling pandang. Ketua Ngo-lian-kauw itu merasa serba salah, akan tetapi setelah melihat Thian It Tosu terjun dalam lapangan pertempuran, ia segera dapat memilih pihak mana yang harus dibantu. Memihak Song-bun-kwi tidak ada keuntungannya sama sekali, sebaliknya kalau tidak membantu utusan-utusan Pangeran Mahkota, tentu akan merupakan bahaya bagi pendirian Ngo-lian-kauw. Cepat ia melolos pedang dan sabuk merahnya, tubuhnya ringan ketika meloncat ke depan dan suaranya halus membentak,



“Song-bun-kwi, melawan utusan-utusan Pangeran Mahkota berarti memberontak dan terpaksa aku menghalangimu!” Pedangnya menyambar-nyambar diikuti sinar merah sabuknya.

“Ha-ha-ha, Kim-thouw Thian-li, sejak kapan kau menjadi anjing Pangeran? Baik, baik, bagus, majulah hendak kulihat apakah kau sudah mempelajari Im-sin Kiam-sut dengan baik!”

Marahlah Kim-thouw Thian-li dan benar saja ia lalu mengeluarkan ilmu pedangnya yang hebat, Im-sin Kiam-sut! Sementara itu, Toat-beng Yok-mo setelah mengantongi tiga buah kitabnya lalu maju pula dengan tongkatnya.

“Song-bun-kwi, kau makin tua makin jahat, suka bikin kacau saja! Perbuatanmu mengacau Istana Kembang membikin namaku rusak, orang mengira aku yang melakukannya. Kau harus mencuci namaku!” 

Tongkatnya melayang dan sekali bergerak telah mengirim lima totokan ke arah tubuh kakek itu.

“Ha-ha-ha, maju semua, hayo majulah!” 

Song-bun-kwi berteriak dan tiba-tiba ia mengeluarkan lengking tinggi memanjang dan tahu-tahu kedua saudara Bu menjerit kaget karena pedang mereka terpental dan tangan mereka sampai berdarah sedangkan Thian It Tosu terjengkang ke belakang keserempet ujung lengan baju. Song-bun-kwi tertawa bergelak, tubuhnya berkelebat ke dekat Kun Hong,

“Hayo kau ikut aku!” 

Tangan Kun Hong sudah dicekalnya dan pemuda ini dibawanya lari seperti terbang cepatnya! Biarpun ganas dan tidak takut siapapun juga, Song-bun-kwi masih cukup cerdik untuk menanam permusuhan dengan Ngo-lian-kauw. Maka ia lalu pergi saja setelah memperlihatkan kelihaiannya dan ia membawa pergi Kun Hong, karena tadi melihat gerakan pemuda itu yang aneh sekali ketika mengelak serangan Souw Ki.

“He, kakek tua, hendak kau bawa kemana aku?” 

Kun Hong berteriak-teriak sepanjang jalan, akan tetapi kakek itu membisu saja dan menarik tangannya yang dicekal erat.

“Kakek tua, kalau kau ada urusan denganku, mari kita bicara baik-baik, kenapa kau lari seperti orang dikejar setan? Apakah kau takut kalau mereka itu mengejarmu?”

Kalau saja Kun Hong mengeluarkan ucapan lain, agaknya kakek aneh ini takkan mempedulikannya dan lari terus. Akan tetapi sekali Kun Hong mengucapkan sangkaan takut, kakek itu tiba-tiba berhenti dan memandang marah,

“Aku takut kepada mereka? Eh, bocah, kau tidak tahu siapa aku!”

“Tentu saja aku tahu. Kau adalah seorang tokoh di Min-san bernama Kwee Lun berjuluk Song-bun-kwi,” jawab Kun Hong.

Kakek tua itu nampak tercengang. Di Ngo-lian-kauw tadi, orang-orang hanya menyebut julukannya, bagaimana bocah ini bisa kenal namanya yang jarang disebut-sebut dunia kang-ouw?

“Bocah, kau siapakah dan bagaimana kau bisa kenal namaku?”

“Locianpwe, aku adalah Kwa Kun Hong dan aku telah banyak mendengar tentang Locianpwe dari Ayah.”

“Siapa ayahmu? Lekas katakan!”

“Ayah adalah Kwa Tin Siong Ketua Hoa-san-pai.”







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)