RAJAWALI EMAS JILID 120


“Jangan mau menang sendiri, Saudara Kong Bu. Sikapmu terhadap keponakanku Li Eng juga tidak berterus terang. Dahulu kau mengalah dan membiarkan dirimu ditawan, lalu tadi kau sengaja berlaku mengalah dalam pertandingan. Apa artinya? Seorang laki-laki tidak akan ragu-ragu untuk menyatakan perasaannya secara jujur.”

Merah muka Kong Bu, akan tetapi sambil tersenyum ia mengangkat dada berkata, 
“Kau telah memberi contoh. Akupun bersumpah bahwa aku betul-betul mencinta Nona Kui Li Eng dengan sepenuh jiwaku.”

Tiba-tiba terdengar orang bertepuk tangan tertawa, 
“Bagus, bagus… telah kudengar sumpah dua orang. Awas, aku menjadi saksi utama!” 

Muncullah Hui Cu dari balik sebatang pohon dan gadis ini dengan wajah berseri-seri berkata sambil menoleh ke belakang. 

“Adik Eng, Adik Cui Bi, keluarlah, mengapa malu-malu kucing bersembunyi saja?”

Dengan muka merah dan ditundukkan, dua orang gadis itu membiarkan mereka tertarik keluar oleh Hui Cu. Kun Hong dan Kong Bu kaget dan tentu saja menjadi malu sekali, wajah mereka merah sampai ke telinga. Kiranya tempat rahasia itu hebat sekali sehingga ditempat ini ada tiga orang gadis muncul tanpa mereka ketahui sama sekali! Tentu mereka bertiga tadi sudah melihat dan mendengar segala-galanya.

Terdengar Li Eng berkata malu-malu kepada Cui Bi sambil merangkul gadis berpakaian pria itu, 

“Adik Bi, maafkanlah aku….”

Apakah yang terjadi? Seperti telah kita ketahui, Cui Bi pergi menyusul Hui Cu dan Li Eng. Karena jalan rahasia itu memang sulit sekali, akhirnya Li Eng tersesat, malah Hui Cu yang mengejarnya juga tersasar sehingga dua orang gadis ini terpisah, makin lama makin jauh. 

Cui Bi yang mengenal jalan rahasia itu mengejar Li Eng dan… tanpa disadari oleh Li Eng sendiri, sebetulnya Li Eng telah mengambil jalan memutar kembali ke tempat semula. Karena inilah maka tadi ia sempat menyaksikan, seperti juga Kun Hong, adegan mesra antara Cui Bi dan Kong Bu.

Begitu melihat Cui Bi hendak mencari, Li Eng sengaja menunggu dan segera memaki setelah melihat Cui Bi muncul di depannya, 

“Bagus, kau perempuan tak tahu malu! Kau mendorong-dorongku kepada Kong Bu, kau sendiri menyatakan cintamu kepada Paman Hong, tapi apa yang kau lakukan tadi? Benar-benar tak tahu malu!” 

Tentu saja Cui Bi kaget sekali, akan tetapi ia segera dapat menduga apa yang menjadi sebabnya, maka ia tersenyum manis.

“Enci Li Eng, kemarahanmu ini malah menggirangkan hatiku, tanda bahwa rasa cemburu di hatimu ini membuktikan betapa besar cinta kasihmu kepada kakak tiriku Kong Bu.”

“Kakak tiri? Apa maksudmu?”

“Dia putera Ayah, dari Ibu Kwee Bi Goat, tentu saja kakak tiriku. Nah, apa kau masih cemburu?”

Bukan main menyesal dan malunya hati Li Eng maka ia hanya bengong saja dan tidak membantah ketika Cui Bi menarik tangannya untuk menyusul Hui Cu dan setelah bertemu mereka bertiga kembali ke tempat tadi melalui jalan rahasia yang amat dekat sehingga mereka sempat menyaksikan keributan antara Kun Hong dan Kong Bu, sempat pula mendengar sumpah cinta kasih mereka. Kini tibalah giliran Hui Cu untuk menggoda mereka dan menyatakan kegembiraannya.

Di dalam pertemuan yang serba menggembirakan ini, Kun Hong agak gelisah melihat betapa wajah kekasihnya itu muram seperti matahari tertutup awan. Akan tetapi tentu saja ia tidak berani untuk bertanya. Dilain pihak, Cui Bi yang masih amat sungkan dan likat, segera berkata,

“Sekarang tiba waktunya kita naik ke puncak menghadap Ayah. Hati-hati, jalan rahasia ini amat sulit, dan aku kuatir kalau-kalau perjalanan kita ada yang mengikuti. Kong Bu-koko, aku menjadi petunjuk jalan didepan dan biarlah kau jalan paling belakang sambil meneliti kalau-kalau ada musuh yang mengikuti perjalanan kita ke puncak.”

“Adik Bi, apakah kau melihat sesuatu yang mencurigakan?” tanya Kong Bu. “Agaknya selama ini ada orang memata-matai kita. Malam itu….” Cui Bi melirik ke arah Kun Hong yang juga teringat akan bayangan semalam. “Apakah itu bayanganmu Bu-koko?” 





Kong Bu menggeleng kepala, wajahnya serius. 
“Aku hanya melihat dari jauh dari belakang pondok, mana bisa kau melihat bayanganku?” 

“Hemm, agaknya orang lain. Mari jangan membuang waktu.” kata Cui Bi yang segera memimpin perjalanan itu dengan hati-hati dan perlahan.

Jalan rahasia itu memang amat sukar. Kalau bukan orang Thai-san-pai, takkan mungkin dapat mencarinya. Jalan yang luas dihindari, akan tetapi gerombolan pohon yang amat lebat malah dimasuki, semua ini memakai perhitungan, dan sebagai tanda-tanda hanyalah pohon-pohon yang tumbuh malang melintang tidak teratur di sekitar puncak. 

Cui Bi membawa mereka menyusup diantara dua batang pohon yang berdampingan sehingga mereka hanya dapat bergerak maju dengan tubuh miring, menyeberangi tetumbuhan penuh duri dan akhirnya mereka terhalang oleh sebuah rawa yang lebarnya tidak kurang dari lima puluh meter. 

Diatas rawa ini dipasangi jembatan bambu melintang, terdiri dari dua batang bambu disambung-sambung tanpa pegangan. Jembatan itu kecil dan kalau dilalui orang tentu membutuhkan ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Pendeknya, orang biasa takkan mampu melewati jembatan yang cukup panjang ini.

Akan tetapi, para muda itu terheran-heran melihat Cui Bi tidak mengajak menyeberangi rawa melalui jembatan itu, melainkan langsung turun ke dalam rawa!

“Eh, ada jembatan mengapa menyeberang rawa yang airnya begitu kotor, dan siapa tahu kalau membuat kita tenggelam?” teriak Li Eng yang berjalan di belakang Cui Bi.

Cui Bi berhenti, menoleh dan tertawa. 
“Diantara seratus orang, tentu tak ada seorangpun yang tidak mengira bahwa perjalanan selanjutnya tentu melalui jembatan yang sukar ini. Akan tetapi ini hanya perangkap bagi musuh yang mencoba-coba memasuki jalan rahasia ini. Siapa yang menyeberang melalui bambu ini, akan tersesat jauh dan akan menghadapi bahaya yang hebat disebelah sana. Sekarang ikutilah saja bekas jejak kakiku, jangan terpeleset!”

Dengan perlahan agar dapat diikuti dengan seksama oleh kawan-kawannya, Cui Bi lalu melangkahkan kaki ke dalam rawa dan… kiranya di dekat permukaan air rawa yang hitam itu dipasangi patok-patok tertentu yang cukup lebar untuk injakan kaki, Patok-patok ini dipasang sedemikian rupa sehingga hanya mereka yang hafal saja yang akan dapat mencarinya. 

Cui Bi melangkah, kekanan sembilan langkah, memutar kekiri sembilan langkah, lurus sembilan langkah lalu membelok lagi kekanan dan kemudian melalui bawah jembatan bambu itu, sama sekali tidak menyeberang, melainkan menyusur sepanjang rawa itu memanjang kekiri.

Dilihat dari jauh, lima orang muda itu seakan-akan berjalan diatas air rawa! Sama sekali bukan seberang disana jembatan itu berakhir yang dituju oleh Cui Bi, melainkan membelok dan lenyap di tikungan yang penuh dengan tetumbuhan liar.

Setelah melangkah sebanyak sembilan puluh sembilan langkah, sampailah mereka di seberang sana dan meloncat ke daratan yang indah, penuh kembang dan rumput hijau.

“Kita berhenti disini, disebelah sana ada terowongan yang menuju ke puncak. Biarlah aku sendiri yang akan naik melaporkan kepada Ayah, biasanya Ayah kalau hendak menemui para murid tentu keluar dari terowongan. Tak sembarang orang diperbolehkan melalui terowongan. Nah, kalian tunggu sebentar, aku segera kembali bersama Ayah.” 

Li Eng, Hui Cu, Kun Hong dan Kong Bu terpaksa menanti disitu sungguhpun Kong Bu dan Li Eng yang keras hati itu tidak sabar dan tidak puas mengapa diadakan peraturan seperti ini. Mereka tentu saja tidak tahu betapa dahulu Beng San mempunyai banyak sekali musuh-musuh lihai yang selalu berusaha menyerbu tempat tinggalnya untuk membalas dendam sehingga terpaksa pendekar ini untuk menjaga keselamatan keluarganya, membuat tempat yang penuh rahasia ini.

Baru saja Cui Bi lenyap di sebuah tikungan, tiba-tiba Kun Hong yang kebetulan menengok ke belakang berseru, 

“Ada orang datang!”

Semua orang menengok dan cepat meloncat berdiri dari tempat duduk mereka diatas tanah. Benar saja, sesosok bayangan dengan gerakan yang gesit dan ringan sekali berloncatan dari patok ke patok, persis seperti yang mereka lakukan dengan hati-hati dan perlahan tadi.

“Wah, dia tadi tentu mengikuti kita dan diam-diam memperhatikan jalan rahasia menyeberangi rawa!” 

Kata Li Eng sambil siap untuk menghadapi lawan. Empat orang muda ini maklum bahwa yang datang adalah seorang yang memiliki ilmu meringankan tubuh hebat sekali.

Kong Bu melompat kedekat rawa. 
“Dia lihai, biarlah aku menghadapinya!” dengan kata-kata demikian ia hendak mencegah kekasihnya itu berhadapan dengan lawan yang demikian lihainya. 

Orang yang berloncatan itu tiba-tiba terhenti agaknya ragu-ragu melihat bahwa orang-orang yang diikutinya itu ternyata berhenti dan telah melihatnya. Akan tetapi agaknya ia sudah merasa kepalang dan kini malah meloncat-loncat lagi dengan cekatan dan lebih cepat dari tadi. Kedua lengannya berkembang ke kanan kiri, pakaian di tubuhnya berkibar, dipandang dari jauh seperti seekor burung besar. Kun Hong hampir berseru kaget karena ia mengenal bahwa langkah-langkah dan gerakan itu mirip betul dengan langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun.

“Dia bukan musuh…!” Tiba-tiba Hui Cu berseru. Dia… dia Saudara Tiauw…!”

Memang benar dugaan gadis ini yang tak pernah dapat melupakan pemuda penolongnya itu sehingga dari jauh saja ia telah mengenalnya. Bayangan yang datang berlompatan seperti terbang itu bukan lain adalah Sin Lee! Akan tetapi Kong Bu yang tidak mengenal tidak terpengaruh oleh seruan ini. Ia membiarkan Sin Lee melakukan loncatan terakhir dan berada didarat, lalu ia memapaki dan berkata, suaranya ketus,

“Siapa kau dan apa maksudmu mengikuti kami?”

Sin Lee adalah seorang pemuda yang berwatak kasar, juga jujur dan tidak pernah merasa takut terhadap siapapun juga. Ia dapat merasai ketusnya suara pemuda tampan yang menyambutnya, maka ia menjawab sama ketusnya,

“Tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu sobat, perlu apa kau banyak bertanya?” 

Lalu ia menoleh ke arah Hui Cu, mengangkat tangan memberi hormat pula kepada Kun Hong sambil berkata,

“Maafkan aku, sengaja aku menyusul karena aku ingin sekali bertemu dengan Ketua Thai-san-pai.”

Disini sudah tidak ada Cui Bi dan tiga orang muda Hoa-san-pai itu termasuk tamu, tentu saja mereka tidak berhak melarang orang lain hendak bertemu dengan Ketua Thai-san-pai. Apalagi Kun Hong dan dua orang keponakannya itu seperti orang kesima melihat betapa dua orang muda yang sama gagah sama tampan itu benar mirip satu kepada yang lain! Akan tetapi, Kong Bu yang merasa bahwa sebagai putera Ketua Thai-san-pai iapun berhak melindungi kehormatan Thai-san-pai, segera membentak,

“Kau datang memata-matai kami. Kau mengikuti kami dengan diam-diam, perbuatanmu ini saja sudah cukup menyakinkan bahwa kau tentulah seorang jahat! Hayo mengaku kau siapa dan apa maksud kedatanganmu?”

“Saudara Kong Bu, dia bukan orang jahat!” serta merta Hui Cu membela, suaranya mengandung kemarahan. “Dialah yang menolong aku ketika kakekmu menculikku!” 

Karena panas mendengar penolongnya dimaki, Hui Cu tak dapat mengendalikan hatinya dan sengaja ia mencela kakek Kong Bu.

Hal ini tentu saja membuat Kong Bu makin tak senang kepada pendatang ini. Hemm, kiranya inilah orangnya yang oleh kakeknya dianggap lihai dan yang ternyata berhasil merampas Hui Cu dari tangan kakeknya. Ia memandang tajam, sinar matanya berapi-api.

Adapun Sin Lee ketika mendengar pembelaan Hui Cu, diam-diam merasa puas sekali, kemudian ia bertanya, suaranya mengandung ejekan, 

“Sobat, kau bersikap seolah-olah kau raja tempat ini. Apa hubunganmu dengan Ketua Thai-san-pai dan betulkah kata-kata Nona Hui Cu bahwa kau cucu iblis tua Song-bun-kwi?”







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)