RAJAWALI EMAS JILID 122

Berseri wajah Raja Pedang ini, girang bahwa puteranya, keturunan Kwa Hong, ternyata mengenal namanya. Dengan penuh gairah ia menjawab, 

“Betul, anakku, betul… akulah Tan Beng San!”

Muka Sin Lee mengeras. 
“Bagus, memang kedatanganku ini hendak bertemu dengan Tan Beng San Ketua Thai-san-pai. Menurut ibuku, kaulah seorang diantara mereka yang menjadi sebab kematian ayahku dan sebab kesengsaraan hidup ibuku. Tan Beng San, kau harus ikut dengan aku ke Lu-liang-san untuk menghadap Ibu dan menerima hukuman yang akan diputuskan oleh Ibu sendiri!”

Semua kaget mendengar ini, kecuali Beng San yang mendengarnya dengan senyum duka.

“Kanda Sin Lee….!” 

Tiba-tiba Hui Cu berseru dan mendekati pemuda ini, dalam sedih dan bingungnya nona ini sampai lupa diri dalam panggilannya yang demikian penuh perasaan dan mesra.

“Jangan … jangan kau memusuhi Paman Tan Beng San… ah, mengapa begini….?” Gadis itu lalu menangis terisak-isak.

Sin Lee mengerutkan kening. Kekerasaan batinya tertusuk dan kelemahannya tersinggung. Namun ia mengeraskan perasaan, menyentuh tangan Hui Cu yang diulurkan, hanya sedetik saja tangan mereka bersentuhan, dan pemuda ini berkata, suaranya halus namun penuh ketegasan,

“Dinda Hui Cu… menjauhlah kau… urusan ini tak dapat dirubah lagi. Ini kehendak Ibu dan aku harus berbakti kepada Ibu, biar untuk itu aku harus berkorban nyawa sekalipun. Ibu selamanya hidup menderita, ditinggal Ayah dan dihina banyak orang, kalau aku sebagai putera tunggalnya tidak berbakti kepadanya, habis apa balasku terhadap Ibu yang melahirkan aku? Dinda, jangan kau turut-turut, jangan beratkan hatiku, mundurlah….”

“Kalau begitu. kau memang patut mampus!” 

Tiba-tiba Kong Bu membentak dan pemuda ini mengirim pukulan keras sekali. Sin Lee mendengus mengangkat tangan menangkis. 

“Dukk!” 

Dua lengan tangan yang sama kuatnya bertemu, membuat keduanya terpental ke belakang tiga langkah. Kong Bu masih hendak menyerang lagi namun Beng San segera berseru,

“Kong Bu, tahan! Jangan kau serang dia! Sin Lee, kau adalah anakku, kau mau mengaku atau tidak, kau adalah anakku!” 

Beng San berseru dengan suara parau. Kong Bu terpaksa melompat mundur dengan gemas, akan tetapi ia tidak berani membantah kehendak ayahnya. Juga Cui Bi yang sudah tahu akan semua hal ini karena pernah ia mendengar dari ibunya tentang Kwa Hong, kini mendekati Kong Bu dan memegang tangannya, memberi isyarat agar supaya kakak tirinya ini tidak ikut campur.

Melihat betapa suaminya meratap-ratap dengan hati hancur sementara Sin Lee berdiri tegak dan tegap, sikapnya angkuh membayangkan sikap Kwa Hong dahulu, Li Cu dapat merasakan betapa hancurnya hati suaminya itu, betapa suaminya sekarang seperti ditampar mukanya, seperti dibuka matanya akan akibat dari perbuatannya yang lalu. 

Li Cu adalah seorang bijaksana, seorang yang berpandangan luas dan memang pada dasarnya berbudi mulia. Ia tidak hanya berkasihan kepada suaminya yang tercinta, akan tetapi juga kasihan kepada Sin Lee yang tidak berdosa apa-apa akan tetapi seakan-akan sekarang memikul akibat dari dosa yang dilakukan ayah bundanya.

“Aku tidak percaya kau ayahku!” Sin Lee membentak. “Ayah sudah mati dan kau adalah seorang diantara mereka yang menyebabkan kematiannya. Aku harus percaya kepada ibuku seorang dan kau mau tidak mau harus ikut aku menghadap ibuku!”

Li Cu bergerak kedepan dan menghadapi Sin Lee. Ia menahan-nahan keluarnya air matanya. Memang harus dikasihani wanita ini. Kalau ada wanita yang merasa perih dan tertusuk hatinya menghadapi semua peristiwa ini dialah orangnya. 

Pada saat yang sama, ia harus menyaksikan pertemuan antara suami dan dua orang anak yang lahir dari dua orang isteri suaminya yang lain. Akan tetapi dasar ia berwatak baik, ia tidak sakit hati malah merasa kasihan sekali, baik kepada suaminya maupun kepada anak-anaknya itu.





“Sin Lee, aku adalah Cia Li Cu, isteri Tan Beng San. Akulah saksi utama bahwa kau adalah benar-benar anak suamiku ini, kau anak Tan Beng San dan Kwa Hong, jangan kau melawan ayahmu sendiri, Nak. Kau anak suamiku, juga anakku, biarpun anak tiri kuanggap kau anakku sendiri. Majulah, berilah hormat kepada ayahmu, Sin Lee, seperti yang kau lihat tadi dilakukan oleh Kong Bu, juga anak kami lahir dari Kwee Bi Goat. Berdosa melawan orang tua sendiri, Sin Lee.”

Pemuda itu memandang dengan mata terbelalak tajam. 
“Hanya Ibu yang kupercaya! Ibu menyatakan bahwa Tan Beng San adalah musuh Ibu, yang harus kuseret kedepan Ibu di Lu-liang-san. Malah Ibu bepesan, wanita yang bernama Cia Li Cu adalah musuh besarnya dan harus kubunuh.”

Terdengar jerit kemarahan dan Cui Bi sudah melompat maju menerjang dengan pedang terhunus.

“Traangggg!” 

Pedang gadis ini terangkis oleh pedang Sin Lee, begitu keras pertemuan senjata ini sampai keduanya mundur tiga langkah, saling pandang dengan mata berapi. Dengan pedangnya Cui Bi menuding kearah muka Sin Lee sambil berseru marah,

“Keparat kau! Sombong dan jahat, seperti orang yang menjadi ibumu! Ketahuilah, ibumu itulah yang jahat, seperti iblis betina. Dunia kang-ouw tahu belaka akan hal ini. Ibunya iblis, anaknyapun setan!”

“Cui Bi… diam kau….!” Li Cu membentak dan menarik tangan anaknya.

“Memang betul ucapan Cui Bi!” Tiba-tiba Li Eng berteriak dan gadis inipun sudah mencabut pedang. “Siluman betina Kwa Hong orang terjahat di dunia, anaknyapun bukan orang baik! Aku masih ada perhitungan dengan siluman Kwa Hong yang belum kutagih!” 

Seperti juga Cui Bi tadi, Li Eng saking marah melihat anak musuh besarnya, menerjang dengan pedang diputar. Hebat pula serangan ini, sinar pedang sampai menyerupai payung lebar mengurung diri Sin Lee. Kembali Sin Lee menggerakkan pedangnya menangkis dan dua orang muda itu terpental ke belakang.

“Adik Li Eng, jangan….!” Hui Cu mengejar sambil terisak-isak dan menarik tangan Li Eng mundur. “Janganlah… kau jangan serang dia….” bisik Hui Cu dengan muka pucat dan pipi basah air mata.

Menghadapi Kong Bu, Cui Bi, dan Li Eng yang memandang kepadanya seakan-akan hendak menelannya bulat-bulat itu,

Sin Lee tersenyum mengejek, 
“Hemmm, ada kabar akan didirikannya Thai-san-pai, yang katanya diketuai seorang ahli pedang yang berkepandaian tinggi. Kiranya hanya tukang keroyok. Hayo Tan Beng San, kalau memang kau tidak suka kuseret ke Lu-liang-san, terpaksa aku menggunakan kekerasan. Ataukah kau hendak menggunakan anak-anakmu untuk mengeroyok? Majulah kalian, siapa takut kepadamu?”

“Jahanam jangan sombong kau!” 

Kong Bu yang berdarah panas itu tak dapat menguasai hatinya lagi, segera ia menerjang dengan pedang di tangannya. Gerakannya ini otomatis disusul oleh Cui Bi dan Li Eng, sehingga sekaligus Sin lee menghadapi serangan tiga orang muda itu! 

Tingkatnya adalah tak beda jauh dengan seorang diantara mereka, malah dibandingkan Cui Bi, kiranya sukarlah ia mengatasi gadis ini. Akan tetapi Sin Lee memiliki keberanian yang tak kenal batas dan ketabahan hatinya membuat ia nekat, pedangnya diputar dan segera terdengar suara trang-tring-trang-tring disusul muncratnya bunga api.

Li Cu dan Beng San berteriak-teriak melarang, juga Hui Cu berteriak-teriak memanggil nama Li Eng. Hanya Kun Hong yang berdiri seperti patung, tak tahu harus berbuat apa. Ia sudah mulai mengerti akan duduknya perkara, dan ia benar-benar merasa bingung menarik napas panjang dan berkata seorang diri,

“Hukum karma… orang tua yang menanam, anak-anak yang memetik buahnya!”

Tiba-tiba berkelebat bayangan orang yang didahului oleh lengking tinggi, sinar pedang menderu dan bunyi cambuk berdetar-detar di udara membuat tiga orang muda yang mengeroyok Sin Lee kaget dan cepat meloncat mundur sambil melindungi tubuh dengan pedang masing-masing karena entah dari mana datangnya, ujung cambuk yang ada anak panahnya menyerang bagian-bagian berbahaya tubuh mereka.

“Hi-hi-hi, Beng San pengecut! Melepas anjing-anjing cilik untuk mengeroyok Sin Lee, anakku Sin Lee, jangan takut ibumu datang!”

Tahu-tahu disitu telah berdiri seorang wanita yang cantik bermata liar, memegang cambuk yang berekor lima batang anak panah hijau. Kwa Hong, wanita yang selama belasan tahun menyembunyikan diri itu sekarang muncul tiba-tiba di tempat itu dengan sinar mata penuh membayangkan nafsu membalas dendam, sepasang mata yang masih bening akan tetapi amat liar dan ganas!

“Hong-moi…!” 

Beng San berseru akan tetapi suaranya terhenti karena lehernya serasa tercekik. Ia sudah melangkah maju dua tindak lalu berdiri seperti patung, sinar matanya membayangkan kedukaan hebat.

“Ha-ha-ha, Beng San, masih merdu suaramu memanggil aku, Hong-moi… alangkah merdunya. Ah, Beng San, kau masih pandai merayu, hik-hik!”

“Hong-moi, apakah kau tidak bisa menyudahi saja urusan lama? Lihat, anak kita sudah begitu besar, Hong-moi, demi Tuhan, janganlah kau bawa anak kita terseret-seret kedalam urusan kita….” kata pula Beng San dengah suara menggetar.

Kembali Kwa Hong tertawa. 
“Beng San, tidak ingatkah kau betapa dahulu kau selalu menyakiti hatiku, menolakku dan membiarkan aku hidup merana? Membiarkan aku berubah menjadi iblis? Hi-hi-hik, sejak kecil kupelihara, kugembleng agar setelah besar dapat membalaskan sakit hatiku terhadapmu, sekaranglah tiba saatnya, Sin Lee, anakku, inilah orangnya yang sudah merusak hidup ibumu. Kau turun tanganlah, bunuh dia, jangan takut ada ibumu disini!”

Tangan Sin Lee yang memegang pedang menegang, menggetar, akan tetapi bibirnya bertanya, lirih, 

“Ibu… Benarkah dia itu ayahku?”

“Tak peduli dia itu apamu, dia seorang yang jahat melebihi binatang, patut kau binasakan. Dia menyia-nyiakan kau. Dia mahluk jahat, perusak hati wanita. Bunuh dia!”

Tiba-tiba Li Eng yang sejak tadi memandang marah kepada Kwa Hong, menerjang maju menggerakkan pedangnya mengancam Kwa Hong, 

“Kwa Hong, kau siluman betina jahat, dengarlah! Aku Kui Li Eng dari Hoa-san-pai! Ingatkah kau betapa kau mengusir ayah ibuku memasuki Im-kan-kok, membiarkan mereka mati tidak hiduppun tidak? Sekarang kau mengacau lagi di Thai-san, ahhh… dosamu bertumpuk-tumpuk, hari ini aku membalaskan sakit hati orang tuaku!” 

Pedang gadis ini menyerang seperti kilat cepatnya sehingga Kwa Hong menjadi kaget juga dan cepat mengelak. Untuk sejenak wanita ini tercengang, dan hanya mengelak kesana kemari atas desakan Li Eng.

“Kau… kau… anak Thio Bwee dan Kui Lok? Kau lahir di Im-kan-kok? He-he, lucu sekali… kau berani melawan aku?” Mulailah ia menangkis dan balas menyerang.

Sementara itu, Sin Lee sudah memandang kepada Beng San dengan mata mendelik, kemudian melihat ibunya sudah bertempur, ia melempar semua keraguan menganggap bahwa dia dan ibunya ditempat musuh maka cepat ia kearah dada Beng San sambil berseru,

“Kau musuh ibuku, harus kubunuh!”

Beng San mengeluarkan keluhan panjang. Peristiwa yang terjadi didepan matanya ini membuat seluruh tubuhnya lemas, matanya berkunang dan hatinya rusak, maka serangan Sin Lee puteranya sendiri itu, tak dihiraukan.

“Trangggg!” 

Pedang Sin Lee terbentur lain pedang yang digerakkan secepat kilat. Cui Bi sudah menangkis pedang itu dengan mata berapi-api. 

“Keparat, jangan ganggu Ayahl” 

Pedangnya terus menyerang dan di lain detik Sin Lee sudah bertanding hebat melawan Cui Bi.







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)