RAJAWALI EMAS JILID 113
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Kim-thouw Thian-li menjadi silau matanya dan cepat-cepat menarik pedang untuk menangkis lagi. Siapa kira, serangan ini hanya pancingan belaka agar ia mengangkat pedangnya karena tahu-tahu pemuda itu mengirim pukulan keras kearah ulu hati, menggunakan tangan kiri yang diputar-putar lebih dulu.
Kim-thouw Thian-li mengeluarkan jeritan kaget karena hawa pukulan tangan kiri dari pemuda itu mendatangkan angin dingin yang luar biasa, membuat tubuhnya menggigil dan lemas. Cepat-cepat wanita itu mengerahkan Iwee-kangnya sambil membanting tubuh kekanan untuk menghindarkan diri dari pukulan dahsyat itu, namun ujung pedang Sin Lee sudah menyambar datang memenggal leher!
“Celaka!”
Kim-thouw Thian-li menggerakkan kepalanya menjauh, namun pundaknya masih saja tercium ujung pedang, bajunya robek berikut kulit pundak dan sedikit dagingnya.
Mulailah ia menjadi gentar apalagi ketika Sin Lee terus menerus mendesaknya dengan serangan pedang yang gencar diselingi pukulannya yang dahsyat itu. Kun Hong yang menyaksikan pukulan dengan tangan lebih dulu diputar-putar ini, menjadi bingung. Di dalam Kim-tiauw-kun tidak ada pukulan macam itu.
Memang, ilmu pukulan ini adalah ilmu dari kaum sesat, yang hanya dipergunakan oleh golongan hitam. Inilah ilmu pukulan Jing-tok-ciang (Pukulan Racun Hijau) yang Sin Lee warisi dari ibunya dan di lain pihak Kwa Hong ibunya itu dahulu menerimanya dari Koai Atong. Dahsyat sekali Jing-tok-ciang ini karena baru angin pukulannya saja sudah mengandung hawa luar biasa yang dapat mematikan lawan.
Dengan marah sekali Kim-thouw Thian-li mengebutkan sabuk merahnya sambil berseru nyaring. Debu kemerahan menyambar kearah Sin Lee. Inilah racun berbahaya yang keluar dari dalam sabuk itu, yang dipergunakan Ketua Ngo-lian-kauw hanya kalau menghadapi lawan tangguh.
Debu merah ini berbau harum sekali, begitu harumnya sampai dapat merampas ingatan dan semangat orang! Namun sudah banyak Sin Lee mendengar tentang Ketua Ngo-lian-kauw ini dari ibunya, dan sudah tahu pula ia apa artinya debu merah ini. Ia tidak berani memandang rendah, terdengar ia melengking tinggi dan tubuhnya meloncat keatas dengan kedua tangan dikembangkan. Hebatnya dari udara ia bisa melakukan gerakan menerjang kedepan bawah sambil memutar dari kiri sehingga tidak bertemu dengan awan debu merah. Pedangnya dikerjakan cepat dan tangan kirinya juga diputar-putar, siap melakukan pukulan.
Kim-thouw Thian li berhasil menangkis pedang Sin Lee, namun sebuah pukulan Jing-tok-ciang yang tak tersangka-sangka datangnya, mengenai pundak kirinya. Perlahan saja pukulan itu namun ketika jari-jari tangan pemuda itu menyentuh pundaknya, wanita ini memekik keras dan terhuyung-huyung lalu roboh!
Dengan sekuat tenaga ia menghimpun hawa Im-sin-kang di tubuhnya untuk melawan pukulan yang membuat seluruh isi dadanya dan pada saat itu Sin Lee sudah tidak mau memberi hati lagi, menerjang dengan pedang diputar lalu ditusukkan seperti lagak seekor burung mematuk mangsanya.
“Heee, jangan bunuh orang….!”
Kun Hong sudah sampai disitu dan menyelinap diantara sinar pedang Sin Lee, Hui Cu kaget sekali dan hendak menarik tangan pamannya ketika ia melihat pamannya dengan gerakan tidak karuan dan kacau menubruk Sin Lee, akan tetapi secara aneh sambarannya meleset dan tubuh Kun Hong terus menyerbu ke depan.
Hui Cu hampir menjerit karena kuatir kalau-kalau pamannya itu yang tidak pandai silat terkena senjata Sin Lee. Akan tetapi ia melihat Sin Lee mencelat mundur sambil berseru,
”Kau?”
Kuatir kalau-kalau Sin Lee akan menyerang Kun Hong, Hui Cu segera lari menghampiri dan berkata,
“Jangan… dia adalah pamanku.”
Sin Lee tertegun. Tadi ia terpaksa harus menarik kembali pedangnya dan mencelat ke belakang karena pemuda aneh itu yang menyelinap masuk telah memasang dua jari tangannya memapaki tangannya yang memegang pedang sehingga kalau ia meneruskan tusukannya kepada Kim-thouw Thian-li, sudah tentu pergelangan tangannya akan tertotok dan pedangnya akan terlepas.
Heran ia bagaimana paman dari Hui Cu dapat mengenal kelemahan pergerakannya tadi? Dan sama sekali ia tidak pernah mengira bahwa “paman” ini masih seorang muda sebaya dia!
“Dia… dia pamanmu yang bernama Kun Hong itu?” tanyanya memandang ke arah Kun Hong yang menghampiri Kim-thouw Thian-li yang sudah duduk bersila mengerahkan Iwee-kang untuk melawan hawa dingin yang menyerang isi dadanya.
“Ya, maklumlah dia… dia paling anti bunuh membunuh, karena itu maka tadi mencegah kau membunuh Kim-thouw Thian-li….”
“Kau… tidak apa-apa?” tanya Sin Lee memandang penuh perhatian.
“Tidak, Paman Hong sudah mengobatiku, tak kusangka dia pandai. Saudara Tiauw, kau tolong bantulah adik Li Eng melawan Hek-hwa Kui-bo.”
Pada saat itu pertempuran antara Li Eng dan Hek-hwa Kui-bo masih berjalan seru sekali. Akan tetapi betapapun lihainya Li Eng, menghadapi tokoh sakti ini ia terdesak juga apalagi pedang nenek itu menyambar-nyambar ganas dengan ilmu pedangnya Im-sin Kiam-sut. Mendengar permintaan Hui Cu, Sin Lee segera melompat dan menerjang nenek itu dengan pedangnya.
“Iblis tua, kau mampuslah!”
Pedangnya menyambar-nyambar seperti kilat dan Hek-hwa Kwi-bo terpaksa mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk menghadapi pengeroyokan dua orang muda yang berkepandaian tinggi itu.
Li Eng diam-diam merasa lega bahwa ia mendapat bantuan seorang yang begini kuat. Diam-diam ia membandingkan pemuda ini dengan cucu Song-bun-kwi. Ada persamaan wajah dan bentuk badan antara kedua pemuda ini, hanya cucu Song-bgn-kwi itu lebih kekar dan lebih tampan dalam pandangannya. Juga dalam ilmu kepandaian, keduanya sama-sama hebat.
Kun Hong menghampiri Kim-thouw Thian-li yang duduk bersila. Wajah wanita itu muram, mengandung cahaya kehijauan yang aneh. Kun Hong tahu bahwa wanita ini telah terluka berat, luka dalam yang mengandung hawa pukulan beracun. Ia pernah bertemu dengan Ketua Ngo-lian-kauw ini dan ia dapat menduga bahwa orang ini bukanlah orang baik-baik, akan tetapi hatinya yang penuh welas asih membuat ia berkasihan melihat orang itu terluka dan bermaksud untuk mengobatinya.
“Kauwcu, kau terluka hebat” dan tanpa ragu-ragu ia memegang pergelangan tangan kiri wanita tua itu.
Beberapa detik ia memeriksa keadaan orang melalui ketukan jalan darahnya, dan ia kaget sekali.
“Kauwcu, kau terkena racun hawa pukulan yang mengandung daya Im-kang. Jangan kerahkan tenaga keluar, jangan pula melawan dari dalam. Aku akan berusaha menolongmu.”
Setelah berkata demikian, Kun Hong menotok ke bagian pundak dan mengurut bagian punggung.
Kim-thouw Thian-li membuka matanya, kaget bukan main melihat bahwa orang yang bicara hendak menolongnya adalah orang Hoa-san-pai yang pernah datang ke tempatnya kemudian dibawa pergi Song-bun-kwi. Orang ini terang pihak musuh, mana ia percaya hendak mengobatinya? Tentu hendak menipunya dan hendak mencelakainya. Ia cepat mengangkat tangan mengirim pukulan keras.
“Eh, jangan kerahkan tenaga, berbahaya”
Kun Hong berseru namun terlambat, tubuhnya mencelat dan bergulingan sampai beberapa meter jauhnya!
“Paman Hong… kau… kau tidak apa-apa?”
Hui Cu mendekati, melupakan lukanya sendiri dan ia terheran-heran melihat pamannya ini merangkak bangun sama sekali tidak terluka, hanya keningnya yang bertumbukan dengan batu ketika ia terlempar tadi agak benjol setengah telur besarnya. Pemuda ini menggeleng kepala dan memandang ke arah Kim-thouw Thian-li, lalu menarik napas panjang.
“Kehendak Thian tak dapat diubah… dia seperti membunuh diri….”
Hui Cu tidak mengerti dan menengok kearah Ketua Ngo-lian-kauw dan… ternyata wanita itu telah rebah telentang dengan wajah kehijauan. Ketika ia mendekati, ternyata bahwa Kim-thouw Thian-li telah tewas! Diam-diam Hui Cu girang sekali, karena ia benci wanita Ketua Ngo-lian-kauw yang terkenal jahat dan yang dahulu sudah banyak membikin susah orang-orang tua di Hoa-san-pai.
Hek-hwa Kui-bo benar-benar hebat sekali. Nenek ini usianya sudah amat tua, mukanya sudah penuh keriput dan matanya cekung seperti mata tengkorak. Dilihat begitu saja, ia merupakan seorang nenek yang sudah mendekati lubang kubur.
Namun dalam pertempuran dia benar-benar seperti iblis betina, tenaga Iwee-kangnya masih mengatasi kedua orang muda yang mengeroyoknya itu, juga ilmu pedangnya yang berdasarkan ilmu sakti Im-sin Kiam-sut bercampur dengan ratusan macam gerakan ilmu silat yang dimilikinya, membuat dua orang pengeroyoknya itu harus mengerahkan seluruh kepandaian untuk menekannya. Kali ini nenek ini benar-benar menghadapi lawan berat.
Sin Lee adalah putera Kwa Hong yang sudah mewarisi kepandaian ibunya yang luar biasa, kepandaian campuran antara ilmu silat Hoa-san-pai, Ilmu Silat Jing-tok-ciang ditambah lagi ilmu silat yang dipelajari oleh Kwa Hong dari rajawali emas. Adapun Kui Li Eng memiliki ilmu silat Hoa-san-pai yang aseli, yang tadinya merupakan rahasia bagi Hoa-san-pai sendiri sebelum ayah bundanya bertemu dengan Lian Ti Tojin. Ilmu Pedang Hoa-san Kiam-hoat yang aseli ini berlipat kali lebih lihai dari ilmu pedang Hoa-san-pai yang dimiliki oleh tokoh-tokoh Hoa-san-pai lainnya.
Perlahan tapi tentu, Hek-hwa Kui-bo mulai terdesak. Dua buah pedang ditangan dua orang muda itu benar-benar membuat ia sebentar-sebentar memekik marah dan heran. Akan tetapi ketika nenek ini melihat bahwa muridnya yang terkasih itu tewas sebagai akibat pukulan pemuda yang sekarang mengeroyoknya, ia menjadi marah sekali dan juga kuatir.
Sambil memekik keras, sabuknya dikebut-kebutkan dan mengepullah debu yang bermacam-macam warnanya dan diantara debu ini berkelebatan sinar-sinar yang menyembunyikan jarum-jarum lembut yang mengandung racun sama hebatnya dengan racun debu beraneka warna itu! Inilah penyerangan hebat luar biasa yang jarang dapat dihindarkan oleh lawan yang bagaimana tangguhpun.
“Awas….!!” teriakan ini sekaligus keluar berbareng dari mulut Li Eng dan Sin Lee dan berbareng pula seperti mendengar komando, dua orang muda ini membanting tubuh ke belakang, berjungkir-balik dan menggelundung pergi seperti binatang trenggiling turun gunung.
Kiranya keduanya sudah mendengar dari orang tua masing-masing tentang kelihaian Hek-hwa Kui-bo dan tentang senjata rahasia yang amat ampuh dari nenek iblis ini, yaitu debu beracun yang disebut Ngo-hwa Tok-san (Bubukan Racun Lima Kembang) dan jarum-jarum beracun Ngo-hwa Tok-ciam.
Karena inilah maka mereka berdua tidak berani menyambut atau menangkis, melainkan membuang diri dengan cara pengelakan yang paling tepat untuk menghindarkan diri dari serangan debu dan jarum-jarum itu. Biarpun begitu, kedua orang muda ini merasa angin berseliweran diatas punggung mereka, hanya beberapa senti meter saja jauhnya, tanda bahwa jarum-jarum beracun itu hampir saja mengenai tubuh mereka.
Setelah menggelundung jauh, keduanya berloncatan bangun dengan keringat dingin mengucur. Hampir saja mereka menjadi korban. Keduanya cepat memutar tubuh untuk menghadapi nenek yang ganas itu, akan tetapi nenek itu sudah tidak kelihatan lagi.
Kiranya ketika melihat dua orang pengeroyoknya bergulingan tadi, Hek-hwa Kui-bo yang tahu betul bahwa melanjutkan pertempuran melawan dua orang muda itu merupakan bahaya sedangkan muridnya sudah tewas, cepat ia melompat, menyambar jenazah Kim-thouw Thian-li dan membawanya lari secepat terbang dari tempat itu.
Kun Hong dan Hui Cu yang melihat ini, hanya dapat memandang saja. Bagi Hui Cu yang maklum akan tingkat kepandaiannya, tak berani ia menghalangi, adapun Kun Hong memang tidak mau menghalangi, malah ia bersyukur bahwa jenazah Ketua Ngo-lian-kauw itu ada yang membawa pergi dan mengurusnya.
Hui Cu dengan muka gembira memperkenalkan Sin Lee kepada Li Eng dan Kun Hong, Li Eng yang berwatak lincah gembira itu menjura dan berkata,
“Tiauw-enghiong benar-benar gagah perkasa dan lihai sekali, membuat aku kagum sekali. Apalagi karena Tiauw-enghiong telah menolong Enci Hui Cu dari tangan Song-bun-kwi, benar-benar merupakan budi yang takkah pernah dilupa oleh… Enci Hui Cu.”
Setelah berkata demikian ini, dengan sinar mata yang nakal sekali Li Eng mengerling kepada Hui Cu yang menjadi merah dadu warna pipinya.
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI